Mohon tunggu...
Muhamad RaihanArravi
Muhamad RaihanArravi Mohon Tunggu... Editor - Saya merupakan mahasiswa Psikologi Universitas Brawijaya.

SD Negeri Jakasampurna 3 Bekasi Barat. SMP Negeri 1 Banyuasin III, Sumatera Selatan. SMA Plus Negeri 2 Banyuasin III, Sumatera Selatan. Mahasiswa Psikologi Universitas Brawijaya

Selanjutnya

Tutup

Filsafat Pilihan

Generasi Milenial Indonesia dan Pancasila di Era Industri 4.0

25 November 2019   22:48 Diperbarui: 25 November 2019   22:57 14947
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

The Next Great Generation, begitulah ungkapan kata sebagai representasi dari generasi milenial yang dituliskan Neil Howe dan William Strauss dalam buku Millenials Rising: The Next Great Generation. Mengenai generasi milenial, di Indonesia sendiri istilah ini lumayan akrab terdengar dan merujuk pada pemuda-pemuda Indonesia saat ini yang diharapkan mampu membawa negara dan bangsa pada kemajuan peradaban. 

Dikatakan generasi milenial adalah mereka yang umurnya berada pada rentang tahun kelahiran 1982-2000 (Howe & Strauss, 2000). Generasi milenial Indonesia saat ini harus berhadapan dengan sebuah tantangan besar berupa revolusi industri 4.0.

Dunia termasuk Indonesia memasuki era modernisasi, otomasi, digitalisasi, industrialisasi, penggunaan teknologi, dan internet yang akan menjadi basis dari kegiatan di berbagai sektor mulai dari sektor sosial, budaya, pendidikan, ekonomi, dan politik. Dampak dari revolusi industri 4.0 juga memberi pengaruh yang menyentuh segala ranah seperti gaya hidup bangsa Indonesia hingga pancasila sebagai ideologi negara.

Revolusi industri 4.0 memberikan pengaruh baik positif maupun pengaruh negatif. Persoalannya adalah apakah kaum milenial Indonesia selalu mampu mendapatkan dan memanfaat segala pengaruh positif dan membendung diri dari segala dampak negatif revolusi industri 4.0. Salah satu dampak positif dari era 4.0 adalah kemudahan dalam mendapatkan akses teknologi dan informasi.

Namun, akibat kemudahan itu juga terdapat dampak negatif seperti keterbukaan informasi yang berujung pada penyebaran hoax dan sara yang dapat menyebabkan disintegrasi bangsa hingga konten pornografi yang dapat merusak moralitas dan mental bangsa.

Kita telah melihat dimulai dari tahun 2015 hingga 2019 iklim sosial-politik Indonesia benar-benar sangat memanas dalam suhu tinggi akibat bipolarisasi bangsa Indonesia terhadap jagoan politik dari kubu mereka masing-masing. Cercaan, cacian, hinaan, makian, bahkan kebencian, tersebar di dunia maya hingga dunia virtual. Menunjukan bangsa benar-benar dalam keadaan terpecah belah.

Sisa-sisa dari panasnya iklim politik tersebut masih terasa meskipun sekarang kompetisi politik 2019 telah usai berakhir. Hal demikian terjadi karena salah satu pengaruh penggunaan teknologi yang semakin maju sehingga kemudahan dalam mengakses sosial media dapat dijangkau oleh seluruh lapisan masyarakat.

Hal yang sangat disayangkan adalah mayoritas pengguna media sosial tidak ditopang dengan pendidikan literasi yang baik sehingga mudah larut dalam segala berita yang ada serta menerimanya sebagai suatu kebenaran tanpa mencari kebenaran dibalik suatu kebenaran tersebut.

Berita-berita yang beredar kebanyakan adalah berita semu nan palsu (hoax) yang sifatnya provokasi sehingga bangsa menjadi lerai akan kasih. Kominfo (2018) mengatakan sebanyak 92,40%  berita-berita yang beredar di media sosial sepanjang tahun 2016-2018 adalah hoax serta konten kebencian.

Di sisi lain, selain hoax bangsa ini mendapat persoalan besar lain berupa pornografi akibat kemajuan teknologi yang dapat merusak mental bangsa hingga berujung pada perilaku amoral, pelecehan terhadap masyarakat sosial, penyimpangan seksual, seks bebas, dan lainnya (Yati & Aini, 2018). Statistik aduan Kominfo menunjukan hingga september 2019 dilaporkan terdapat konten pornografi dengan angka sebesar 1.001.621 konten (Kominfo, 2019).

Bisa kita renungkan angka tersebut bukanlah angka yang kecil untuk konten-konten pornografi yang dapat diakses terbuka di internet. Hal semacam inilah yang perlu dikhawatirkan dari revolusi industri 4.0 dimana pengaruh negatif lebih signifikan dibandingkan pengaruh positif yang tersebar kepada bangsa Indonesia khususnya bagi kaum milenial.

Segala bentuk negatif dari modernisasi dalam era revolusi industri 4.0 haruslah dijauhi oleh para milenial Indonesia agar dapat menghadapi segala tantangan dari era revolusi industri 4.0.

Selain persoalan positif-negatif dari revolusi industri 4.0, persoalan lain terletak pada esensi dari tantangan-tantangan yang terdapat dalam era ini. Revolusi industri 4.0 dikatakan sebagai tantangan besar bagi kaum milenial Indonesia adalah karena persoalan apakah kaum milenial Indonesia mampu hidup adaptif dan kompetitif pada era 4.0 dengan berbekal skill (keterampilan) dan kemampuan diri yang kualitasnya mumpuni.

Skill yang dimaksud adalah skill yang berkaitan dengan keterampilan dalam menguasai teknologi-teknologi hingga kemampuan dalam berbahasa asing. Apabila kaum milenial Indonesia tidak memiliki skill yang terampil dan mumpuni dikhawatirkan kaum milenial tidak dapat aktif dalam kompetisi di era ini sehingga akan meningkatkan angka pengangguran yang berujung pada meningkatnya angka kemiskinan hingga angka kriminalitas.

Tak hanya sebatas persoalan tersebut, persoalan lain yang juga menjadi urgensi adalah pengaruh yang terjadi akibat arus industri 4.0 pada gaya hidup dan ideologi bangsa Indonesia. Bangsa Indonesia awalnya memiliki gaya hidup yang filosofis, agamais, dan penuh dengan semangat gotong royong.

Akan tetapi, akibat arus modernisasi budaya-budaya tersebut semakin terasa memudar dan malah berubah menjadi gaya hidup yang individualis, liberalis, dan sekuler. Pengaruh modernisasi juga terlihat pada gaya berpenampilan. Bangsa Indonesia yang awalnya memiliki gaya berpenampilan yang sederhana, tidak nyentrik, sopan, dan menutup aurat malah mulai terlihat seolah berkiblat ke arah barat dengan gaya berpenampilan yang lebih terbuka, nyentrik, dan tidak sopan dilihat.

Dari persoalan ini dikhawatirkan kaum milenial melupakan pakaian-pakain adat indonesia sebagai identitas budaya indonesia yang sesungguhnya. Pada ranah ideologi, pancasila sebagai idealisme yang didalamnya terkandung nilai-nilai yang mendasari cara hidup bangsa Indonesia terancam oleh ideologi liberal.

Kaum milenial yang saat ini sangat candu akan kemajuan teknologi, dikhawatirkan melupakan nilai-nilai pancasila yang seharusnya diterapkan dalam hidup berbangsa dan bernegara sehingga yang terbentuk adalah kaum yang apatis terhadap segala persoalan bangsa.

Pengaruh negatif tersebut dikhawatirkan menghilangkan eksistensi dan makna pancasila sebagai falsafah dan paradigma bangsa Indonesia sehingga pancasila hanya menjadi sebuah simbol belaka tanpa adanya implementasi dari nilai-nilai luhur yang ada di dalam pancasila.

Negara ini membutuhkan kaum milenial yang cerdas, penuh dengan ide-ide yang kreatif dan inovatif, mampu memanfaatkan segala kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi demi kemajuan peradaban bangsa, serta berjiwa visioner dan misioner dalam membawa arah perubahan bagi Indonesia.

Segala tuntutan tersebut dibutuhkan agar milenial Indonesia tidak sekedar menjadi penonton dari kompetisi dalam arena revolusi industri 4.0. Akan tetapi, mampukah bangsa ini memenuhi segala tuntutan dari era industri 4.0 apabila beberapa persoalan yang telah dirincikan di muka saja masih menjadi sebuah badai yang mengerikan bagi perkembangan kaum milenial negara ini.

Segala idealisme dari tuntutan-tuntutan revolusi industri 4.0 hingga segala persoalan yang menghalangi pemenuhan tuntutan tersebut dapat negara ini atasi dengan internalisasi dan revitalisasi falsafah dan paradigma dari nilai-nilai yang terkandung dalam lima sila pancasila sehingga kemajuan peradaban dapat diraih bangsa ini. 

Pancasila sejatinya bukanlah jargon kosong yang muncul ditengah-tengah masyarakat bangsa Indonesia, namun ia merupakan Core Values inklusif yang di gali oleh para pendiri bangsa yang mencoba mempertemukan nilai-nilai ideal yang mampu mewujudkan cita-cita Bhinneka Tunggal Ika yang akan selalu sesuai dengan segala perubahan waktu termasuk era industri 4.0 (Nurhadianto, 2014). 

Hal demikian karena pancasila adalah hasil konsensus dari Founding Fathers yang diwariskan kepada generasi penerus sebagai suatu dasar falsafah bangsa dan pandangan hidup negara yang begitu visoner dan tahan banting (durable). Suatu dasar falsafah yang memiliki landasan ontologis, epistemologis, dan aksiologis yang kuat. Jika terpahami secara mendalam, diyakini secara teguh, dan diamalkan secara konsisten dapat mendekati perwujudan negara paripurna (Nurhadianto, 2014).

Oleh karena itu, internalisasi dan revitalisasi pancasila dapat mencegah, melindungi, dan menanggulangi kaum milenial bangsa ini dari segala hal yang dapat menjerumuskan para pemuda kedalam jurang yang membinasakan bangsa ini

Internalisasi dan revitalisasi dari sila-sila pancasila dapat menjadi paradigma yang mengakar kuat dalam sehingga kaum milenial Indonesia akan memiliki landasan filosofis dalam berperilaku baik secara individu maupun masyarakat. 

Sila pertama yang berbunyi ketuhanan yang maha esa apabila di internalisasikan secara radikal kepada bangsa ini akan menjadi social control bagi setiap orang sehingga orang yang menanamkan nilai-nilai ketuhanan akan merasa selalu diawasi oleh sang Maha Pencipta. 

Orang yang menanamkan nilai ketuhanan sebagai landasan falsafah akan memiliki nilai dan norma bagi dirinya berdasarkan aturan-aturan agama sehingga orang tersebut akan menjauhi segala hal yang menjadi larangan dalam agama seperti perilaku-perilaku dalam penyimpangan sosial, penyimpangan seksual termasuk pornografi, penyalahgunaan narkoba dan seks bebas, hingga segala tindakan amoral lainnya yang tidak sesuai dengan nilai-nilai yang menjadi tolak ukur berperilaku sosial.

Internalisasi dan revitalisasi dari sila kedua, kemanusiaan yang adil dan beradab adalah mengedepankan nilai humanisme yang mana orang yang menerapkan nilai menjadi falsafah hidupnya akan menjadi anti terhadap segala bentuk tindakan yang bersifat tidak berperikemanusiaan.

Nilai humanisme dalam sila kedua inilah yang akan menciptakan masyarakat yang saling tolong menolong, mengedepankan nilai kemanusiaan, berusaha mewujudkan dan mencari keadilan sejati, anti rasisme dan tindakan diskriminatif, dan anti segala bentuk tindakan lainnya yang bertentangan dengan nilai kemanusiaan.

Internalisasi dan revitalisasi terhadap nilai dari sila persatuan Indonesia akan mewujudkan persatuan, harmonisasi, dan keutuhan bangsa yang akan menguatkan kedaulatan negara. Apabila nilai persatuan ini diprioritaskan menjadi paradigma sosial maka perpecahan akibat kontestasi politik tidak akan terjadi.

Bipolarisasi hingga multipolarisasi karena adanya primordialisme dalam sektor sosial hingga politik tidak akan menjadi persoalan yang mengancam bangsa ini. Bangsa kita termasuk kaum milenialnya yang mulai lupa akan makna sejati dari Bhinneka Tunggal Ika adalah karena tidak mendalami dan meresapi nilai dari sila ketiga pancasila.

Oleh karena itu, sila ini amatlah penting agar persatuan sosial bagai satu tubuh dapat terealisasikan tidak hanya sebatas simbol melainkan sebagai falsafah bangsa Indonesia sebagai bangsa yang majemuk namun tidak melupakan persatuan.

Internalisasi dan revitalisasi terhadap sila keempat dari pancasila adalah menjadikan bangsa ini bangsa yang mengedepankan kepentingan umum dan membuang segala vested interest (kepentingan pribadi) yang dapat menimbulkan perpecahan. Kaum milenial hendaknya menjadi kaum yang kritis dan mengedepankan musyawarah terhadap segala persoalan bangsa yang selanjutnya diharapkan mencarikan segala solusi dan arah perubahan demi perbaikan peradaban.

Nilai musyawarah dalam sila keempat pancasila juga akan membangkitkan para milenial apatis yang tidak peduli terhadap masalah-masalah bangsa dan negara. Nilai ini jugalah yang dapat membentuk paradigma kaum milenial menjadi paradigma yang dewasa untuk menjadi lebih bijaksana dan objektif dalam menilai sesuatu hingga memecahkan masalah.

Persoalan seperti provokasi, hoax, fitnah, dan sebagainya di media sosial maupun dunia nyata dapat ditanggulangi dengan menjadikan sila keempat ini sebagai paradigma dan falsafah hidup.

Internalisasi dan revitalisasi pada paradigma kaum milenial terhadap sila ke lima pancasila yang berbicara mengenai keadilan sosial bagi seluruh rakyat indonesia akan menciptakan generasi yang mengedepankan social justice dan berjuang demi keadilan. Kaum milenial yang memiliki paradigma ini akan menjadi anti terhadap segala bentuk ketidakadilan sekecil apapun itu.

Nilai inilah yang dapat mencegah bangsa ini dari perbuatan-perbuatan kotor dalam sosial dan politik seperti korupsi, suap, pengambilan kebijakan yang semena-mena dan bentuk ketidakadilan lainnya.

Nilai keadilan sosial inilah yang akan membentuk kaum milenial sebagai pejuang keadilan penentang segala bentuk ketidakadilan. Sehingga peran milenial sebagai iron stock, agent of change, dan social control dapat terealisasikan dengan adanya dorongan dari paradigma mengenai keadilan sosial.

Perlu diingat bahwasannya lima sila dalam pancasila tidak dapat berdiri sendiri dan tidak dapat dipisah-pisah internalisasi, revitalisasi, hingga implementasinya. Sila-sila tersebut tidak dapat dipisahkan secara hierarkis, numerik atau berdasarkan angka, maupun fungsional.

Artinya sila-sila dalam pancasila ada untuk saling menguatkan, saling mendukung, dan saling melengkapi terhadap sila yang satu dengan sila lainnya. Merupakan hal yang tidak mungkin bagi seseorang untuk dikatakan memiliki paradigma nilai ketuhanan apabila dia tidak menerapkan nilai kemanusiaan dan nilai etik-estetik dalam berperilaku.

Bagaimana mungkin seseorang dikatakan telah menerapkan nilai kemanusiaan apabila dia tidak menjalankan dan mengedepankan persatuan dalam hidup bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.

Selanjutnya bagaimana bisa seseorang dikatakan mencintai persatuan dan keutuhan apabila dia anti terhadap kepentingan umum dan menolak musyawarah bahkan lebih mengedepankan vested interest yang tertanam pada dirinya.

Last but not least, bagaimana mungkin seseorang dikatakan telah mengedepankan kepentingan umum dan mengedepankan prinsip musyawarah apabila dari hatinya enggan mewujudkan keadilan sosial bagi bangsanya. Demikianlah pancasila saling terhubung dan komplemen masing-masing silanya tanpa adanya pemisahan secara fungsional.

Dengan demikian, pancasila sebagai paradigma dan falsafah apabila diterapkan lebih mendalam lagi dalam kehidupan bangsa Indonesia terutama bagi kaum milenilal niscaya mampu membawa bangsa ini pada kemajuan peradaban bagi segala masa termasuk di era industri 4.0.

Oleh karena itu, bangsa Indonesia utamanya kaum milenial tidak boleh keluar dari koridor nilai-nilai pancasila agar selalu memiliki landasan filosofis dan membentuk paradigma yang visioner dan misioner demi mewujudkan cita-cita bangsa ini.  

DAFTAR PUSTAKA

Daon001. (2018, September 24). Mengawasi suhu tinggi "Medsos" selama pilpres  
               2019. https://kominfo.go.id/content/detail/14569/mengawasi-suhu-tinggi-
               medsos-selama-pilpres-2019/0/sorotan_media.

Howe, N., & Strauss, W. (2000). Millennials rising: The next great generation.      
               Vintage.

Melt001.  (2019, Juli 1). Pornografi masih merajai konten negatif internet indonesia.
               https://kominfo.go.id/content/detail/19631/pornografi-masih-merajai-
               konten-negatif-internet-indonesia/0/sorotan_media.

Nurhadianto, N. (2014). Internalisasi nilai-nilai pancasila dalam upaya membentuk    
               pelajar anti narkoba. Jurnal Pendidikan Ilmu Sosial, 23(2), 44-54.

Yati, M., & Aini, K. (2018). Studi kasus: Dampak tayangan pornografi terhadap          
               perubahan psikososial remaja. Jurnal Ilmu dan Teknologi Kesehatan, 9(2).

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun