A. DAMPAK LAHAN KRITIS DAN PERKEMBANGANNYA
 Munculnya lahan kritis dimulai dari hilangnya penutup tanah berupa vegetasi yang tumbuh di atasnya, menyebabkan lahan tersebut terbuka untuk terpaan butir-butir hujan secara langsung.Begitu air hujan mengenai permukaan tanah, maka secara langsung akan menyebabkan hancurnya aggregat-aggregat tanah dan terlepaslah partikel-partikel tanah tersebut (Sallata; 2011). Pada Kondisi ini penghancuran aggregat-aggregat dan pelepasan partikel-partikel tanah dipercepat oleh adanya daya penghancur dari air itu sendiri. Inilah fase awal dan terpenting dalam mekanisme terjadinya erosi (Utomo, 1989; Seta,1991).
Pada umumnya dalam peristiwa erosi, fraksi halus tanah akan terangkut lebih dahulu dan lebih banyak dari pada fraksi kasar,sehingga kandungan liat sedimen lebih tinggi dari kandungan lihat tanah semula (Utomo,1989). Proses ini bertalian dengan daya angkut aliran permukaan terhadap butir-butir tanah yang berbeda berat jenisnya (Kartasoeputraet al, 1991). Kejadian ini disebut selektivitas erosi, dan tanah yang telah mengalami erosi teksturnya menjadi lebih kasar. Demikian juga kandungan unsur hara dan bahan organik pada sedimen hasil erosi lebih tinggi dari kandungan unsur hara dan kandungan bahan organik pada tanah yang tertinggal.
Hilangnya atau kurangnya pepohonan di lereng-lereng bukit akan memberi peluang besar kepada butir-butir hujan deras menerpa permukaan tanah dan akan segera menghanyutkan lapisan atas tanah (top soil) yang subur akibat erosi. Hal ini tidak hanya mengurangi produksi tanah di perbukitan, namun juga akan mengakibatkan banjir bahkan longsor yang melanda tanah pertanian di lembah-lembah bagian bawahnya. Kita telah memaklumi bahwa peristiwa banjir telah menimbulkan kerugian yang sangat besar terhadap masyarakat yang dilaluinya.
Semakin luasnya lahan kritis secara tidak langsung akan menyebabkan peningkatan penduduk miskin dan kekurangan makanan karena produktivitas lahan rendah, lahan pertaniannya sempit, harga hasil pertanian rendah dan kesempatan kerja di luar usaha tani atau pendapatan di luar usaha tani sangat terbatas. Petani Miskin di lahan yang miskin akan terus saling memiskinkan apabila faktor penyebabnya tidak dibenahi (Harahap,2007).Â
B.PERKEMBANGAN REHABILITASI LAHAN
Rehabilitasi Lahan adalah kegiatan yang dimaksudkan untuk memulihkan, mempertahankan dan meningkatkan fungsi lahan sehingga daya dukung, produktivitas, dan perananannya dalam mendukung sistem penyangga kehidupan tetap terjaga (Dephut2003). Lahan adalah suatu wilayah daratan yang ciri-cirinya merangkum semua tanda pengenal biosfer, atmosfir, tanah, geologi timbulan (relief), hidrologi, populasi tumbuhan dan hewan, serta hasil kegiatan manusia masa lalu dan masa kini yang bersifat mantap dan bahwa lahan memiliki fungsi sebagai produksi biomassa, ekologi,maupun pengatur tata air dalam siklus hidrologi (Paimin, 2006).Mengingat aktivitas pada lahan tidak hanya berimplikasi terhadap kondisi setempat (on site) tetapi juga lintas wilayah (off site), makadalam pengelolaan lahan harus mempertimbangkan sistem pengelolaan DAS yang diterapkan.
Rehabilitasi lahan dengan teknik konservasi tanah yang tepat sangat diperlukan dengan mempertimbangkan faktor-faktor penyebab erosi. Kondisi sosial ekonomi dan sumber daya masyarakat juga menjadi pertimbangan sehingga tindakan konservasi tanah yang dipilih diharapkan dapat meningkatkan produktivitas lahan,menambah pendapatan petani serta memperkecil risiko degradasi lahan (Subagyonoet al , 2003). Namun disisi lain,banyak implementasi pengembangan pertanian di lahan kering bukan mensejahterakan petani, tetapi sebaliknya mendatangkan malapetaka akibat rusaknya lingkungan hidup.
Berdasarkan sejarah kehutanan Republik Indonesia, Rebo Asasi Dan Rehabilitasi Lahan sudah dikenal di bidang kehutanan pada zaman blandong (Belanda) dengan mewajibkan setiap perusahaan dijalankan demikian rupa hingga memberi nilai yang setinggi mungkin kepada lahan dan peremajaan tanaman merupakan cara untuk meningkatkan nilai lahan itu dalam perusahaan hutan(Dep.Kehutanan,1986).
Pembangunan Kehutanan dimulai pada zaman demokrasi liberal tahun 1950-1959, karena sejak itu upaya reboisasi menjadi tugas yang diutamakan. Penghutanan kembali di Jawa dan Madura Hampir seluruhnya dilakukan dengan sistem tumpang sari. Sistem Tersebut telah puluhan tahun dijalankan.
Salah satu sistem yang terkenal dalam reboisasi kawasan hutan di Pulau Jawa adalah sistem tumpang sari yaitu melibatkan masyarakat menanam tanaman palawija sebagai tanaman sela diantara tanaman jati yang dilaksanakan sejak tahun 1973 di distributor Tegal-Pekalongan dan Semarang. Tumpang Sari merupakan cara terbaik untuk memecahkan masalah ketenaga kerjaan dan biaya dari pada cara perbaikan teknik budidaya jati. Reboisasi Dan Rehabilitasi Lahan di luar Jawa pada tahun 1918 dengan menggunakan bibit-bibit Jenis-jenis merkusii(tusam) dan
Eusideroxylon zwageri (onglen) yang sudah dikuasai teknologinya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H