Angin malam mendadak terasa dingin dan dukaku semakin terlihat setelah mendengar perkataan umi. Raut wajah dan lembut suaranya menyiratkan sebuah asa yang tak terlihat, membuatku tidak bisa berbuat apapun selain mengabulkan permintaannya.Â
"iya mi insya allah ali siap..."
Hari itu pertama kalinya aku berbohong pada umi, aku sama sekali belum siap untuk menikah. Bagiku pernikahan adalah sebuah keputusan yang besar, pernikahan tidak hanya sekedar ijab qobul dan sah. Aku akan menjadi imam yang menuntun keluargaku yang apabila aku salah dalam membimbing istri bahkan anak-anakku di jalan_Nya merekapun akan merasakan siksa_Nya.Â
Bagiku itu terlalu menakutkan. Itulah alasan kenapa aku memilih sendiri 29 tahun lamanya. Tapi kali ini aku tidak mungkin menolak pernikahan ini karna ini permintaan umi. Dan aku tidak mau durhaka!
Kedatanganku disambut hangat oleh seluruh kerabat dan tamu-tamu yang datang, hiasan yang terpajang indah itu merubah rumah sederhanaku menjadi seperti istana. Ditambah dengan Perpaduan putih dan unggu yang membuatnya terlihat elegan. Nampaknya umi benar-benar telah mempersiapkan pernikahan ini dengan matang.
"mahar yang dimintanya apa mi?" tanyaku 1 jam sebelum ijab qobul dimulai.
"Qurn surat Ar-Rohman. Kamu kan sudah hapal 30 juz insyaAllah lancar."
"aaaamiiin doakan ya mi" ku peluk ibuku erat-erat menenangkan hatiku yang gelisah.
Surat Ar-Rohman? Hanya itu. Bukankah ada surat Ar-rum yang membahas pernikahan, ada surat An-nisa bahkan ada surat terpanjang di Al-Qurn. Kenapa gadis itu memilih surat ar-rohman? Teka-teki itu masih belum terjawab sampai sat ini.