Pendahuluan
Laut China Selatan merupakan salah satu perairan yang strategis di Asia Pasifik, dimana telah menghubungkan perairan antara Samudra Hindia dan Pasifik. Secara geografis, kawasan ini telah menjadi jalur pelayaran maritim yang vital bagi perdagangan internasional serta kaya akan sumber daya alamnya (Nurdiansyah, 2024). Selain dari itu, sebagian dari kawasan tersebut merupakan bagian dari wilayah Indonesia sesuai dengan Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE) yang telah diatur dalam hukum internasional UNCLOS 1982 tentang hukum laut. Dengan begitu, kawasan ini sangat penting untuk dipertahankan sebagai strategi maritim Indonesia atas dasar kedaulatan negara sebagai upaya untuk mencapai dan melindungi kepentingan nasional.
Indonesia dan China mempunyai kedekatan hubungan di era Joko Widodo dalam bidang kerjasama ekonomi. Akan tetapi, dalam perairan Laut China selatan terdapat klaim China yang mengancam terhadap keamanan wilayah termasuk kedaulatan teritorial Indonesia. Konflik di laut China Selatan telah merupakan permasalahan yang kompleks bagi Indonesia yang memaksa untuk menyeimbangankan kepentingan nasionalnya dalam bidang ekonomi dan keamanan sebagai negara maritim. Tulisan ini akan menganalisis kebijakan maritim strategi diplomatik yang dilakukan oleh pemerintahan terhadap ancaman konflik Laut China Selatan sehingga menimbulkan dilema bagi Indonesia antara ekonomi dan keamanan serta mengevaluasi tantangan yang dihadapi untuk menciptakan stabilitas ekonomi dan keamanan.
Latar Belakang KonflikÂ
Kondisi geopolitik di Laut China Selatan (LCS) termasuk kedalam permasalahan  rumit, dimana kawasan yang telah diketahui akan sumber daya alamnya berupa gas dan minyak, akan tetapi batas-batas perairan di wilayah tersebut terdapat ketidak jelas sejak awal berdirinya Tiongkok. Awal mulanya klaim terhadap Laut China Selatan terjadi pada masa Perdana Menteri China Zhou Enlai pada tahun 1951 terdapat pernyataan kepulauan Paracel dan Spratly miliknya serta dengan landasan dokumen yang dikeluarkan oleh rezim Guomindang (L.Toruan, 2020). Dokumen tersebut menekankan historical rights yang berisi wilayah di Laut China selatan yang diklaim oleh China, seperti kepulauan Pratas, Paracel, Spratly dan Macclesfield River Banks.
Perairan Laut China Selatan merupakan jalur bagi perdagangan internasional, sehingga banyak negara yang memperebutkan kawasan perairan tersebut. Disisi lain terdapat bagian perairan negara-negara Asia Tenggara sesuai dengan ZEE yang telah ditetapkan oleh hukum laut internasional. Akan tetapi kawasan tersebut terdapat tumpang tindih dengan klaim Tiongkok berdasarkan nine dash line yang hampir seluruh kawasan Laut China Selatan diklaim oleh Tiongkok. Hal tersebut yang membuat ketegangan terjadi di kawasan Laut China Selatan. Disisi lain aktivitas pembangunan yang dilakukan oleh China telah memberikan ancaman terhadap stabilitas keamanan kawasan bagi negara-negara di sekitarnya, seperti Vietnam, Brunei, Filipina, Malaysia, Taiwan termasuk Indonesia.
Adanya klaim terhadap Laut China Selatan sering kali menimbulkan aksi kekuatan militer yang dilakukan oleh setiap negara yang berkonflik, dimana hal tersebut memicu terjadinya perang terbuka. Indonesia sebagai negara berdaulat dan menjunjung tinggi keamanan nasional, kekuatan militer Indonesia pada era Jokowi telah mengalami peningkatan. Indonesia mempunyai kepentingan dalam konflik tersebut untuk menjaga kestabilan kawasan sebagai peran pemimpin de facto ASEAN (Poespojoedho, 2019). Di Lain hal, terdapat kepentingan nasional di laut utara yakni hak yurisdiksi atas perairan ZEE serta adanya landasan kontinen laut Utara Natuna yang terdapat klaim China berdasarkan nine dash line (Itasari et al.,2020).
Ancaman terhadap Keamanan Maritim IndonesiaÂ
Aktivitas yang dilakukan oleh militer China di kawasan Natuna Utara telah memberikan ancaman terhadap kawasan maritim Indonesia. Pada perairan kawasan Natuna Utara kapal-kapal China selalu muncul di wilayah tersebut, sehingga ancaman yang mungkin terjadi berupa illegal fishing dan illegal entry. Seperti halnya sebuah kejadian di kepulauan Natuna yang mana terdapat Coast Guard China yang mengitari kepulauan tersebut, sehingga memicu ketegangan hubungan Indonesia dengan China pada akhir tahun 2019. Respon Indonesia dalam kejadian tersebut melalui Kementerian Luar Negeri RI, bahwa kegiatan tersebut merupakan illegal fishing dan kedaulatan. Tak lama kemudian terdapat balasan dari pemerintah China yang menyebutkan bahwa hal tersebut China sudah mematuhi peraturan internasional dimana China mempunyai hak serta kepentingan atas relevant waters (Suwarno et al., 2021).
Konflik di perairan Natuna akibat nine dash line China yang memasuki ZEE Indonesia,menciptakan konflik sengketa yang cukup serius, dimana jika terdapat kegiatan illegal fishing dari China di kawasan Natuna Utara Indonesia, China selalu menganggap bahwa perairan tersebut termasuk bagiannya sesuai nine dash line, sehingga kegiatan tersebut merupakan kegiatan yang berada di atas perairan traditional fishing zone nya China, namun pada kenyataannya fishing zone dalam hukum internasional tidak diakui.
Adanya ketegangan tersebut mengancam kedaulatan teritorial Indonesia, dimana terdapat upaya yang ingin dilakukan China untuk memperluas wilayahnya di kawasan Laut China Selatan dengan mengerahkan militernya sehingga menciptakan kerumitan bagi Indonesia terhadap klaim kedaulatan di kawasan Natuna Utara. Sehingga klaim penangkapan ikan yang dilakukan nelayan China berada di wilayahnya sendiri, namun nyatanya wilayah tersebut telah menyentuh ZEE Indonesia di laut Utara Natuna (Sunoto et al., 2023).
Kerjasama dalam Bidang Ekonomi Indonesia dengan China
Dekatnya hubungan Indonesia dengan China era Jokowi dalam bidang kerjasama ekonomi memberikan pengaruh yang cukup besar bagi ekonomi Indonesia. Adanya kerjasama dinamis di berbagai bidang seperti perdagangan, investasi, pariwisata, pendidikan dan kebudayaan (Putri & Ma'arif, 2019). Mengetahui rencana pembangunan yang serius dalam era Jokowi, China mempunyai ketertarikan untuk berinvestasi di Indonesia sehingga China menjadi salah satu investor besar Indonesia. Selain dari itu terdapat kerjasama dalam bidang perdagangan, yang mana China menjadi mitra dagang terbesar bagi Indonesia (Intan, 2023). Meningkatnya kerjasama perekonomian dan investasi di Indonesia akibat dart investor China yang mudah untuk diajak kerjasama dari pada negara-negara lain, sehingga rencana yang akan dibangun dapat dilaksanakan secara cepat.
Ketergantungan ekonomi Indonesia terhadap negara asing sangat sulit dilepas, termasuk dengan China. Hal ini ditandai dengan banyaknya investasi asing yang berasal dari China yang mempunyai kemampuan untuk meningkatkan pembangunan di Indonesia. Hal ini sejalan dengan adanya proyek BRI yang dilakukan China terhadap negara-negara berkembang (Febrianti & Fitria, 2020). Selain dari itu China merupakan pasar ekspor yang menguntungkan bagi Indonesia, yang dibuktikan dengan promosi barang secara berkala di China, tujuannya adalah untuk peningkatan ekspor dan mendukung perekonomian Indonesia.
Pada era Jokowi Indonesia ingin dijadikan sebagai negara maritim. Walaupun terdapat perjanjian dalam bidang maritim dengan China, di disisi lain wilayah Laut China Selatan terdapat konflik yang mempermasalahkan tumpang tindih kedaulatan Indonesia sesuai ZEE dengan landasan China yang berdasarkan pada nine dash line, akan tetapi hal ini tidak diperhatikan.
Kebijakan dan Strategi Pemerintah Era Joko WidodoÂ
Dalam hal ini, terdapat kebijakan yang telah dilakukan pemerintah era Jokowi, dimana kebijakan tersebut merujuk pada adanya Naval Diplomacy sebagai upaya pertahanan dalam konflik Laut China Selatan. Naval Diplomacy adalah keamanan yang menggunakan kekuatan angkatan laut dalam mendukung kebijakan luar negeri dengan melibatkan pertukaran informasi dan dialog bagi negara-negara yang terlibat konflik sehingga menimbulkan komunikasi yang intens, serta menggunakan kekuatan langsung sebagai upaya negosiasi namun tanpa menimbulkan kekerasan. Adanya kebijakan ini menyoroti tiga strategi, yang pertama Picture Building. Strategi ini meningkatkan pada citra kemampuan dan kehadiran angkatan laut Indonesia yang kuat dan mendapatkan peningkatan. Kedua, Coalition Building. Strategi ini mempunyai fokus pada koalisi yang dilakukan dengan melakukan kerjasama untuk mencapai suatu tujuan, seperti adanya pelatihan bersama dan pembagian ilmu pengetahuan. Ketiga, Coercion. Strategi ini adalah berfokus pada penggunaan ancaman kekuatan untuk mempengaruhi sikap pihak lain dalam mencapai tujuan tertentu tanpa menggunakan kekerasan.
Dengan adanya kebijakan dan strategi tersebut, terdapat reaksi yang positif dalam penyelesaian konflik Laut China Selatan. Selain dari itu juga terdapat dukungan dari negara-negara ASEAN dan China terhadap tindakan Indonesia untuk menciptakan stabilitas kawasan Laut China Selatan (Poespojoedho, 2019).
Menganalisis Kebijakan
Dengan melihat kebijakan yang dilakukan oleh pemerintah era Jokowi, menimbulkan dilema bagi kedaulatan Indonesia yang mengarah pada kepentingan ekonomi atau kebutuhan keamanan. Pada Satu sisi China merupakan mitra kerjasama Indonesia dalam bidang ekonomi sehingga mempunyai peran yang sangat penting untuk mencapai pertumbuhan ekonomi serta infrastruktur Indonesia. Akan tetapi terdapat aktivitas yang menimbulkan ancaman bagi Indonesia dalam bidang keamanan terutama dalam kedaulatan teritorial negara Indonesia yang berada di wilayah Natuna Utara, walaupun Indonesia merupakan negara yang tidak memiliki klaim pada wilayah Laut China Selatan, akan tetapi era pemerintahan Jokowi terdapat kepentingan kedaulatan Natuna yang harus dilindungi akibat aktivitas pelanggaran China di atas perairan ZEE Indonesia, dimana kawasan Natuna berdekatan dengan Laut China Selatan.
Dalam menyeimbangkan kepentingan ekonomi dan kebutuhan keamanan, Indonesia harus mampu meningkatkan kekuatan keamanan serta ekonominya. Hal ini dapat memperbaiki permasalahan yang terjadi di wilayah Natuna terkait kedaulatan teritorial serta meminimalisir ketergantungan ekonomi Indonesia terhadap China. Disisi lain, adanya keterlibatan regional mempunyai pengaruh yang cukup signifikan, dimana dengan membentuk ASEAN peacekeeping force dapat membantu menyelesaikan permasalahan konflik Laut China Selatan. Akan tetapi untuk mencapai tujuan tersebut akan memerlukan waktu yang tidak sebentar (Aaron et al., 2017)
Walaupun Indonesia telah memperkuat militer di kawasan Natuna, akan tetapi pemerintah berusaha untuk tidak menimbulkan ketegangan, sehingga dalam pelaksanaannya tidak terjadi kerusakan hubungan dalam bidang ekonomi dan diplomatik yang telah dibangun. Walaupun faktanya tidak ada jaminan bahwa tindakan yang dilakukan oleh pemerintah era Jokowi akan terus mempunyai hubungan baik dengan Beijing, karena kemungkinan dapat terjadi adalah China tidak dapat menepati janjinya terhadap kerjasama ekonomi terutama dalam investasinya sehingga menciptakan hubungan yang buruk dalam kedua negara tersebut. Upaya yang dilakukan Indonesia dalam menjaga kedaulatan teritorial dari klaim China membutuhkan kehati-hatian dalam menjalankannya, sehingga hubungan baik dengan China yang dapat dipertahankan. Walaupun terdapat ketegasan dalam mengambil keputusan yang telah ditetapkan oleh pemerintahan era Jokowi terhadap hak di kawasan maritim Natuna, pada akhirnya Indonesia selalu menghindari terjadinya permasalahan secara langsung dengan China (Saragih, 2018).
Hal inilah yang menjadi tantangan bagi Indonesia terkait kebijakan yang telah dilakukan oleh pemerintah era Jokowi. Disisi lain terdapat ketegasan dalam mengambil keputusan di kawasan Natuna untuk menjaga keamanan dan kedaulatan teritorial, disisi lain dalam menjalankan kebijakan tersebut harus bersikap secara berhati-hati agar tidak merusak hubungan baik Indonesia dengan China.
Kesimpulan
Konflik Laut China Selatan memberikan permasalahan yang komplek bagi Indonesia, yang awalnya Indonesia hanya menjadi fasilitator untuk mengatasi permasalahan tersebut, akibat dari adanya pelanggaran yang dilakukan China terhadap klaim kedaulatan diatas ZEE Indonesia membuat Indonesia harus mempertahankan kedaulatan teritorialnya di wilayah Natuna. Hal ini membuat Indonesia harus mengambil sikap tegas terhadap keamanan wilayah Natuna, dengan menggunakan kebijakan naval diplomacy yang diterapkan di wilayah tersebut yang mengandalkan pada kekuatan angkatan laut sebagai image yang ditampilkan tanpa menimbulkan kekerasan serta adanya dukungan kebijakan luar negeri yang mana kebijakan tersebut sebagai salah satu bentuk ketegasan dalam menyelesaikan permasalahan konflik Laut China Selatan Meskipun terdapat reaksi positif dalam penyelesaian masalahan di wilayah tersebut, akan tetapi dalam menjalankan kebijakannya harus dengan hati-hati, yang mana terdapat hubungan baik yang dilakukan oleh Indonesia dengan China dalam bidang ekonomi, sehingga tidak menciptakan kerusakan hubungan bilateral tersebut.
Melihat kondisi konflik tersebut, Indonesia mendapatkan dilema yang harus diatasi, sehingga menekankan Indonesia pada menciptakan keseimbangan kepentingan ekonomi dan kebutuhan keamanan nasional dengan cara peningkatan dalam kepentingan ekonomi dan keamanan walaupun untuk mencapai tujuan ini akan membutuhkan waktu yang lama.Â
References
Aaroon L. Connely. (2017). Indonesia berjalan sendiri di Laut china selatan, Lowi Institute
Saragih, H. M. (2018, Juni). DIPLOMASI PERTAHANAN INDONESIA DALAM KONFLIK LAUT CHINA SELATAN. Jurnal Ilmu Politik dan Komunikasi, 8(1).
Andika, M. T., & Aisyah, A. N. (2017). Analisis Politik Luar Negeri Indonesia-China di Era Presiden Joko Widodo: Benturan Kepentingan Ekonomi dan Kedaulatan? Indonesian Perspective,, 2(2).
Poespojoedho, R. W. W. O. W. (2019). Naval Diplomacy: Upaya Defensif Indonesia dalam Konflik Laut Tiongkok Selatan di Era Joko Widodo. Jurnal Hubungan Internasional, 12(2).
Suharman, Y. (2019). DILEMA KEAMANAN DAN RESPONS KOLEKTIF ASEAN TERHADAP SENGKETA LAUT CINA SELATAN. Intermestic: Journal of International Studies, 3(2).
Putri, S. Y., & Ma'arif, D. (2019). Dinamika Hubungan Kerjasama Indonesia China di Era Pemerintahan Joko Widodo. Jurnal Kajian Lemhannas R, (37).
Febrianti, & Fitria. (2020). HUBUNGAN EKONOMI POLITIK INDONESIA DAN CINA TAHUN 2014-2019.
L.Toruan, G. T. (2020). Peran Strategis Indonesia dalam Penyelesaian Konflik Laut China Selatan dalam Perspektif Stabilitas Keamanan Regional. Jurnal Keamanan Nasional, 6(1).
Suwarno, P., Sumantri, S. H., & Bahar, F. (2021). Rekonstruksi Keamanan Maritim Indonesia Dalam Rangka Mewujudkan Ketahanan Wilayah (Studi Di Kabupaten Natuna Periode Tahun 2019-2020). JURNAL KETAHANAN NASIONAL, 27(1).
Intan, G. (2023,). Jokowi dan Xi Jinping Sepakati Berbagai Kerja Sama, Termasuk Pembangunan IKN. VOA Indonesia. Retrieved May 26, 2024, from https://www.voaindonesia.com/a/jokowi-dan-xi-jinping-sepakati-berbagai-kerjasama-termasuk-pembangunan-ikn-/7200970.html
JOHANNES, R. (2023). PENINGKATAN KETEGANGAN GEOPOLITIK DI LAUT CHINA SELATAN (INCREASING GEOPOLITICAL TENSIONS IN THE SOUTH CHINA SEA). Jurnal Lemhannas RI, 11(4).
Sunoto, S. P., Fahriani, A. A., & Napang, M. (2023). Dampak Sekuritisasi Konflik Laut Cina Selatan terhadap Keamanan Maritim Indonesia. Jurnal Kajian Stratejik Ketahanan Nasional, 6(2).
Nurdiansyah, D. R. (2024). Analisa Konflik Sengketa Laut Cina Selatan dalam Kepentingan Nasional Indonesia. Retrieved, from https://www.indonesiana.id/read/171436/analisa-konflik-sengketa-laut-cina-selatan-dalam-kepentingan-nasional-indonesia
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H