Dalam hal ini, Pemerintah Pusat pun melakukan kesalahan, karena pengusiran yang telah dilakukan oleh Pemerintah Daerah tidak berkoordinasi dengan pemerintah pusat, sehingga lolos dari pengawasan.
Sebagaimana kita ketahui, pulau Rempang ini termasuk ke dalam Program Perencanaan Strategis Nasional (PSN) tahun 2023. Dikarenakan pulau Rempang tersebut termasuk ke dalam program PSN, maka Presiden Republik Indonesia Bapak Ir. Joko Widodo menunjuk menteri investasi dan Badan Koordinasi Penanaman Modal Bapak Bahlil Lahadalia sebagai penengah bagi permasalahan pulau Rempang. Tujuan penunjukkan ini, adalah menyelesaikan konflik dengan masyarakat dan teralokasikan dengan adil rencana relokasi masyarakat pulau Rempang ke kota Batam.
Menurut pendapat saya, penetapan Program Perencanaan Strategi Nasional (PSN) ini sudah sangat terlambat, dikarenakan perencanaan pembangunan Rempang Eco City sudah dilakukan oleh Pemerintah Daerah beserta pihak -- pihak swasta sejak 2004 silam. Oleh karena itu menurut pendapat saya, kejadian tanggal 7 september 2023 merupakan tanggung jawab pemerintah baik pemerintah pusat dan pemerintah daerah.
Setelah banyaknya faktor di atas ada juga faktor budaya yang perlu di perhatikan dalam proses perencanaan pembangunan kedua tempat tersebut. Faktor budaya yang saya maksud adalah cagar budaya di pulau rempang makam kuno para pendahulu pulau rempang, oleh karna itu kedua pembangunan tempat tersebut jangan sampai mengganggu sistem budaya yang ada di pulau rempang.Â
Sesuai dengan rencana pembangunan kedua tempat tersebut yang telah saya telusuri dari beberapa media, tidak menyebutkan bahwa cagar budaya dan makam kuno tersebut dipertahankan atau tidak. Sehingga menurut saya pembangunan yang akan dilakukan tersebut perlu menjelaskan tentang nasib cagar budaya dan makam kuno yang terdapat dipulau rempang tersebut.
Lalu menurut saya untuk penawaran penyelesaian yang ditawarkan oleh pemerintah pusat kepada masyarakat pulau rempang sangat tidak sesuai dengan mata pencarian dari penduduk pulau rempang itu sendiri. Dikarenakan penduduk pulau rempang tersebut sebagian besar bermata pencarian sebagai nelayan.Â
Sehingga dengan akan dibangunnya kedua tempat tersebut akan menghilangkan mata pencarian dari nelayan tersebut. Lalu disisi lain dengan uang kompensasi yang akan diberikan oleh pemerintah senilai Rp. 120.000.000 tersebut, termasuk sedikit dikarenakan harga bahan pokok dan kebutuhan lainnya yang dijual di kota batam lebih tinggi daripada harga bahan pokok dan kebutuhan lainnya di pulau rempang.
Kesimpulan akhir yang dapat saya berikan adalah terdapat banyaknya miskomunikasi yang terjadi pada pemerintah daerah, pemerintah pusat maupun masyarakat pulau rempang. Dikarenakan hal tersebut maka masyarakat pulau rempang menjadi korban. Sehingga perlu adanya diskusi lebih lanjut antara pemerintah daerah, pemerintah pusat, dan masyarakat secara terbuka atau transparan.Â
Diskusi tersebut perlu dilakukan secepatnya agar tidak terjadi miskomunikasi pemerintah dan masyarakat. Menurut saya dalam diskusi tersebut perlu adanya pembahasan tentang ganti rugi yang akan diberikan oleh pemerintah kepada masyarakat pulau rempang, yang secara berkeadilan.Â
Yang saya maksud berkeadilan adalah kompensasi rumah yang perlu diperbesar ukurannya dan juga uang yang sebelumnya ditawarkan sebanyak Rp. 120.000.000, perlu ditingkatkan menjadi Rp. 300.000.000 dikarenakan harga kebutuhan pokok yang berbeda dari daerah asal mereka yaitu pulau rempang dengan daerah tujuan mereka yaitu kota batam.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H