Mohon tunggu...
Muhamad Iqbal Al Hilal
Muhamad Iqbal Al Hilal Mohon Tunggu... Mahasiswa - Freelance Writer

Penulis berkonsentrasi pada isu sejarah, politik, sosial ,ekonomi, hiburan dan lain sebagainya

Selanjutnya

Tutup

Film

Manfaat dan Dampak Restorasi Film Lawas

28 Desember 2021   13:08 Diperbarui: 28 Desember 2021   14:06 455
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Salah satu cuplikan film Tiga Dara Hasil Restorasi/ Foto: Perfini& Render Digital Indonesia

(28/12/2021)- Isu Restorasi santer muncul belakangan ini setelah proses restorasi film 3 dara tahun 1957 ditayangkan ulang dalam kualitas tinggi atau 4k.

Restorasi merupakan perbaikan dari sebuah media untuk meningkatkan kualitasnya menjadi lebih baik dan lebih jernih demi menjaganya untuk masa yang akan datang.

Perbaikan dan alih media baik 4k, HD sampai digitalisasi sangatlah diperlukan untuk menjaga agar film-film lawas bisa nyaman untuk dinikmati dan terjaga.

Launching Film Bintang Ketjil versi restorasi / Foto: Kemdikbud
Launching Film Bintang Ketjil versi restorasi / Foto: Kemdikbud


Sebagai contohnya restorasi yang dilakukan oleh inisiatif Eye Museum di Belanda dan SA Film yang memiliki andil besar terhadap restorasi film tiga dara besutan Usmar Ismail. Yang menelan lebih dari Rp 3 miliar dan memakan waktu selama 17 bulan.

Manfaat Restorasi Film Lawas

1. Nyaman di Tonton Generasi Muda
Seringkali jika kita menonton televisi yang menyiarkan sejumlah film, video klip dan arsip yang ditayangkan tidak jernih dan tampilan tidak enak dilihat.

Tentunya hal ini tidak akan dapat dijumpai kembali jika sudah direstorasi sebab tampilannya akan jernih, tajam, suara bagus.
Sebagai perbandingannya adalah film Film Warkop DKI Chips tahun 1982, tidak nyaman dinikmati karena resolusi rendah dan suara tidak halus.

Bandingkan dengan film Warkop Sama Juga Bohong  tahun 1986 produksi PT. Garuda Film yang sudah direstorasi lebih nyaman dilihat, suara dan gambar jernih.

Namun, kebanyakan hanya bisa ditonton di bioskop konvensional beberapa hari saja, jika ingin melakukan tonton ulang bisa dilakukan melalui berbagai platform streaming film berbayar seperti: Disney+,Vidio dan lain sebagainya.

2. Bisa mengetahui Keadaan Pada Masa Lampau

Sejumlah film lawas mulai dari genre komedi, horor, romansa dan lain sebagainya di dekade lampau seringkali memasukkan peristiwa yang tengah terjadi pada masa tersebut sebut saja diantaranya Djakarta 66, Pengabdi Setan (1980), Bayi Ajaib (1982), Sundel Bolong (1981), Golok Setan (1983), dan lain sebagainya.

3. Bermanfaat Bagi Perkembangan Sinematografi
Pada masa lampau penggunaan teknologi yang masih terbatas membuat produksi film tidak secanggih seperti sekarang. Setelah proses restorasi kelemahan dalam pembuatan film lawas nampak terlihat sangat jelas.

Contohnya adalah film Drakula produksi Paramount Pictures (1931), Baby Days out (1994) dan Home Alone 1 (1990)  produksi 20th Century Fox terlihat bahwa pada masa itu sebisa mungkin para tim produksi bekerja ekstra agara tidak terlihat unsur kebohongan dalam film dikarenakan teknologi yang belum canggih.

Pada saat ini teknologi Computer Generated Imagery (CGI) langkah ini dilakukan untuk meminimalisir resiko keamanan para pemain dan kru serta menghemat anggaran produksi meskipun biaya untuk menggunakan CGI sangat mahal seperti Alice and Wonderland (2010) yang menghabiskan biaya sekitar 2 Triliun.

Dampak Positif Restorasi
Selain mendapatkan tampilan lebih jernih dan jelas, suasana film lawas memiliki nuansa tersendiri, tampilan restorasi bisa membuat penonton merasa terbawa ke masa lampau dengan tayangan yang sama.

Poster film sama juga bohong, Warkop DKI/ Foto: Gotix& Flik
Poster film sama juga bohong, Warkop DKI/ Foto: Gotix& Flik


Antusiasme terhadap film lawas hasil restorasi bisa dirasakan, sebab banyak yang ingin melihat film Indonesia tempo dulu secara lebih nyata, pemerintah juga sempat melakukan hal serupa dengan restorasi film Lewat Djam Malam (1954), Bintang Ketjil (1963) yang sama-sama diproduksi oleh Perusahaan Film Nasional Indonesia ( Perfini). Restorasi ini dilakukan oleh Kementerian Pendidikan Kebudayaan dan Badan Riset Teknologi bekerjasama dengan Render Digital Indonesia.

Budi Irawanto Dosen Prodi Komunikasi Universitas Gadjah Mada (UGM) Saat diwawancarai oleh Tirto.co.id tahun 2018, menjelaskan bahwa iklim tropis sangat berpengaruh besar pada kerusakan seluloid.

"Indonesia terletak di Asia Tenggara yang iklimnya tropis. Karena itu, faktor humidity (kelembaban) berpotensi merusak film apabila cara penyimpanannya tidak tepat," Katanya.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Film Selengkapnya
Lihat Film Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun