Dalam TAP MPRS/ XXV/1966 yang dilarang adalah paham atau ideologinya bukan keturunannya. Seperti dilansir dari KompasÂ
TAP MPRS XXV/1966 mengatur tentang "Pembubaran Partai Komunis Indonesia, Pernyataan Sebagai Organisasi Terlarang di Seluruh Wilayah Negara Republik Indonesia bagi Partai Komunis Indonesia dan Larangan Setiap Kegiatan untuk Menyebarkan atau Mengembangkan Faham atau Ajaran Komunis/Marxisme-Leninisme".
Jadi pada dasarnya polemik yang terjadi di tengah masyarakat merupakan stigma yang sudah tertanam sejak 1965 yang merasa trauma dari peristiwa tersebut sekaligus pula di doktrin melalui film bertema PKI yang dibuat oleh Perum Produksi Film Negara ( PPFN).
Saya rasa dibalik adanya pro kontra di masyarakat Jenderal Andika Perkasa, justru ingin agar semua masyarakat Indonesia mendapatkan kesetaraan yang sama sesuai dengan sila terakhir Pancasila yaitu " Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia".
Dan dari sini pula bisa dilihat bahwa masyarakat Indonesia masih perlu belajar banyak untuk menyikapi peristiwa bersejarah dan dalam peristiwa sejarah harus dilihat dari berbagai sisi agar lebih jeli sekaligus lebih paham mengenai segala sesuatu peristiwa masa lampau yang berguna bagi masa kini dan masa depan sebagai sebuah pembelajaran agar tidak mudah dipecah belah oleh oknum-oknum yang tidak bertanggungjawab.
Jangan selalu dikaitkan dengan PKI, karena tidak ada seorangpun di dunia ini yang bisa memilih untuk dilahirkan dan memilih orangtuanya sendiri. Jadikan pernyataan Jenderal Andika Perkasa sebagai momentum rekonsiliasi atau saling memaafkan namun tidak melupakan peristiwa sejarahnya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H