Mohon tunggu...
Muhamad Iqbal Al Hilal
Muhamad Iqbal Al Hilal Mohon Tunggu... Mahasiswa - Freelance Writer

Penulis berkonsentrasi pada isu sejarah, politik, sosial ,ekonomi, hiburan dan lain sebagainya

Selanjutnya

Tutup

Halo Lokal Pilihan

Jelang Hari Jadi ke-345, Pemkab Cianjur Masih Enggan Peduli terhadap Peninggalan Bersejarah

7 Juli 2022   13:43 Diperbarui: 7 Juli 2022   14:12 819
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Masjid Agung Cianjur dan Alun-alun Cianjur/Foto: Media Indonesia 

(07/07/2022)- Cianjur daerah penghubung DKI Jakarta dan Kabupaten Bandung Barat, sudah sejak lama dikenal sebagai wilayah yang strategis, subur dan memiliki peranan yang sangat penting dalam lintasan sejarah Indonesia bahkan jauh sebelum kemerdekaan Indonesia di tahun 1945.

Kabupaten yang didirikan oleh Raden Aria Wira Tanu Datar I ( Dalem Cikundul) sendiri sejatinya didirikan sebagai upaya untuk memberikan kepercayaan Raden Aria Wangsa Goparana,terhadap putranya untuk membuka pemukiman baru di sekitar daerah Sungai Cikundul, Cikalong Kulon. Namun keberadaan pemukiman sendiri tidak terpusat hanya di daerah itu semata melainkan juga berada di daerahnya lainnya yakni Cijagang yang berada didekat aliran yang sekarang masuk Bendungan Cirata.

Secara de jure wilayah yang dipimpin oleh Dalem Cikundul, sebetulnya masuk wilayah Kerajaan Mataram Islam, namun uniknya secara de facto wilayah ini justru masuk ke dalam wilayah Kesultanan Cirebon. Pada akhirnya Jayasasana diberikan gelar Raden Aria Wira Tanu dan menjadi bawahan dari Mataram Islam karena Kesultanan Cirebon kala itu menjadi bawahan dari Mataram.

Meskipun demikian, sebetulnya sekitar bulan Februari 1677 Cianjur sudah berada dibawah VOC atau kongsi dagang Hindia-Belanda namun karena saat itu VOC belum mampu menguasai wilayah Cianjur maka secara otonom diserahkan kepada Mataram dan Dalem Cikundul.

Pada tanggal 2 Juli salah satu bangsawan dari Mataram, bernama Trunojoyo melakukan penyerangan terhadap Istana Cirebon di,Plered sementara itu, Amangkurat I beserta Mas Rahmat melarikan diri sehingga pada akhirnya menyebabkan banyak wilayah bawahan dari Kesultanan Mataram yang melepas diri termasuk Cianjur yang dipimpin oleh Raden Aria Wira Tanu Datar I. Akibat berita yang baru didapatkan oleh Cianjur satu Minggu kemudian 12 Juli 1677 maka secara resmi Cianjur pun berdiri dan tanggal ini pun, ditetapkan sebagai lahirnya daerah yang disebut sebagai penghasil Beras Pandan Wangi tersebut.

Kembali ke pokok persoalan, di tahun 2022 Pemerintah Daerah Kabupaten Cianjur, memperingati Hari Jadi Cianjur Ke- 345 tahun depan berbagai macam kegiatan mulai dari lowongan pekerjaan secara massal, lomba fashion show, bazaar dan lain sebagainya. Namun mirisnya Pemkab seolah tutup mata perihal segala sesuatu yang menyangkut sejarah Cianjur.

Misalnya saja bangunan bersejarah banyak yang dibongkar dan dialihfungsikan,ada yang dibiarkan terbengkalai bahkan Cianjur dibawah kepemimpinan Bupati Herman Suherman, tidak memiliki sebuah museum sama sekali.

Ketimbang memperhatikan peninggalan sejarah daerahnya sendiri, Bupati-bupati Cianjur era sekarang justru sibuk membangun tugu-tugu semata namun esensi dari nilai sejarah dan bagaimana sejarahnya tidak banyak diketahui oleh warga aslinya sendiri.

