Penciptaan yang Bukan sia-sia
Manusia adalah makhluk yang sangat sempurna daripada makhluk yang lainnya. Dengan diberinya alat untuk berfikir membuat dirinya lebih istimewa dan itulah yang menjadi ciri khas dalam diri manusia. Alat tersebut dapat mengantarkan manusia pada derajat yang lebih tinggi dari malaikat, juga bisa mengantarkannya pada derajat yang lebih rendah dari binatang.
Diberinya alat tersebut, manusia menjadi salah satu makhluk yang siap untuk memikul agama setelah Tuhan menawarkan agama-Nya kepada gunung, matahari, dan yang lainnya. Manusia menerima sebuah taklif dari-Nya hingga dalam nash ia dikategorikan sebagai makhluk yang bodoh karena penerimaannya untuk beragama.
Pada dasarnya, Agama menjadi sebuah tata-pengatur dalam tindakan manusia di kehidupan ini, yang mana dengannya saling menopang dan menselaraskan anatar agama dan akal manusia untuk mengantarakannya pada Tuhannya, serta menjadikannya Insan Kamil (manusia sempurna).
Dalam suatu Agama sudah semestinya terdapat dogma-dogma yang harus diyakini olehnya, sebagaimana dalam pembicaraannya Murtadha Muthahhari bahwa fitrah manusia itu cenderung untuk beragama, ia sudah terpatri dalam fitrahnya untuk menerima taklif tersebut. Ia juga mengatakan bahwa fitrah manusia itu cenderung bertuhan, hingga manusia tak terlepas akan pencariannya terhadap Tuhan Sejati.
Mengenai dasar-dasar keagamaan atau disebut dengan Usshuluddin, sudah semestinya akan adanya tiga prinsip dalam beragama, yakni Tauhid, Kenabian, dan Hari Pembalasan. Tauhid  adalah salah satu asas yang harus dipertahankan dalam beragama. Manusia harus menemukan Tuhannya yang Sejati, tuhan yang tidak ada duanya bahkan mustahil akan ke-ada-annya tuhan yang lain. Ia meyakini bahwa Tuhan itu adalah Esa.Â
Sebagai konsekuensi logis sangat tidak mungkin apabila pengaturan alam yang indah ini diatur dan diciptakan oleh dua tuhan, yang mana dengan adanya dua tuhan akan saling bertabrakan dan menunjukkan bahwa tuhan itu terbatas. Maka dari itu, keyakinan akan ketidak terbatasannya Tuhan menunjukkan bahwa Tuhan itu Esa.
Kenabian adalah asas kedua yang harus diyakini dalam setiap agama. Ia adalah sebagai makhluk pembawa agama dan risalah-Nya agar bisa direalisasikan oleh manusia itu sendiri. Ini juga sudah menjadi keharusan bagi Tuhan untuk menciptakan nabi-nabi, karena hanya mereka yang mampu menerimanya sebagai asistant Tuhan. Mereka adalah pembimbing manusia agar mengetahui bagaimana cara beragama dan bagaimana ia berkomunikasi dengan Tuhannya lewat tata-pengatur (agama) tersebut.Â
Adapun Hari Pembalasan atau hari kiamat adalah asas ketiga yang sangat penting dalam beragama itu sendiri. Sudah semestinya manusia harus meyakini hari pembalasan, akan tetapi hal ini dari sejak dahulu sampai sekarang banyak diselewengkan oleh manusia, bahkan dianggap sebagai suatu hal yang mustahil akan terjadi. Seperti keyakinan yang dianut oleh kaum materialisme yang meyakini bahwa manusia itu hidup berjalan menuju kehancuran dan kematian adalah akhri dari segalanya, karena alam inu muncul dengan sendirinya tanpa ada yang menciptakan, oleh karena itu mereka mengingkari hari pembalasan.Â
Prinsip ini mengajak manusia agar mengetahui dan meyakini bahwa setelah ia dimatikan di dunia kemudian dikubur di dalam tanah akan dibangkitkan kembali oleh-Nya. Hal ini merupakan suatu hal yang sangat logis, dengan tingkah laku dan perbuatan manusia ketika di dunia menuntut akan adanya pembalasan, entah itu perbuatan baik ataupun buruk. Jika hal ini tidak terjadi, maka sia-sialah manusia diciptakan oleh Tuhan.Â
Tuhan menciptakan semua ini disertai dengan tujuan. Ia ingin manusia sempurna kembali kepada-Nya dengan tata-pengaturan yang dibawa oleh para nabi. Yang menjadi perhatian penulis bahwa keyakinan yang ketiga ini sangat banyak disinggung oleh Nash. Itu menunjukkan bagaimana perhatian Tuhan kepada manusia untuk meyakininya bahwa itu benar-benar akan terjadi dan akan terbukti.