(30/03/2022)- Usulan untuk memperpanjang masa jabatan presiden menjadi tiga periode sebenarnya sudah sejak tahun 2019 disuarakan oleh sejumlah tokoh dan simpatisan Jokowi- Ma'ruf yang menyebut bahwa jabatan presiden bisa saja diperpanjang dengan mengamandemen UUD 1945.
Berselang hampir dua tahun isu ini kembali muncul ke permukaan yaitu oleh Ketua Umum Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) Muhaimin Iskandar, Ketua Umum Partai Golongan Karya Airlangga Hartarto dan Ketua Umum Partai Amanat Nasional (PAN) yang mengusulkan bahwa jabatan presiden diperpanjang lima tahun ke  depan dengan alasan pemulihan pasca pandemi Covid-19.
Sebelumnya pada tahun 2019 Jokowi sempat marah saat dituding berencana untuk memperpanjang masa jabatan presiden menjadi tiga periode
Dilansir dari CNN Indonesia "Ada yang ngomong presiden dipilih tiga periode. Itu ada tiga [maknanya] menurut saya: Satu, ingin menampar muka saya; yang kedua ingin cari muka, padahal saya sudah punya muka; yang ketiga ingin menjerumuskan," kata Jokowi saat berbincang dengan wartawan di Istana Merdeka, Jakarta, Senin (2/12/2019.
Namun dua tahun kemudian ia justru melontarkan sebuah pernyataan yang memiliki arti mengiyakan namun secara tidak langsung. Saya rasa presiden sengaja melakukan tersebut karena ingin memberikan semacam janji palsu untuk para tokoh yang ngotot memperpanjang masa jabatan presiden yang menurut aturan maksimal 10 tahun atau selama dua periode.
"Tidak pernah terlintas dalam pikiran pemerintah sedikitpun bahwa dengan mengatasnamakan pandemi covid 19 pemerintah dengan sengaja menempuh langkah-langkah dan cara cara bikin inkonstitusional, menabrak prosedur dan nilai-nilai demokrasi konstitusional," kata Jokowi dikutip melalui siaran langsung saluran YouTube Sekretariat Presiden, Kamis (10/02/2022).
Jika melihat kebelakang sebenarnya ada alasan khusus kenapa partai pengusungnya yaitu Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan ( PDIP) enggan memperpanjang jabatan presiden, bagi saya dikarenakan adanya semacam kenangan buruk mengenai lengsernya Presiden Soekarno tahun 1966 karena ditolaknya Laporan Pertanggungjawaban Nawaksara dan diperparah oleh lahirnya Surat Perintah Sebelas Maret ( Supersemar).
KETETAPAN MAJELIS PERMUSYAWARATAN RAKYAT SEMENTARA REPUBLIK INDONESIA
NOMOR III/MPRS/1963 TAHUN 1963
TENTANG PENGANGKATAN PEMIMPIN BESAR REVOLUSI INDONESIA BUNG KARNO MENJADI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA SEUMUR HIDUP
Pasal 1
Dr. Ir. HAJI SOEKARNO (BUNG KARNO) Pemimpin Besar Revolusi Indonesia, yang kini menjabat Presiden Republik Indonesia, dinyatakan dengan karunia Allah untuk menjadi PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA SEUMUR HIDUP.
 11 Maret 1966 yang membuat Soekarno secara sukarela mau tidak mau menyerahkan kekuasaan kepada Soeharto. Padahal sebelumnya Majelis Permusyawaratan Rakyat Sementara ( MPRS) menetapkan Soekarno sebagai presiden seumur hidup namun kemudian, dicabut karena dianggap gagal mengahadapi G30S tahun 1965, dan gagalnya ekonomi. Dimana inflasi terjadi sekitar 600% selama Soekarno menjabat.
Sementara itu, Soeharto selepas diangkat menjadi Presiden Republik Indonesia tahun 1967 mulai bersikap seenaknya sesuai wewenang yang diembannya. Dari pemilu 1971-1997 yang melanggengkan kekuasaan Soeharto, yang tidak jauh berbeda dengan Soekarno.
Selama hampir 32 tahun berkuasa Pak Harto nyatanya terus bertengger di puncak kekuasaan dengan menyelewengkan berbagai aturan dan Kebijakan hanya demi mencukupi keluarganya. Selain itu, hadirnya demo besar-besaran oleh mahasiswa, pangan naik dan tidak stabil,kurs Rupiah melemah dan lain sebagainya.
Di masa jatuhnya Soekarno aksi serupa juga terjadi yang menewaskan salah satunya adalah Arief Rahman Hakim seorang mahasiswa di Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Pada masa ini tepatnya tahun 1966 rakyat bukan hanya dihadapkan pada keputusan yang dikeluarkan oleh MPRS, namun juga memiliki kemiripan antara peristiwa tahun 1966 dan 1997.
Permasalahan umumnya adalah adanya kesamaan termasuk di era Presiden Jokowi, yang memiliki segudang prestasi sekaligus kontroversinya. Mantan Gubernur DKI Jakarta ini, memang bisa dikatakan sukses membangun Indonesia mulai dari perkotaan sampai wilayah terpencil terutama di daerah perbatasan dan daerah Timur Indonesia.
Kontroversi yang sering muncul pada kepemimpinannya ayah dari Gibran Rakabuming Raka ini, sebenarnya pada bidang politik dan ekonomi. Pada politik seringkali terjadi semacam gonjang-ganjing dan ketidakadilan dalam pemilihan pembantu presiden seperti yang terjadi tahun 2019 yang lalu.
Sementara itu,pada sektor ekonomi terjadi kenaikan dan kelangkaan berbagai kebutuhan bahan pokok kebutuhan sehari-hari seperti minyak goreng sejak Januari tahun ini.
Isu penggulingan pemerintahan oleh sejumlah tokoh oposisi juga diserukan sebut saja seperti Amien Rais, Mantan Panglima TNI Gatot Nurmantyo, Matan Ketum Muhamadiyah Din Syamsuddin, putri dari Bung Hatta Meutia Hatta, Ahli intelektual Rocky Gerung dan lain sebagainya. Hal ini hampir saja terjadi karena pada tahun 2019 tagar 2019 ganti presiden sempat mengemuka. Namun rupanya rencana tersebut gagal dilakukan.
Saya rasa Presiden Jokowi, harus berhati-hati dalam menentukan sikap politik mengenai perpanjangan masa jabatan menjadi periode jika tidak ingin bernasib sama seperti Soekarno dan Soeharto. Jika ia bisa menepati janjinya pada tahun 2019 untuk tidak menuruti pihak-pihak yang ingin memperpanjang masa jabatannya saya apresiasi dan bangga akan konsistensinya. Namun jika tidak konsisten saya akan sangat menyayangkan karena akan merusak citra buruk beliau dalam catatan sejarah pemerintahan di Indonesia.
Pasal 7 UUD 1945 setelah Amandemen Tahun 2002
Presiden dan Wakil Presiden memegang jabatan selama lima tahun, dan sesudahnya dapat dipilih kembali dalam jabatan yang sama, hanya untuk satu kali masa jabatan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H