Mohon tunggu...
Muhamad Iqbal Al Hilal
Muhamad Iqbal Al Hilal Mohon Tunggu... Mahasiswa - Freelance Writer

Penulis berkonsentrasi pada isu sejarah, politik, sosial ,ekonomi, hiburan dan lain sebagainya

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Isu Tiga Periode Semakin Kencang, Jokowi Perlu Belajar dari Soekarno dan Soeharto

30 Maret 2022   19:11 Diperbarui: 30 Maret 2022   19:17 1672
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sementara itu, Soeharto selepas diangkat menjadi Presiden Republik Indonesia tahun 1967 mulai bersikap seenaknya sesuai wewenang yang diembannya. Dari pemilu 1971-1997 yang melanggengkan kekuasaan Soeharto, yang tidak jauh berbeda dengan Soekarno.

Selama hampir 32 tahun berkuasa Pak Harto nyatanya terus bertengger di puncak kekuasaan dengan menyelewengkan berbagai aturan dan Kebijakan hanya demi mencukupi keluarganya. Selain itu, hadirnya demo besar-besaran oleh mahasiswa, pangan naik dan tidak stabil,kurs Rupiah melemah dan lain sebagainya.

Di masa jatuhnya Soekarno aksi serupa juga terjadi yang menewaskan salah satunya adalah Arief Rahman Hakim seorang mahasiswa di Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Pada masa ini tepatnya tahun 1966 rakyat bukan hanya dihadapkan pada keputusan yang dikeluarkan oleh MPRS, namun juga memiliki kemiripan antara peristiwa tahun 1966 dan 1997.

Permasalahan umumnya adalah adanya kesamaan termasuk di era Presiden Jokowi, yang memiliki segudang prestasi sekaligus kontroversinya. Mantan Gubernur DKI Jakarta ini, memang bisa dikatakan sukses membangun Indonesia mulai dari perkotaan sampai wilayah terpencil terutama di daerah perbatasan dan daerah Timur Indonesia.

Kontroversi yang sering muncul pada kepemimpinannya ayah dari Gibran Rakabuming Raka ini, sebenarnya pada bidang politik dan ekonomi. Pada politik seringkali terjadi semacam gonjang-ganjing dan ketidakadilan dalam pemilihan pembantu presiden seperti yang terjadi tahun 2019 yang lalu.

Sementara itu,pada sektor ekonomi terjadi kenaikan dan kelangkaan berbagai kebutuhan bahan pokok kebutuhan sehari-hari seperti minyak goreng sejak Januari tahun ini.

Isu penggulingan pemerintahan oleh sejumlah tokoh oposisi juga diserukan sebut saja seperti Amien Rais, Mantan Panglima TNI Gatot Nurmantyo, Matan Ketum Muhamadiyah Din Syamsuddin, putri dari Bung Hatta Meutia Hatta, Ahli intelektual Rocky Gerung dan lain sebagainya. Hal ini hampir saja terjadi karena pada tahun 2019 tagar 2019 ganti presiden sempat mengemuka. Namun rupanya rencana tersebut gagal dilakukan.

Saya rasa Presiden Jokowi, harus berhati-hati dalam menentukan sikap politik mengenai perpanjangan masa jabatan menjadi periode jika tidak ingin bernasib sama seperti Soekarno dan Soeharto. Jika ia bisa menepati janjinya pada tahun 2019 untuk tidak menuruti pihak-pihak yang ingin memperpanjang masa jabatannya saya apresiasi dan bangga akan konsistensinya. Namun jika tidak konsisten saya akan sangat menyayangkan karena akan merusak citra buruk beliau dalam catatan sejarah pemerintahan di Indonesia.

Pasal 7 UUD 1945 setelah Amandemen Tahun 2002


Presiden dan Wakil Presiden memegang jabatan selama lima tahun, dan sesudahnya dapat dipilih kembali dalam jabatan yang sama, hanya untuk satu kali masa jabatan.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun