Selanjutnya adalah tradisi yang dibawakan oleh masyarakat suku Jawa yang kemudian di peraktikan oleh suku lainnya pula, tradisi tersebut yaitu tradisi sungkeman yang dilakukan ketika memasuki bulan Lebaran. Menurut bapak Abdullah tradisi sungkeman yang dibawakan oleh masyarakat orang Jawa ini banyak sekali di terapkan tidak hanya pada sesama suku jawa tetapi juga dengan suku lainnya. karena dalam tradisi ini di nilai membawa nilai positif bagi yang menerapkannya. Maksud dari tradisi sungkeman ini adalah untuk saling bermaaf-maafan kemudian menjalin silaturahmi yang baik dan mempererat suatu hubungan dan lain sebagainya. oleh karena itu mengapa tradisi ini mendapat tanggapan positif sehingga di peraktikan oleh masyarakat suku sekitar.Â
Kemudian selanjutnya adalah tradisi yang dibawakan oleh masyarakat sulawesi selatan dan merambat ke suku lainnya seperti suku Jawa, Sumatra yang tinggal di kota Bontang. Jadi buras ini adalah sebuah makanan yang dibuat oleh masyarakat suku Bugis (sulawesi selatan) ketika datang bulan Lebaran. Menurut ibu Neli yang merupakan suku asli Bugis menerangkan bahwa, memang benar bahwa setiap bulan Lebaran baik lebaran Idul Fitri maupun Lebaran Idul Adha masyarakat suku bugis biasa membuat Buras untuk disajikan kepada tamunya. Bahkan makanan buras ini juga di perjual belikan di pasar ketika mendekati bulan Lebaran. Ibu Neli juga menjelaskan bagaimana dan bahan apa saja yang digunakan dalam membuat buras.
Yang perlu disiapkan dalam pembuatan buras adalah antara lain beras, santan dan juga daun pisang. Kemudian untuk pembuatan burasnya sendiri sama hal seperti menanak nasi, tetapi yang membedakannya adalah air yang digunakan dalam pembuatan buras ini diganti dengan air santan. Dan juga yang membedakannya adalah cara memasaknya, yang mana cara memasak buras ini dibungkus dengan daun pisang kemudian di rebus selama 3 jam lamanya.
Tidak hanya itu saja, ibu Neli juga menceritakan makanan selain buras yang mana makanan tersebut sudah banyak di jual belikan dipasar atau tempat lainnya. Bahkan sampai resep pembuatannya sendiri telah di ketahui oleh berbagai macam suku yang ada di kota Bontang. Nama makanan tersebut adalah kue perahu yang berasal dari suku bugis (sulawesi), tetapi nama asli dari kue perahu tersebut bukanlah kue perahu melainkan kue tetu, tetapi karena ciri khas dari kue tetu adalah karena wadahnya yang terbuat dari daun pisang dan daun pandan yang mana dari wadah tersebut membentuk sebuah bentuk yang menyerupakan perahu, sehingga dari bentuk wadah tersebutlah akhirnya banyak orang yang menyebut kue tetu sebagai kue perahu.
Dari berbagai tradisi Lebaran di kota Bontang menunjukkan kekayaan warisan budaya yang dibawa oleh berbagai suku dan masyarakat yang tinggal di sana. Tradisi Bontang, seperti suguhan, sungkeman, buras, dan kue perahu, menunjukkan bagaimana penduduknya berhasil mewujudkan keseimbangan budaya. Kira-kira dari semua tradisi tersebut, mana nih yang menarik pembaca? Tulis di kolom komentar ya....
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H