Mohon tunggu...
Muhamad Nuhrizal
Muhamad Nuhrizal Mohon Tunggu... Pengacara - Praktisi Hukum pada Kantor Hukum FIT LAW FIRM & PARTNERS

Menulis adalah sebagian dari diskusi

Selanjutnya

Tutup

Hukum Pilihan

Splitsing Dalam Perspektif Hukum Pidana: Apakah diperlukan? Dan Bagaimana Penerapan nya Pada Kasus Penadahan

13 Desember 2024   07:30 Diperbarui: 10 Desember 2024   20:47 24
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Hukum. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Dalam dunia hukum pidana, splitsing atau pemisahan perkara merupakan salah satu konsep yang penting dan sering diperdebatkan. Secara sederhana, splitsing mengacu pada pemisahan sebuah perkara pidana menjadi beberapa perkara yang lebih kecil, biasanya dengan tujuan untuk memberikan penanganan yang lebih spesifik terhadap setiap terdakwa atau aspek hukum yang terlibat. Meski demikian, penggunaan splitsing dalam praktik hukum pidana Indonesia perlu dipertimbangkan dengan seksama, karena berhubungan dengan keadilan dan efisiensi dalam sistem peradilan.

Muhammad Nuhrizal, S.H., seorang praktisi hukum yang berpengalaman, memberikan pandangan penting mengenai penerapan splitsing dalam konteks tindak pidana penadahan. Penadahan sendiri adalah tindak pidana yang terjadi ketika seseorang menerima atau memiliki barang hasil tindak pidana, baik dengan sengaja atau karena kelalaian, yang diatur dalam Pasal 480 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP).

Artikel ini akan mengulas tentang konsep splitsing dalam hukum pidana, bagaimana penerapannya dapat memastikan keadilan, serta pendapat Nuhrizal mengenai penerapan splitsing dalam kasus penadahan.

Apa Itu Splitsing dalam Hukum Pidana?
Splitsing dalam konteks hukum pidana merujuk pada pemecahan atau pemisahan perkara yang semula dianggap sebagai satu perkara besar menjadi beberapa perkara terpisah, baik berdasarkan jumlah terdakwa maupun perbedaan peran mereka dalam tindak pidana. Konsep ini sering digunakan dalam perkara yang melibatkan banyak terdakwa atau pelaku dengan peran yang berbeda dalam kejahatan yang sama.

Tujuan dari splitsing adalah untuk memastikan bahwa proses peradilan lebih terfokus pada masing-masing terdakwa, memungkinkan pengadilan untuk memutuskan dengan lebih tepat berdasarkan bukti yang ada, dan memberikan hukuman yang lebih proporsional terhadap tingkat keterlibatan setiap individu dalam tindak pidana tersebut.

Apakah Splitsing Diperlukan dalam Hukum Pidana?
Di dalam hukum pidana, keadilan tidak hanya didasarkan pada siapa yang terlibat dalam suatu tindak pidana, tetapi juga pada seberapa besar kontribusi atau peran setiap individu dalam kejahatan tersebut. Oleh karena itu, splitsing seringkali dianggap penting untuk memastikan bahwa proses peradilan tetap adil dan efisien, serta tidak mempersulit atau membingungkan proses pengadilan.

Beberapa alasan mengapa splitsing diperlukan dalam hukum pidana antara lain:

A. Keadilan Prosedural
Ketika beberapa orang terlibat dalam tindak pidana yang sama, namun dengan peran yang berbeda, splitsing memungkinkan masing-masing terdakwa untuk diadili sesuai dengan peran dan kontribusinya dalam tindak pidana tersebut. Hal ini menjamin bahwa mereka yang hanya berperan sebagai penadah atau pemberi informasi tidak diperlakukan dengan hukuman yang setimpal dengan pelaku utama.

B. Efisiensi Proses Hukum
Jika sebuah perkara melibatkan banyak terdakwa dengan peran yang beragam, maka splitsing dapat mengurangi beban pengadilan dan mempercepat proses hukum. Pemisahan perkara memungkinkan pengadilan untuk fokus pada fakta-fakta yang relevan dengan setiap terdakwa, serta meminimalisir komplikasi dalam pengadilan yang melibatkan banyak pihak.

C. Menghindari Penghakiman yang Tidak Proporsional
Dengan memisahkan perkara, seorang terdakwa yang hanya terlibat dalam tahap tertentu dari suatu tindak pidana, misalnya sebagai penadah, tidak akan mendapatkan hukuman yang setara dengan pelaku utama yang melakukan kejahatan tersebut. Oleh karena itu, splitsing bisa menjaga proporsionalitas hukuman dalam suatu perkara pidana.
Namun, meskipun splitsing dapat meningkatkan keadilan, ada beberapa tantangan yang harus dipertimbangkan, antara lain biaya dan waktu tambahan yang diperlukan untuk memproses perkara yang terpisah. Selain itu, splitsing juga harus dilakukan dengan teliti agar tidak menyebabkan ketidakpastian hukum atau inkonsistensi dalam keputusan pengadilan.

Pendapat Muhammad Nuhrizal, S.H. Tentang Penerapan Splitsing pada Kasus Penadahan
Muhammad Nuhrizal, S.H., yang dikenal sebagai praktisi hukum yang memiliki pengalaman dalam menangani berbagai kasus pidana, menyoroti pentingnya penerapan splitsing dalam kasus penadahan. Penadahan, yang diatur dalam Pasal 480 KUHP, adalah tindakan menerima atau memiliki barang yang diketahui atau patut diduga berasal dari hasil kejahatan. Nuhrizal berpendapat bahwa dalam kasus penadahan, penerapan splitsing sangat diperlukan, terutama ketika terdapat perbedaan tingkat keterlibatan antara pelaku utama kejahatan dan penadah.

Menurut Nuhrizal, dalam banyak kasus penadahan, terdakwa penadah sering kali tidak terlibat langsung dalam pelaksanaan tindak pidana, melainkan hanya membeli atau menyembunyikan barang hasil kejahatan. Dalam hal ini, splitsing dapat digunakan untuk memisahkan perkara antara pelaku utama (misalnya, pelaku pencurian atau perampokan) dengan penadah yang membeli atau menyembunyikan barang hasil kejahatan.

Contoh Penerapan Splitsing pada Kasus Penadahan
Misalnya, dalam kasus pencurian mobil, seorang pelaku utama mencuri kendaraan dan menjualnya kepada penadah. Penadah, dalam hal ini, hanya membeli mobil curian tanpa mengetahui sepenuhnya bahwa mobil tersebut adalah hasil tindak pidana. Jika perkara ini tidak dipisahkan, penadah mungkin akan diperlakukan sama dengan pelaku utama pencurian dan dikenakan hukuman yang setimpal dengan tindakan pencurian. Namun, dengan splitsing, perkara penadah akan dipisahkan, dan ia dapat dihukum sesuai dengan tingkat keterlibatannya, yang biasanya lebih ringan dibandingkan dengan pelaku pencurian.

Nuhrizal berpendapat bahwa pemisahan perkara ini akan memberikan keadilan yang lebih besar bagi penadah yang mungkin tidak memiliki niat jahat yang sama dengan pelaku utama. Jika perkara penadahan digabungkan dengan perkara pencurian, maka penadah bisa saja diperlakukan secara tidak adil, dengan hukuman yang lebih berat daripada yang seharusnya.

Selain itu, Nuhrizal juga menekankan pentingnya pemahaman yang jelas antara penadahan yang sengaja dilakukan dan penadahan karena kelalaian. Misalnya, seorang pembeli barang yang tidak menanyakan asal-usul barang bisa jadi tidak mengetahui bahwa barang tersebut adalah hasil kejahatan. Dalam hal ini, splitsing dapat membantu memisahkan antara penadah yang memang tahu atau patut menduga bahwa barang tersebut hasil kejahatan dengan mereka yang tidak mengetahui hal tersebut.

Kesimpulan
Splitsing dalam hukum pidana, terutama dalam kasus-kasus yang melibatkan banyak terdakwa dengan peran yang berbeda, merupakan alat yang efektif untuk memastikan bahwa proses peradilan berjalan lebih adil dan efisien. Dalam kasus penadahan, seperti yang diungkapkan oleh Muhammad Nuhrizal, S.H., splitsing sangat diperlukan untuk memisahkan antara pelaku utama yang melakukan kejahatan dan penadah yang hanya menerima atau membeli barang hasil kejahatan. Dengan demikian, hakim dapat memberikan hukuman yang proporsional sesuai dengan peran setiap terdakwa, tanpa mencampuradukkan tingkat keterlibatan yang berbeda.

Penerapan splitsing ini dapat memastikan bahwa keadilan ditegakkan dengan lebih tepat, sehingga sistem peradilan pidana tidak hanya menghukum, tetapi juga memberikan perlakuan yang lebih adil sesuai dengan kontribusi masing-masing pihak dalam tindak pidana yang terjadi. Meskipun demikian, penerapan splitsing harus dilakukan dengan hati-hati agar tidak menambah beban pada sistem peradilan atau menyebabkan ketidakpastian hukum bagi para pihak yang terlibat.

Dengan demikian, splitsing dalam hukum pidana memiliki peran yang sangat penting untuk menjaga keadilan dan efisiensi dalam proses peradilan, khususnya dalam perkara yang melibatkan penadahan dan tindak pidana yang kompleks lainnya.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun