Oleh: Muhamad Saprudin (1906461332)
Secara kebahasaan, kata "moderasi" dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) mengandung dua makna, pengurangan kekerasan dan penghindaran keekstreman. Secara lebih luas, moderasi juga bermakna suatu kegiatan untuk melakukan peninjauan agar tidak menyimpang dari aturan yang berlaku yang telah ditetapkan.
Berbicara tentang moderasi beragama, Allah SWT telah berfirman dalam Al-quran surat al-Baqoroh ayat 143 menjelaskan pentingnya menjadi teladan umat Muhammad SAW sebagai sosok muslim yang beriman, berbuat baik, adil dan moderat dalam bertindak dan berfikir.
"Dan demikian (pula) Kami telah menjadikan kamu (umat Islam), umat yang adil dan pilihan agar kamu menjadi saksi atas (perbuatan) manusia dan agar Rasul (Muhammad) menjadi saksi atas (perbuatan) kamu. Dan Kami tidak menetapkan kiblat yang menjadi kiblatmu (sekarang) melainkan agar Kami mengetahui (supaya nyata) siapa yang mengikuti Rasul dan siapa yang membelot. Dan sungguh (pemindahan kiblat) itu terasa amat berat, kecuali bagi orang-orang yang telah diberi petunjuk oleh Allah; dan Allah tidak akan menyia-nyiakan imanmu. Sesungguhnya Allah Maha Pengasih lagi Maha Penyayang kepada manusia." (QS. Al-Baqoroh/2: 143)
Lafadz merupakan yang harus digaris bawahi maknanya. Penyelaman tafsir "wasathan" akan ditemukan kata kuncinya jikalau melihat definisi yang disampaikan oleh Imam Thobari dalam kitab tafsirnya. Bahwa kata "washat" mempunyai arti sesuatu yang berada diantara kedua kutub yang saling berlawanan. Dalam ayat tersebut Allah menjelaskan kata "washat" untuk mensifati sikap orang-orang muslim yang moderat dalam beragama. Tidak termasuk dari golongan yang berlebih-lebihan dalam beragama dan juga tidak termasuk dari golongan yang ceroboh beragama, sehingga meninggalkan sakralitas dari ajaran agama itu sendiri, dicontohkan seperti orang yahudi dahulu yang merubah isi dari kitab Allah.
Makna ummatan wasatan adalah umat moderat yang posisinya berada di tengah, agar dilihat oleh semua pihak dan dari segenap penjuru. Dengan menempatkan Islam sebagai posisi tengah agar tidak seperti umat yang hanyut oleh materialisme, tidak pula mengantarnya membumbung tinggi ke alam ruhani. Posisi tengah adalah memadukan aspek rohani dan jasmani, material dan spiritual dalam segala sikap dan aktivitas.
Umat Islam adalah ummatan wasathan, umat yang mendapat petunjuk dari Allah, sehingga mereka menjadi umat yang adil serta pilihan dan akan menjadi saksi atas keingkaran orang kafir. Umat Islam harus senantiasa menegakkan keadilan dan kebenaran serta membela yang hak dan melenyapkan yang batil. Mereka dalam segala persolan hidup berada di tengah orang-orang yang mementingkan kebendaan dalam kehidupannya dan orang-orang yang mementingkan ukhrawi saja. Dengan demikian, umat Islam menjadi saksi yang adil dan terpilih atas orang-orang yang bersandar pada kebendaan, yang melupakan hak-hak ketuhanan dan cenderung kepada memuaskan hawa nafsu.
Mereka juga menjadi saksi terhadap orang-orang yang berlebih-lebihan dalam soal agama sehingga melepaskan diri dari segala kenikmatan jasmani dengan menahan dirinya dari kehidupan yang wajar. Umat Islam menjadi saksi atas mereka semua, karena sifatnya yang adil dan terpilih serta dalam melaksanakan hidupnya sehari-hari selalu menempuh jalan tengah. Demikian pula Rasulullah SAW menjadi saksi bagi umatnya, bahwa umatnya itu sebaik-baik umat yang diciptakan untuk memberi petunjuk kepada manusia dengan amar makruf dan nahi munkar.
Menurut al-Qurtubi dalam kitabnya al-Jami' al-ahkam, firman "Wa kalika ja'alnkum ummataw wasaan" Kami telah menjadikan kamu (umat Islam), umat yang adil". Makna dari firman Allah ini adalah, sebagaimana kabah merupakan tengah-tengah bumi, maka demikian pula kami menjadikan kalian umat yang pertengahan. Yakni kami jadikan kalian dibawah para nabi tapi di atas umat-umat yang lain. Makna al-wast adalah adil. Asal dari kata ini adalah bahwa sesuatu yang paling terpuji adalah yang pertengahan.
Menurut Quraish Shihab, ayat 143 surat al-Baqarah ini telah memberi petunjuk tentang posisi yang ideal atau baik, yaitu posisi tengah. Posisi pertengahan menjadikan manusia tidak meihak ke kiri dan ke kanan, suatu hal di mana dapat mengantar manusia berlaku adil. Posisi pertengahan menjadikan seorang dapat dilihat oleh siapapun dalam penjuru yang berbeda, dan ketika itu ia dapat menjadi teladan bagi semua pihak.
Posisi itu juga menjadikannya dapat menyaksikan siapa pun dan di mana pun. Allah menjadikan umat Islam pada posisi pertengahan agar kamu, wahai umat Islam, menjadi saksi atas perbuatan manusia yakni umat yang lain, tetapi ini tidak dapat kalian lakukan kecuali jika kalian menjadikan Rasul SAW syahid, yakni saksi yang menyaksikan kebenaran sikap dan perbuatan kamu dan ia pun kalian saksikan, yakni kalian jadikan teladan dalam segala tingkah laku.
Konsep moderasi dalam Q.S. al-Baqarah ayat 143 disebut dengan al-wasathiyah. Kata tersebut terambil dari akar kata yang pada mulanya berarti: "tengah-tengah diantara dua batas, atau dengan keadilan, yang tengah-tengah atau yang standar atau yang biasa-biasa saja". Moderasi tidak dapat tergambar wujudnya kecuali setelah terhimpun dalam satu kesatuan empat unsur pokok, yaitu kejujuran, keterbukaan, kasih sayang dan keluwesan.
Menurut hadits riwayat al-Bukhari dan Ahmad, ayat tersebut turun berkaitan dengan sabda Nabi Saw yang artinya: "Di hari kiamat kelak Nabi Nuh As. akan dipanggil (Allah) lalu ditanya: "Apakah Engkau telah menyampaikan (wahyu)? Ia lalu menjawab: ya, sudah. Kaumnya lalu dipanggil dan ditanya: "Apakah dia (Nuh) telah menyampaikan kepada kalian?" Mereka menjawab: "Tidak seorang pemberi peringatan pun datang kepada kami." Lalu Nuh ditanya lagi, "Siapa yang bersaksi kepadamu?" Ia menjawab: "Muhammad dan ummatnya", lalu turunlah ayat tersebut.
Ada dua sifat utama yang melekat pada ummatan wasathan, yaitu: (1) al-khairiyyah, serba berorientasi yang terbaik, afdal dan adil; dan (2) al-Bainiyyah, pertengahan, moderat, tidak ekstrem kanan dan ekstrim kiri. Hal ini antara lain dapat dipahami dari ayat: "Dan orang-orang yang apabila membelanjakan (harta) mereka tidak berlebih-lebihan, dan tidak pula kikir; dan pembelanjaannya itu berada di tengah-tengah antara yang demikian." (QS. al-Furqan/25: 67)
Menurut Ibn Taimiyah, Islam itu agama moderat, jalan tengah. Umat Islam berada di tengah-tengah di kalangan para Nabi dan Rasul, serta orang-orang shalih, tidak berlebih-lebihan. Seperti orang-orang Nashrani, yang "mereka itu menjadikan orang-orang alim dan rahib-rahib mereka sebagai tuhan selain Allah, dan mereka juga mempertuhankan Isa bin Maryam; padahal mereka hanya disuruh menyembah Tuhan yang Maha Esa, tidak ada tuhan selain Dia. Maha Suci Allah dari apa yang mereka sekutukan." (QS. At-Taubah/9: 31)
Ummatan wasathan merupakan prototipe umat yang memiliki dan memegang teguh prinsip. Pertama, prinsip tidak melampaui batas (ghuluww), baik dalam bersikap, bertutur kata, berbuat, termasuk beribadah.
Dalam hal ini Allah berfirman: "Katakanlah, hai Ahli kitab janganlah kamu berlebih-lebihan (melampaui batas) dengan cara tidak benar dalam beragama. Dan janganlah kamu mengikuti hawa nafsu orang-orang yang telah sesat dahulunya (sebelum kedatangan Muhammad SAW) dan mereka telah menyesatkan kebanyakan manusia, dan mereka tersesat dari jalan yang benar." (QS. al-Ma'idah/5: 77).
Kedua, prinsip tidak melakukan hal-hal yang sia-sia belaka, baik perkataan maupun perbuatan. Allah berfirman: "... Dan orang-orang yang memalingkan dari perbuatan sia-sia/lagha" (QS. al-Mukminun: 3). Sabda Nabi: "Di antara tanda baiknya Islam seseorang adalah ia sanggup meninggalkan perbuatan sia-sia yang tidak memberi manfaat sedikitpun." (HR. Muslim).
Ketiga, prinsip selalu berada dalam al-Shirath al-Mustaqim (jalan yang lurus dan benar). Artinya, ummatan wasathan dituntut untuk selalu berada dalam petunjuk jalan lurus dan benar (Islam) dengan senantiasa mentaati syari'atnya, mengikuti al-Qur'an dan as-sunnah.
Menurut Ibn Taimiyah, jalan lurus dan benar merupakan puncak moderasi karena berada di jalan yang benar berarti berada di tengah-tengah kebenaran, tidak menyimpang, dan tidak pula ekstrim.
Jadi, ummatan wasathan adalah khaira ummah, umat terbaik yang selalu menyerukan kebaikan dan melarang kemunkaran, dan selalu menjadikan hidupnya penuh keseimbangan dan kebahagiaan dunia dan akhirat, sekaligus menjadikan Islam sebagai rahmatan lil 'alamin.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI