Bandung, 5 Agustus 2022 --- Pada tahun ini, Universitas Pendidikan Indonesia (UPI) mengadakan KKN tematik dengan tema berbeda dari tahun kemarin. Tahun ini, tema KKN yang diusung adalah Pemberdayaan Masyarakat Berbasis SDGs, yang di dalamnya dibagi menjadi berbagai variasi subtema, di mana subtema tentang konsumsi dan produksi merupakan subtema yang didapatkan oleh kelompok 105 KKN Tematik UPI tahun ini. Pelaksanaan KKN tahun ini dapat dikatakan sebagai semi-offline dikarenakan walaupun komunikasi, terutama antara mahasiswa dengan Dosen Pembimbing Lapangan (DPL) dan pihak kampus banyak dilakukan secara daring, untuk kegiatan di masyarakatnya, kelompok dapat melaksanakannya secara luring selama 30-40 hari.
Kelompok 105 terbagi menjadi beberapa kelompok kecil yang melaksanakan proker di beberapa desa dan kelurahan, yaitu desa Linggar, Cibodas, Bojongloa, Panyadap, dan kelurahan Kencana. Di desa Bojongloa sendiri terbagi menjadi dua kelompok kecil, yaitu untuk RW 16 dan RW 18.
Kelompok RW 16 (5 orang) memanfaatkan sampah plastik untuk membuat ecobrick, yang disosialisasikan dan diimplementasikan kepada dan bersama pegiat lingkungan sekitar, pengelola sampah, sampai dengan karang taruna dan anak-anak madrasah (1-6 SD). Pelaksanaan proker yang difokuskan pada pemanfaatan sampah plastik ini merujuk pada 2 (dua) poin dalam output kegiatan KKN tematik ini, yaitu (1) Penanggulangan sampah di pedesaan/tersedianya unit pengelola sampah; (2) mengurangi dampak lingkungan yang ditimbulkan terhadap bumi melalui pola produksi (sampah) dan konsumsi masyarakat.
Asumsi dasar atas pembuatan solusi berupa pelaksaan sosialisasi dan rencana kegiatan pembuatan ecobrick ini adalah karena terlihat di mana kurangnya kesadaran masyarakat dalam memilah sampah, yang di mana ini sangat memberatkan kerja pengelola sampah yang akhirnya memakan waktu lama untuk mengelola sampah yang ada sehingga sampah lebih awal menimbulkan bau tidak sedap. Selain itu, hasil wawancara yang dilakukan dengan ketua RW 16 adalah di mana baru sekitar di bawah 50% warga yang sudah peka dan berinisiatif untuk memilah sampah sendiri. Sehingga dengan diadakannya dua program kerja tersebut, diharapkan masyarakat dapat lebih peka terhadap lingkungan dengan minimal ada inisiatif dan minat untuk memilah sampah di rumah.
Kegiatan pembuatan ecobrick dilakukan untuk menciptakan sebuah pola pikir kepada masyarakat bahwasannya sampah (terutama sampah palstik) tidak hanya sekedar dibuang, namun dapat dimanfaatkan sehingga dapat menghasilkan produk yang bernilai minimal dapat dipakai sendiri.
Kegiatan ini dilakukan selama seharian, mulai dari tahap pemotongan sampah plastik kering, sampai proses pemadatan sampah plastik tadi ke dalam botol dan bagian luar botol dicat dengan cat tembok agar terlihat ekonomis, namun tetap menarik. Setelah ecobrick jadi, benda ini dapat dimanfaatkan dan dibuat menjadi berbagai macam produk bernilai pakai sampai jual, seperti tong sampah atau tempat duduk, karena ecobrick ini cukup kuat digunakan sebagai penopang karena saking padatnya sampah yang dimasukkan ke dalam botol sehingga botol pun terasa berat.