Pendopo Bupati Cianjur/Foto: Bisnis.com
Pendopo Bupati Cianjur/Foto: Bisnis.com

Sebelumnya, kabupaten ini memiliki museum yang diberinama Museum Budaya, namun sayangnya berbagai alasan mulai karena alasan kurang peminat, untuk keperluan lahan parkir pejabat justru museum ini akhirnya digusur dan sampai sekarang Cianjur belum mempunyai museum sendiri seperti daerah lainnya di Jawa Barat.

Memang betul ada Museum Bumi Ageung yang merupakan rumah pribadi dari Bupati Cianjur ke-10 R.A.A Prawiradiredja II namun bangunan ini sendiri belum memiliki landasan hukum sebagai museum karena belum menjadi sebuah museum secara hukum.

Museum Bumi Ageung/Foto: Dokpri Muhamad Iqbal Al Hilal 
Museum Bumi Ageung/Foto: Dokpri Muhamad Iqbal Al Hilal 

Namun keturunan langsung dari Prawiradiredja II mengelola sendiri bangunan ini sejak tahun 2017 sebagai Museum Bumi Ageung Cikidang, Pemkab Cianjur juga sering mengarahkan bagi yang ingin mengetahui sejarah Cianjur untuk datang ke tempat ini, dan justru bukannya mendirikan museum kembali.

Bahkan mirisnya sebuah Tugu di pinggir Sungai Cisokan yang persisnya diperbatasan Kecamatan Sukaluyu dan Kecamatan Ciranjang, Cianjur tersebut diselimuti oleh semak belukar. Pemkab Cianjur justru enggan membersihkan dan menjadikannya sebagai objek wisata dan lebih memilih membangun sebuah tugu pesawat terbang di depan Pasar Gelanggang Ciranjang.

Tugu Pertempuran Ciranjang/Foto: Penakuid
Tugu Pertempuran Ciranjang/Foto: Penakuid

Padahal dalam sejarah Indonesia seperti dijelaskan dalam buku Perang Konvoi Sukabumi- Cianjur 1945-1946 secara singkat dijelaskan bahwa Ciranjang dan Cisokan merupakan salah satu akses penting dan banyak perlawanan baik dari pahlawan seperti Gatot Mangkoepraja, Mochamad Ali dan Tentara Keamanan Rakyat bersama pasukan Hizbullah-Sabillah serta masyarakat umum saling bahu-membahu melawan pasukan Inggris dan Pasukan Gurkha yang merupakan sekutu dari NICA justru kini tugu tersebut dibiarkan tidak terurus begitu saja.

Berbagai manuskrip,buku ataupun berbagai catatan sejarah dari daerah yang dua kali mendapatkan penghargaan Adi Pura tersebut, sangat sedikit yang dimiliki oleh Pemerintah Kabupaten Cianjur. Sehingga pada akhirnya, banyak masyarakat termasuk generasi mudanya tidak tahu sejarah dari daerahnya sendiri.

Revitalisasi bangunan bersejarah hanya dilakukan di Cianjur Kota seperti bangunan Kantor Pos, Stasiun Cianjur, Pendopo Bupati Cianjur, Masjid Agung dan Alun-alun dan Gunung Padang,Makam Dalem Cikundul.  Sementara kecamatan lainnya, hanya Istana Cipanas yang terawat baik dan sisanya kurang terawat.

Seharusnya Pemkab Cianjur beserta lembaga terkait seperti Badan Perlindungan Cagar Budaya ( BPCB) dan Dinas Pariwisata serta para Sejarawan asal Cianjur diberikan kesempatan atau ruang agar berbagai peninggalan sejarah di Cianjur bisa terawat dengan baik dan bisa dipertahankan atau dijaga agar anak cucu kita masih bisa melihat peninggalan sejarah dari Kabupaten Cianjur yang berusia 435 tahun ini.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Halo Lokal Selengkapnya
Lihat Halo Lokal Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun