Umar tidaklah lari!
“Jika selain engkau wahai Abu Ubaidah pasti akan berkata demikian” sahut Umar sembari beranjak dari tempat duduknya.
Umar dengan tegasnya berkata, “Ya ! lari dari ketetapan Allah menjemput ketetapan Allah yang lain.” singkat namun cukup menjadi tamparan bagi yang menganggapnya pengecut.
Tidak ingin berhenti disitu, Umar memberikan sebuah permisalan.
“Bagaimana menurutmu jika engkau turun ke sebuah lembah, sisi yang satu subur sedang sisi lainnya gersang. Apabila engkau menggembala di lembah yang subur, maka engkau telah menggembala berdasarkan ketetapan Allah, dan apabila engkau menggembala di tanah yang gersang, bukankah itu berdasarkan ketetapan Allah juga?”. Begitu bijaksana khalifah Islam yang satu ini.
Memang segala sesuatu sudah Allah putuskan, tetapi apakah kita sebagai umat manusia yang dikaruniai Allah akal untuk berfikir berserah diri dalam bahaya begitu saja? Tentu tidak bukan, tentu orang akan memilih mana dari ketetapan Allah itu yang lebih baik baginya.
Abdurrahman bin Auf didatangkan esok harinya. Abdurrahman membenarkan ijtihad yang diungkapkan oleh Umar.
“Aku mengetahui tentang perkara ini”, kata Abdurrahman memulai pembicaraannya.
Aku pernah mendengar baginda Rasulullah bersabda, “Apabila kalian mendengar ada wabah di suatu negeri, maka janganlah mengunjunginya, namun apabila kalian terjebak didalamnya maka janganlah keluar agar kalian bisa kabur darinya (wabah)”.
Alhamdulillah dengan hadist ini, keraguan berubah menjadi keyakinan. Bagaimana mungkin para sahabat akan berdebat kembali setelah jelas perkaranya?
Maka Umar bersama rombongan pulang ke Madinah, Abu Ubaidah bersama pasukannya kembali ke Damaskus bersama rakyatnya menghadapi Tha’un.