Misalnya saja terkait kritik menko RR soal rencana pembangunan proyek listrik 35.000 mw dalam waktu 5 tahun pemerintahan Jokowi. Menurut berbagai kajian dan fakta-fakta di lapangan, jelas target proyek tersebut tidak masuk akal, sehingga wajar jika menko RR meminta menteri ESDM, Sudirman Said agar merevisi target tersebut. Namun apa jadinya jika niat baik demi rakyat, bangsa dan Negara itu justru dihambat oleh wapres JK sendiri, bahkan Sofyan Wanandi pun ikut-ikutan.
Maka wajar jika kemudian rakyat bertanya-tanya, apa maksud wapres JK bereaksi keras soal listrik 35.000 mw itu, apakah karena dia, keluarga dan teman-temannya banyak melakukan bisnis di sektor kelistrikan itu? Tentu jawabannya iya.
Kemudian ada contoh lain lagi, yakni soal ramai-ramai kasus kontrak Karya (KK) PT. Freeport. Dimana perseteruan antara menteri ESDM Sudirman Said dengan Setyo Novanto yang kemudian terkenal dengan kasus “papa minta saham”.
Menko RR pun menanggapi kisruh itu dengan enteng dan mengatakan jika hal itu hanyalah pertarungan antar geng yang saling berebut kue. Rakyatpun menerjemahkan statement RR tersebut sebagai pertarungan antara kubu JK versus Kubu Setya Novanto (SN).
Dalam kasus tersebut, kebusukuan geng Setyo Novanto cs pun akhirnya terbongkar, SN pun mengundurkan diri dari ketua DPR, dan sohibnya Muh Riza Chalid pun kabur. Namun jelang beberapa lama, kebusukan JK pun terbongkar, ternyata keluarga JK Diam-diam melakukan pertemuan dengan bos PT Freeport waktu itu, Jim Bob alias James R Moffet. keluarga JK itu adalah Aksa Mahmud Jusuf ipar JK, dan Erwin Aksa keponakan JK. Konon pertemuan tersebut terkait upaya memuluskan kontrak kerya PT Freeport yang akan habis pada 2021.
Itulah beberapa catatan yang berhasil mengemuka kepublik tingkah laku kekuasaan JK melalui keluarganya, dan masih banyak contoh-contoh lain yang dapat kita pastikan bahwa perilaku JK adalah perilaku PengPeng. Belum lagi soal dugaan nepotisme proyek anak JK dengan pertamina dan skandal panama papers.