Mohon tunggu...
Muhamad Khabib
Muhamad Khabib Mohon Tunggu... Pegiat sosial Politik -

Jangan Apatis Terhadap Politik

Selanjutnya

Tutup

Money

Jokowi: Indonesia Tertinggal dari Vietnam, Rizal Ramli Beri Solusi

16 November 2017   18:45 Diperbarui: 16 November 2017   19:10 1218
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Kemarin pada tanggal 15 November 2017 ada hal menarik yang di sampaikan Presiden Joko Widodo ketika berpidato di acara pembukaan Rakernas partai Nasdem, yakni sikap Gentle Presiden Joko widodo yang mengakui bahwa Indonesia selama ini sudah tertinggal dari negara-negara tetangganya, seperti Singapura, Malaysia dan Vietnam. 

"Kita memiliki potensi besar, tapi kita juga harus menyadari bahwa kita ini sudah ditinggalkan oleh tetangga-tetangga kita. "Singapura, kita ditinggal. Malaysia, kita ditinggal. Vietnam, kita juga sudah kalah," kata Jokowi.

Kejujuran dan sikap Gentle Presiden Jokowi tersebut patut kita "Apresiasi"dua Jempol,walaupun di sisi lain kita sedih dan prihatin dengan tim ekonomi pemerintahan Jokowi saat ini, seperti Darmin Nasution, Sri Mulyani dan Rini Sumarno yang justru selama ini sering menutup-nutupi fakta tersebut, dan tim ekonomi itu tak mau jujur menyampaikan ke publik dan mengakui soal keterpurukan bangsa kita ini. 

Negara kita adalah negara yang mempunyai potensi Sumber Daya Alam (SDA) dan Sumber Daya Manusia (SDM) yang besar, namun sayangnya potensi-potensi besar tersebut tidak berbanding lurus dengan kemajuan dan kesejahteraan masyarakatnya. 

Jika melihat sejarah bangsa-bangsa di Asia dan di komparasikan dengan Indonesia saat ini, 40 tahun yang lalu negara-negara di Asia sama miskinnya dengan Indonesia. Singapura misalnya mendapatkan kemerdekaan pada tahun 1965, pada waktu itu 70% keluarga di Singapura miskin, angka pengangguran rata-rata 14%, dan pendapatan perkapitanya masih US$ 516. Namun paska kemerdekaan, pertumbuhan ekonomi Singapura sejak tahun 70-an sampai 1999 rata-rata 8%, sekarang hampir 80% penduduk Singapura adalah kelas menengah, pendapatan perkapita penduduknya US$ 87.100 / Tahun, pengangguran hanya sekitar 1%. 

Sementara itu negara Malaysia, memperoleh kemerdekaan pada tahun 1963, namun pertumbuhan ekonomi Malaysia sejak tahun 70 an hingga tahun 90 an rata-rata mencapai 8%. Pendapatan perkapita Malaysia sebesar US$ 27,200, sedangkan Vietnam pendapatan perkapitanya memang masih US$ 6.400, namun pertumbuhan ekonominya berturut-turut mencapai 6,5 hingga 7%, padahal Vietnam baru merdeka tahun 1975. Selisih 30 Tahun dengan Indonesia. dan menurut laman Bloomberg businessweek, Vietnam bakal menggantikan China menjadi Primadona Asia, Investasi Asing (FDI) Vietnam sudah mencapai US$ 12,35 M. 

Faktanya, bangsa kita memang terus tertinggal dengan bangsa-bangsa lainnya. Menurut presiden Joko Widodo dalam pidato di Rakernas Partai Nasdem tersebut , Yang menyebabkan Indonesia tertinggal dari Singapura, Malaysia, dan Vietnam adalah karena faktor produktivitas, etos kerja, dan pola pikir. 

Dulu di awal-awal pemerintahannya, Presiden Joko Widodo pernah menyampaikan pidato sambutan di acara peringatan 60 tahun KAA di JCC (22/4/2015) Jakarta, bahwa keberadaan lembaga keuangan dunia seperti Bank Dunia, IMF dan ADB tidak bisa lagi diandalkan untuk menyelesaikan masalah perekonomian bangsa. "Ada pandangan bahwa persoalan ekonomi dunia hanya dapat diselesaikan oleh Bank Dunia, IMF dan ADB. Itu adalah pandangan yang usang dan perlu di buang". Kata Jokowi dalam Pidato tersebut. 

Namun sayangnya, satu tahun setelah pidato Presiden Jokowi tersebut berlalu, yang terjadi justru sebaliknya, orang orang yang selama ini dikenal sebagai kaki tangan utama Bank Dunia justru merangsek masuk di lingkaran kekuasaan pemerintahan Joko Widodo, dia adalah Si Mulyani Indarwati yang menjabat sebagai Menteri Keuangan RI dan dikenal sebagai tokoh utama Neoliberalisme Indonesia saat ini. 

Selain itu Darmin Nasution yang bernalar Neolib juga masuk sebagai Menko Perekonomian, dan Rini Sumarno dengan agenda Liberalisme aset-aset strategis negara yang menguasai hajat hidup rakyat telah menjabat sebagai Meneg BUMN. Jangan kaget kalau akhir-akhir banyak aset-aset negara strategis yang mestinya dikelola negara untuk kesejahteraan rakyat berencana akan di jual, seperti bandara, jalan tol dan pelabuhan-pelabuhan. 

Luluh lantah sudah agenda besar Tri Sakti dan Nawa Cita Presiden Joko Widodo, pertumbuhan ekonomi 7 % yang pernah dijanjikan Presiden Joko Widodo juga tak pernah terwujud alias jadi angin lalu belaka. Tri Sakti dan Nawa Cita Joko Widodo jadi bahan cibiran rakyat, banyak analis politik menilai elektabiitas Presiden Joko Widodo Menurun akibat gagalnya pemerintahan Joko Widodo dalam menepati janji-janji kampanyenya itu. 

Yang menarik dari problem itu semua, ada gagasan dan solusi cerdas yang di sampaikan oleh mantan menteri di era Jokowi yang kita kenal dengan Jurus "Rajawali Ngepret" dan Jurus "Rajawali Bangkit". Dia adalah begawan ekonomi Dr. Rizal Ramli. Menurut Dr. Rizal Ramli atau yang akrab di panggil RR, Indonesia akan sangat sulit untuk maju jika jalan ekonominya masih memakai jalan ekonomi Neoliberal ala Bank Dunia. Walaupun pemerintahan Jokowi juga sudah mengusahakan pembangunan infrastruktur untuk mengejar ketertinggalan itu. Dan RR sendiri juga sangat apresiatif dengan program infrastruktur Jokowi dengan konsep Indonesia Sentris, bukan Jawa Sentris tersebut. 

"Kebijakan Presiden Jokowi sudah tepat, karena pembangunan tidak hanya berlangsung di Pulau Jawa. Artinya, Jokowi ingin bangun Indonesia sentris, enggak hanya Jawa sentris," Kata RR. 

Namun RR menilai jalan ekonomi Neoliberal ala Bank Dunia yang dicerminkan dengan kebjakan super konservatif yang ditempuh Menteri Keuangan Sri Mulyani saat ini adalah biang keladi dari pelemahan daya beli masyarakat saat ini. "Kalau kebijakan ekonomi super konservatif, otomatis pertumbuhan ekonomi akan turun, dan daya beli akan anjlok." Kata RR (15/10/2017). RR melihat kebijakan perekomonian sekarang yang super konservatif adalah upaya pengetatan kebijakan moneter dan fiskal oleh Sri Mulyani seperti pengetatan anggaran. "Setiap kebijakan pengetatan  (austerity) pasti akan memperlambat pertumbuhan ekonomi,''. 

Badan Moneter Internasional atau International Monetary Fund (IMF) baru-baru ini juga telah memangkas proyeksi pertumbuhan ekonomi Indonesia menjadi 5,1% di tahun ini. Proyeksi ini lebih rendah dari proyeksi Oktober lalu yang sebesar 5,2%. Ini membuktikan bahwa pertumbuhan ekonomi Indonesia bakal sulit bangkit. Upaya tim ekonomi pemerintahan Jokowi yang beralasan "anomali", "karena faktor global" dan alasan-alasan lainnya tak pelak berbuah cibiran yang berujung menggerogoti kewibawaan pemerintahan Joko Widodo sendiri. 

Selain itu, belum lagi soal membengkaknya Utang di era pemerintahan Jokowi ini. Pengamat ekonomi, Ichsanuddin Noorsy bahkan meyakini jika utang luar negeri Indonesia per Juni 2017 lalu telah mencapai Rp 4.364,767 Triliun. Membengkak 2000 Trilliun selama pemerintahan Joko Widodo. 

Menurut RR, untuk menggenjot pertumbuhan ekonomi dari 5 persen ke 6,5 persen dalam waktu kurang lebih 2 tahun ini masih sangat mungkin dilakukan pemerintahan Joko Widodo, asalkan kebijakan yang diambil tidak menggunakan pakem ekonomi neoliberal ala Bank Dunia. 

Di antara cara menggenjot pertumbuhan ekonomi itu adalah dengan cara memompa perekonomian, tapi bukan dengan anggaran, melainkan dengan skema Build Operate Transfer (BOT) dan Build Own Operate (BOO), selain itu dipompa juga dengan revaluasi asset, juga dengan sekuritisasi asset, sehingga ada mesin pertumbuhan lain di luar APBN, terutama di luar pulau Jawa. 

Kemudian menurut RR, solusi yang lain adalah dengan memompa daya beli. Salah satunya dengan merubah sistem impor yang selama ini memakai sistem kuota di ubah dengan skema tarif. Jadi siapa bisa impor asalkan menggunakan tariff guna melindungi industri dalam negeri. Selain itu juga dengan menggenjot laju kredit yang hanya tumbuh 10 persen saat ini menjadi 15-17 persen. Kemudian kebijakan-kebijakan terobosan lainnya (Out Of The Box) yang diluar pakem kebijakan Neoliberal ala Bank Dunia. 

Itulah beberapa solusi jitu jurus RR yang di tawarkan pemerintahan Joko widodo untuk memperbaiki carut marut perekonomian bangsa selama ini. Pergantian Tim Ekonomi pemerintahan Joko Widodo seperti Sri Mulyani, Darmin Nasution dan Rini Sumarno yang berhaluan Neoliberal menjadi sebuah keharusan agar negara kita mampu bersaing dengan negara-negara tetangga lainnya seperti Singapura, Malaysia dan Vietnam. Inilah solusi (Back to Tri Sakti dan Nawa Cita) yang sesungguhnya. 

Selamat Bekerja Presiden Joko Widodo, Back to Tri Sakti dan Nawa Cita. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun