Padahal negara telah membuat undang-undang pemilu terkait larangan pejabat publik untuk memberikan dukungan dan bersikap tidak adil dalam perhelatan akbar demokrasi.
Hal ini sesuai pasal 282 UU Pemilu Nomor 5 Tahun 2014 yang berbunyi "Pejabat negara, pejabat struktural, dan pejabat fungsional dalam jabatan negeri, serta kepala desa dilarang membuat keputusan dan/atau melakukan tindakan yang menguntungkan atau merugikan salah satu Peserta Pemilu selama masa kampanye".
Fenomena ketidakadilan inilah yang membuat rakyat Indonesia memiliki tingkat kepercayaan yang kecil bagi penyelenggara pemilu, aparatur negara, dan aparatur pemerintahan.
Belum lama ini, kita dipertontonkan dengan sikap 'mesra' antara Presiden Joko Widodo dengan salah satu menterinya yang ikut dalam kontestasi pemilu yaitu Prabowo Subianto.
Hubungan 'mesra' yang kerap kali dipertontonkan antara Presiden dan menterinya itu menimbulkan banyak penafsiran dan perdebatan.
Namun bagaimanapun juga, hubungan yang dijalin antara Presiden dan Menterinya itu sulit dipisahkan antara jabatan dan pribadinya. Sehingga beredar perspektif di kalangan rakyat bahwa terdapat ketidakadilan dalam perhelatan akbar lima tahunan ini.
Bagaimanapun negara telah menegaskan asas-asas pemilu yang Luber Jurdil. Dan rakyat akan selalu mendambakan proses politik yang jujur serta adil.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H