Mohon tunggu...
Muhamad Iqbal
Muhamad Iqbal Mohon Tunggu... -

Selanjutnya

Tutup

Money

"Good Company Bad Stock", Bank Tabungan Pensiunan Nasional (BTPN)

20 Desember 2017   21:32 Diperbarui: 20 Desember 2017   21:39 2294
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber: RTI Business

Bank Tabungan Pensiunan Nasional atau lebih akrab disebut dengan BTPN merupakan perusahaan yang bergerak dibidang perbankan. BTPN berdiri sejak tahun 1958 dan BTPN berkantor pusat di Jakarta (sebelumnya di Bandung). BTPN saat ini berstatus sebagai bank devisa. 

Saham dari BTPN kemudian diindikasikan sebagai "Good Company Bad Stock" atau perusahaan yang memiliki kinerja baik tetapi sahamnya di pasar modal kurang diapresiasi oleh para investor. Indikasi tersebut kemudian dianalisis menggunakan Top Down Approach.

Top Down Approach

            Pencarian emiten yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia yang tergolong sebagai good company bad stock dilakukan dengan menggunakan top down approach. Top down approachmerupakan analisis yang dimulai dari gambaran secara garis besar (the big picture). Dengan top down approach, analisis dimulai dari makro ekonomi dan kemudian berdasarkan analisisnya tersebut memperkirakan sektor atau industri mana saja yang akan menghasilkan imbal hasil (return) terbaik dalam kondisi makro ekonomi tersebut. Oleh sebab itu, pencarian emiten yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia yang tergolong sebagai good company bad stockdimulai dari analisis makro ekonomi.

Analisis Makro Ekonomi

            Badan Pusat Statistik (BPS) merilis angka pertumbuhan ekonomi kuartal III tahun 2017 sebesar 5,06 persen. Capaian tersebut lebih baik jika dibandingkan dengan pertumbuhan ekonomi kuartal III tahun 2016 sebesar 5,02 persen. Adapun secara akumulatif, pertumbuhan ekonomi pada kuartal I hingga III tahun 2017 sama dengan pertumbuhan ekonomi pada kuartal I hingga III tahun 2016, yakni 5,03 persen. Sementara itu, nilai Produk Domestik Bruto (PDB) Atas Dasar Harga Kontan (ADHK) pada kuartal III tahun 2017 mencapai Rp2.551,5 triliun dan PDB Atas Dasar Harga Berlaku (ADHB) pada kuartal III tahun 2017 mencapai Rp3.502 triliun. 

Menurut Sri Mulyani sebagai Menteri Keuangan Republik Indonesia adanya pertumbuhan ekonomi kuartal III tahun 2017 menjadikan pertumbuhan investasi di Indonesia tumbuh sebesar 7,11 persen di kuartal III tahun 2017. Pertumbuhan investasi tersebut menunjukkan bahwa kepercayaan diri para investor di Indonesia masih tinggi, khususnya para investor di pasar modal atau terkait dengan Indonesia adalah Bursa Efek Indonesia (BEI).

            Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menyampaikan bahwa peran sektor jasa keuangan terhadap pertumbuhan ekonomi Indonesia setiap tahunnya mengalami peningkatan yang cukup baik. Pada tahun 2014 peran sektor jasa keuangan sebesar 3,86% terhadap pertumbuhan ekonomi di Indonesia dan pada tahun 2015 peran sektor jasa keuangan sebesar 4,03% terhadap pertumbuhan ekonomi di Indonesia.

 Lalu, pada tahun 2016 peran sektor jasa keuangan meningkat menjadi sebesar 4,20% terhadap pertumbuhan ekonomi di Indonesia. Hal tersebut menunjukkan bahwa sektor jasa keuangan memiliki peran yang cukup strategis dalam pertumbuhan ekonomi di Indonesia. Lembaga yang termasuk ke dalam sektor jasa keuangan adalah lembaga perbankan, lembaga perasuransian, lembaga dana pensiun, lembaga pembiayaan, dan lembaga sektor jasa keuangan lainnya.

Analisis Industri

            Dari sembilan sektor di pasar modal, kinerja sektor jasa keuangan masih menjadi juara sepanjang tahun berjalan (Year to Date- YTD). Berdasarkan data yang dihimpun dari investing.com, pada Selasa (19/12/2017) indeks sektor jasa keuangan tumbuh sebesar 39,92% atau berada pada level 1.087,36, jika dibandingkan dengan awal tahun (3/12/2017) indeks sektor jasa keuangan berada pada level 809,76. 

Secara umum pertumbuhan indeks sektor jasa keuangan menurut Otoritas Jasa Keuangan (OJK) didorong oleh positifnya pertumbuhan ekonomi pada kuartal I hingga III tahun 2017, positifnya kinerja investasi, terjaganya angka inflasi, serta membaiknya kinerja ekspor yang berdampak pada terjaganya defisit transaksi berjalan. Secara khusus pertumbuhan indeks sektor jasa keuangan menurut beberapa analis pasar modal didorong oleh perbaikan rasio kredit macet (Non-Performing Loan- NPL), peningkatan prospek perbankan dari stabil ke positif oleh pemeringkat Moody's, serta penurunan suku bunga pinjaman yang berdampak pada positifnya pertumbuhan kredit.

            Terhitung hingga saat ini (19/12/2017) pertumbuhan indeks sektor jasa keuangan ditopang oleh lima saham lembaga perbankan besar di Indonesia, yakni PT Bank Tabungan Negara Tbk (BBTN), PT Bank Negara Indonesia Tbk (BBNI), PT Bank Rakyat Indonesia Tbk (BBRI), PT Bank Central Asia Tbk (BBCA), dan PT Bank Mandiri Tbk (BMRI). Lima saham lembaga perbankan besar di Indonesia tersebut memang merupakan saham dengan kapitalisasi pasar terbesar di indeks sektor jasa keuangan maupun Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) secara keseluruhan.

 Selain lima saham lembaga perbankan besar di Indonesia (BBTN, BBNI, BBRI, BBCA, dan BMRI), terdapat saham lembaga perbankan di Indonesia lainnya yang menarik untuk dicermati atau bahkan dikoleksi oleh para investor di pasar modal, yakni PT Bank Tabungan Pensiunan Nasional (BTPN).

Analisis Mikro Perusahaan (Laporan Keuangan)

            Analisis mikro perusahaan akan membandingkan saham lain di sektor yang sama, dalam hal ini saham BTPN sebagai saham lembaga perbankan di Indonesia yang menarik untuk dicermati atau bahkan dikoleksi oleh para investor di pasar modal akan dibandingkan dengan saham lain di sektor yang sama (sektor jasa keuangan - sub sektor bank). Khusus untuk saham BTPN akan dibandingkan dengan saham lain di sektor jasa keuangan -  sub sektor bank dengan kapitalisasi pasar yang sebanding (antara Rp1 triliun sampai dengan Rp40 triliun)

hal ini dilakukan semata-mata untuk menghindari bias karena pengaruh ketimpangan kapitalisasi pasar dengan saham lain di sektor jasa keuangan - sub sektor bank. Saham lain di sektor jasa keuangan -  sub sektor bank dengan kapitalisasi pasar antara Rp1 triliun sampai dengan Rp40 triliun adalah PT Bank Artos Indonesia Tbk (ARTO), PT Bank Ina Perdana Tbk (BINA), PT Bank Harda Internasional Tbk (BBHI), PT Bank Dinar Indonesia Tbk (DNAR), PT Bank Mitraniaga Tbk (NAGA), PT Bank National Nobu Tbk (NOBU), PT Bank Panin Dubai Syariah Tbk (PNBS), PT Bank Victoria Internasional Tbk (BVIC), dan PT Bank Yudha Bhakti Tbk (BBYB). Perbandingan saham BTPN dengan saham lain di sektor yang sama berdasarkan rasio-rasio yang terdapat di dalam laporan keuangan, seperti Return On Assets(ROA), Return On Equity(ROE), Debt Equity Ratio(DER), Price Earnings Ratio(PER), Earnings Per Share(EPS), dan Price Book Value(PBV).

Tabel Perbandingan

            Berdasarkan tabel perbandingan tersebut, terlihat bahwa saham BTPN cukup menonjol dalam ROA, EPS, dan PBV. Ketiga rasio tersebut (ROA, EPS, dan PBV) kemudian hanya diganjar dengan PER yang terbilang cukup rendah, jika dibandingkan dengan saham lain di sektor jasa keuangan -  sub sektor bank dengan kapitalisasi pasar antara Rp1 triliun sampai dengan Rp40 triliun. Hal tersebut menandakan bahwa saham BTPN belum terapresiasi dengan baik oleh para investor di pasar modal atau biasa disebut dengan undervalue stocks.

            Dalam sektor jasa keuangan - sub sektor bank secara umum yang terdiri dari 43 saham, saham BTPN menjadi saham yang menarik untuk dicermati atau bahkan dikoleksi oleh para investor di pasar modal. Saham BTPN sebagai salah satu saham lembaga perbankan di Indonesia tentu bergerak di bidang perbankan. Saham BTPN tercatat di Bursa Efek Indonesia (BEI) pada tahun 2008, saham BTPN merupakan saham milik perusahaan yang didirikan pada tanggal 22 Maret 1993 dan perusahaan tersebut memiliki kantor pusat yang berlokasi di DKI Jakarta, Indonesia.

            Alasan Saya untuk kemudian merekomendasikan saham BTPN dikarenakan saham ini memiliki kinerja yang terbilang baik, namun dengan harga saham yang terbilang cukup murah (dilihat dari sisi PER). Berikut ini merupakan isu-isu yang diasumsikan akan menopang kinerja saham BTPN, sehingga kinerjanya diharapkan akan semakin meningkat di masa yang akan datang, yakni:

  1. Suku bunga acuam Bank Indonesia (BI Rate) sedang dalam tren turun, sehingga bunga kredit diperkirakan akan mengalami tren turun juga. Hal tersebut tentu berpotensi untuk meningkatkan Net Interest Margin (NIM) bagi perusahaan, NIM tentunya sangat penting khususnya bagi perusahaan dalam sektor jasa keuangan - sub sektor bank. NIM akan sangat mempengaruhi peningkatan pendapatan bunga yang diperoleh dari aktiva produktif yang dikelola oleh perusahaan dengan baik.
  2. Pertumbuhan pendapatan (revenue growth) mengalami peningkatan dalam 5 tahun terakhir dan tidak pernah mengalami hasil yang negatif. Pertumbuhan pendapatan secara akumulatif sebesar 68,86%. Pertumbuhan pendapatan akan sangat mempengaruhi proyeksi peningkatan pendapatan perusahaan secara keseluruhan, dimana proyeksi peningkatan pendapatan perusahaan secara keseluruhan akan berkorelasi positif terhadap harga saham.

Valuasi Saham

            Setelah dilakukan perbandingan terhadap saham lain di sektor yang sama, maka diperoleh data bahwa PER pada saham BTPN terbilang cukup rendah, jika dibandingkan dengan PER pada saham lain di sektor jasa keuangan -  sub sektor bank dengan kapitalisasi pasar antara Rp1 triliun sampai dengan Rp40 triliun. PER pada saham BTPN sebesar 7,93, pada umumnya apabila PER pada suatu saham memiliki nilai di bawah 10, maka saham tersebut bagus untuk diindikasikan mengambil keputusan beli (buy).

            Proyeksi pertumbuhan EPS pada saham BTPN untuk 5 tahun mendatang diasumsikan sebesar 10%, proyeksi pertumbuhan EPS tersebut didasarkan pada tren dan isu industri yang sedang berkembang. Sedangkan, proyeksi PER pada saham BTPN untuk 5 tahun mendatang diasumsikan sebesar 17 kali, proyeksi PER tersebut juga didasarkan pada tren dan isu industri yang sedang berkembang.

            Proyeksi pertumbuhan deviden pada saham BTPN untuk 5 tahun mendatang diasumsikan sebesar 30%, proyeksi pertumbuhan deviden tersebut didasarkan pada tren dan isu industri yang sedang berkembang. Oleh sebab itu, proyeksi total deviden pada saham BTPN untuk 5 tahun mendatang adalah sebagai berikut:

            Proyeksi Total Deviden Pada Saham BTPN Untuk 5 Tahun Mendatang = 2.169,13 x 30%                                                                                                                                                                                                                                                                                      = 650,73

            Dari hasil perhitungan proyeksi total deviden tersebut, maka dimungkinkan untuk mendapatkan proyeksi harga saham pada saham BTPN untuk 5 tahun mendatang. Oleh sebab itu, proyeksi harga saham pada saham BTPN untuk 5 tahun mendatang adalah sebagai berikut:

          Proyeksi Harga Saham Pada Saham BTPN Untuk 5 Tahun Mendatang = 8.843,23 + 650,73

                                                                                                                                                          = 9.493,96

            Dari hasil perhitungan proyeksi harga saham tersebut, maka dimungkinkan untuk mendapatkan proyeksi harga saham wajar pada saham BTPN untuk 5 tahun mendatang. Namun, proyeksi harga saham wajar tersebut membutuhkan asumsi total premi risiko (total risk premium). Oleh sebab itu, total premi risiko diasumsikan sebesar 13,82%, asumsi total premi risiko tersebut didasarkan pada jumlah dari suku bunga deposito bank umum sebesar 5% dengan premi risiko (risk premium) di Indonesia sebesar 8,82% (NYU Stern, 2017). Dari hasil penjumlahan tersebut, maka didapatkan asumsi total premi risiko sebesar 13,82%.

Rekomendasi Untuk Para Investor

            Pada saat ini (20/12/2017) harga saham BTPN berada pada level Rp2.400, jika dibandingkan dengan proyeksi harga saham wajar pada saham BTPN untuk 5 tahun mendatang, khususnya tahun 2017 sebesar Rp5.878,43, sehingga terlihat bahwa harga saham BTPN pada saat ini di bawah proyeksi harga saham wajar pada saham BTPN untuk tahun 2017. Tentu jika harga suatu saham berada di bawah proyeksi harga saham wajarnya, maka sebaiknya para investor di pasar modal untuk mengambil keputusan beli terhadap saham tersebut. Rekomendasi untuk mengambil keputusan beli terhadap saham BTPN, juga didukung dengan positifnya rasio keuangan yang dimiliki oleh perusahaan.

            Rasio keuangan yang dimiliki oleh perusahaan, seperti rasio likuiditas berdasarkan Loan to Deposit Ratio(LDR), rasio profitabilitas berdasarkan Return On Assets(ROA) dan Return On Equity(ROE), serta rasio solvabilitas berdasarkan Debt To Total Assets Ratio(DAR) dan Debt Equity Ratio(DER). Ketiga rasio keuangan tersebut pada saham BTPN menunjukkan nilai yang cukup baik serta ketiga rasio keuangan tersebut pada saham BTPN masih dalam batas aman atau tidak membahayakan bagi para investor di pasar modal untuk melakukan investasi.

Referensi:

Damodaran, Aswath. 2012. Investment Valuation, Third Edition. New Jersey: John Wiley & Sons, Inc.

Darmadji, Tjiptono, dan Hendy M. Fakhruddin. 2012. Pasar Modal di Indonesia (Pendekatan Tanya Jawab). Jakarta: Salemba Empat.

Hartono, Jogiyanto. 2008. Teori Portofolio dan Analisis Investasi. Yogyakarta: BPFE.

Husnan, S. 2005. Dasar-Dasar Teori Portofolio dan Analisis Sekuritas, Edisi Keempat. Yogyakarta: UPP STIM YKPN.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun