Internalisasi dan revitalisasi terhadap sila keempat dari pancasila adalah menjadikan bangsa ini bangsa yang mengedepankan kepentingan umum dan membuang segala vested interest (kepentingan pribadi) yang dapat menimbulkan perpecahan. Kaum milenial hendaknya menjadi kaum yang kritis dan mengedepankan musyawarah terhadap segala persoalan bangsa yang selanjutnya diharapkan mencarikan segala solusi dan arah perubahan demi perbaikan peradaban.
Nilai musyawarah dalam sila keempat pancasila juga akan membangkitkan para milenial apatis yang tidak peduli terhadap masalah-masalah bangsa dan negara. Nilai ini jugalah yang dapat membentuk paradigma kaum milenial menjadi paradigma yang dewasa untuk menjadi lebih bijaksana dan objektif dalam menilai sesuatu hingga memecahkan masalah.
Persoalan seperti provokasi, hoax, fitnah, dan sebagainya di media sosial maupun dunia nyata dapat ditanggulangi dengan menjadikan sila keempat ini sebagai paradigma dan falsafah hidup.
Internalisasi dan revitalisasi pada paradigma kaum milenial terhadap sila ke lima pancasila yang berbicara mengenai keadilan sosial bagi seluruh rakyat indonesia akan menciptakan generasi yang mengedepankan social justice dan berjuang demi keadilan. Kaum milenial yang memiliki paradigma ini akan menjadi anti terhadap segala bentuk ketidakadilan sekecil apapun itu.
Nilai inilah yang dapat mencegah bangsa ini dari perbuatan-perbuatan kotor dalam sosial dan politik seperti korupsi, suap, pengambilan kebijakan yang semena-mena dan bentuk ketidakadilan lainnya.
Nilai keadilan sosial inilah yang akan membentuk kaum milenial sebagai pejuang keadilan penentang segala bentuk ketidakadilan. Sehingga peran milenial sebagai iron stock, agent of change, dan social control dapat terealisasikan dengan adanya dorongan dari paradigma mengenai keadilan sosial.
Perlu diingat bahwasannya lima sila dalam pancasila tidak dapat berdiri sendiri dan tidak dapat dipisah-pisah internalisasi, revitalisasi, hingga implementasinya. Sila-sila tersebut tidak dapat dipisahkan secara hierarkis, numerik atau berdasarkan angka, maupun fungsional.
Artinya sila-sila dalam pancasila ada untuk saling menguatkan, saling mendukung, dan saling melengkapi terhadap sila yang satu dengan sila lainnya. Merupakan hal yang tidak mungkin bagi seseorang untuk dikatakan memiliki paradigma nilai ketuhanan apabila dia tidak menerapkan nilai kemanusiaan dan nilai etik-estetik dalam berperilaku.
Bagaimana mungkin seseorang dikatakan telah menerapkan nilai kemanusiaan apabila dia tidak menjalankan dan mengedepankan persatuan dalam hidup bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.
Selanjutnya bagaimana bisa seseorang dikatakan mencintai persatuan dan keutuhan apabila dia anti terhadap kepentingan umum dan menolak musyawarah bahkan lebih mengedepankan vested interest yang tertanam pada dirinya.
Last but not least, bagaimana mungkin seseorang dikatakan telah mengedepankan kepentingan umum dan mengedepankan prinsip musyawarah apabila dari hatinya enggan mewujudkan keadilan sosial bagi bangsanya. Demikianlah pancasila saling terhubung dan komplemen masing-masing silanya tanpa adanya pemisahan secara fungsional.