Mohon tunggu...
Dr Muhamad Erwin SH M Hum
Dr Muhamad Erwin SH M Hum Mohon Tunggu... Dosen - Fakultas Hukum Universitas Sriwijaya

Anggota Asosiasi Filsafat Hukum Indonesia. Karya: Buku Filsafat Hukum: Refleksi Kritis Terhadap Hukum dan Hukum Indonesia (Dalam Dimensi Ide dan Aplikasi), Penerbit PT RajaGrafindo Persada, Jakarta (2015), Buku Hukum Ruang Hidup Adat: Taman Nasional Adat Sebagai Gagasan Kawasan Konservasi Baru, Penerbit Genta Publishing, Yogyakarta (2021), Film Dokumenter Orang Rimba - The Life of Suku Anak Dalam (2021) YouTube: @orangrimbafilm

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Ibu: Rahimnya Peradaban Bangsa

21 September 2023   20:29 Diperbarui: 21 September 2023   20:44 103
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

"Apabila wanita mengandung, maka malaikat memohonkan ampunan baginya, dan Allah menetapkan baginya setiap hari seribu kebaikan serta melebur seribu kejelekan", begitulah pesan Nabi Muhammad SAW kepada putrinya, Fatimah Az-Zahrah. Begitu mulianya hati seorang ibu, sehingga ia tidak pernah mengharapkan terima kasih, sekalipun itu adalah kejutan termanis yang bisa kita berikan terhadapnya. Ibu adalah sosok pejuang tanpa tanda jasa. Dari rahimnya, lahirlah peradaban bangsa.

Arah Pendidikan Anak Bangsa

Pada konsideran "menimbang" UU No. 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak disebutkan makna filosofis seorang anak bagi bangsa Indonesia yaitu amanah dan merupakan karunia Tuhan Yang Maha Esa, yang dalam dirinya melekat harkat dan martabat sebagai manusia seutuhnya. 

Dengan kata lain, martabat bangsa Indonesia begitu ditentukan dari bagaimana keutuhan martabat anak-anak bangsa Indonesia itu sendiri. Dalam artian, potensi yang ada di dalam diri seorang anak harus dijaga sedemikian rupa agar bisa berkembang secara baik dan optimal, baik fisik, sosial maupun psikologi.

Perlindungan terhadap anak ditujukan untuk menjamin kesejahteraan anak termasuk masa depannya. Kesejahteraan yang dimaksud akan dapat diwujudkan jika hak-hak anak untuk tumbuh dan berkembang ditemani dengan pendidikan yang benar. Dengan pendidikan yang benar, maka anak tidaklah akan dengan mudah untuk melakukan kejahatan sebagaimana seringkali diberitakan akhir-akhir ini.

Pendidikan yang benar, tidaklah hanya ditujukan pada pembentukan generasi bangsa yang cerdas semata, tapi pula untuk membentuk generasi manusia Indonesia seutuhnya. 

Manusia Indonesia seutuhnya terletak pada manusia yang beragama, berkarater ke-Indonesiaan, cerdas dan mencintai bangsanya. Bila pendidikan bernuansakan itu bisa diwujudkan, maka jauhlah manusia-manusia Indonesia itu dari tabiat korup, menjual bangsa dan kebangsaannya, bergaya hidup bebas ala kebarat-baratan, saling menghina dan memfitnah satu sama lain, serta bodoh dan membodohi sesama saudaranya sebangsa dan setanah air.

Jika pendidikan hanya memfokuskan pada ilmu semata, maka seperti ungkapan Albert Einstein (1938): "Dalam peperangan, ilmu menyebabkan kita saling meracun dan saling menjagal. Dalam perdamaian dia membuat hidup kita dikejar waktu dan penuh tak tentu. Ilmu yang seharusnya membebaskan kita dari pekerjaan yang melelahkan spiritual malah menjadikan manusia budak-budak mesin." Jadi, tidaklah cukup jika pendidikan hanya sekedar fokus pada pemberian ilmu untuk mencerdaskan kehidupan bangsa semata, tapi juga bagaimana agar selain cerdas, dapat juga tercipta manusia-manusia yang bermoral. 

Dalam bahasa Imam Syafi'i, pendidikan itu memiliki dua sisi yang saling melengkapi satu sama lain, yaitu ilmu dan taqwa. Tanpa keduanya, maka nilai seseorang menjadi tidak ada artinya. Penyandingan atas ilmu dan taqwa inilah yang semestinya dijadikan ruh dalam pembentukan regenerasi manusia Indonesia seutuhnya.

Ibu dan Pendidikan Anak Bangsa

"Jatuhnya buah, tidak akan jauh dari pohonnya". Jika kita hubungkan pepatah tersebut dengan anak dan orang tua, maka kita akan mendapatkan sebuah cermin kepribadian yang menggambarkan pola kesamaan karakter anak dengan orang tuanya. Benarkah demikian?

Logikanya, buah tidak selalu jatuh dekat dengan pohonnya. Sebab jika pohonnya berada di atas bukit, maka buahnya akan jatuh menggelinding. Atau sebuah tunas kelapa bisa tumbuh jauh dari induknya, karena dia jatuh dan terbawa oleh ombak yang menghanyutkannya ke pantai lain. Begitu pula halnya dengan anak, tidak selalu mereka tumbuh dan berkembang seperti kedua orang tuanya, sehingga nasibnya-pun tidak akan sama. Tapi walau bagaimanapun, kedua orang tua memiliki peranan yang sangat besar dalam terbentuknya pertumbuhan dan perkembangan seorang anak.

Dalam QS Az-Zumar (39): 6, disebutkan: "... Dia menjadikan kamu dalam perut ibumu kejadian demi kejadian dalam tiga kegelapan." Ayat ini menunjukkan bahwa seorang manusia diciptakan dalam tubuh ibunya dalam tiga tahapan yang berbeda. Williams P., dalam bukunya Basic Human Embryology, menyebutkan ketiga tahapan tersebut adalah pre-embrionik; dua setengah minggu pertama, embrionik; sampai akhir minggu ke delapan, dan janin; dari minggu ke delapan sampai kelahiran. Otak bayi mulai tumbuh dan berkembang sejak usia kandungan ibu menginjak delapan minggu dan mencapai puncaknya pada trimester ketiga. Sel-sel otak memang terbentuk sebelum ia lahir tetapi sel-sel itu terkoneksi secara bertahap setelah lahir. Perkembangan otak anak tidak tergantung pada gen orang tua, tapi dipengaruhi oleh pengalaman dan interaksi si kecil dengan lingkungannya.

Kondisi lingkungan yang baik memiliki peranan lebih besar dalam mempengaruhi masa depan anak ketimbang faktor genetik. Menurut John Medina (dalam buku Brain Rules: 12 Principles for Surviving and Thriving at Work, Home and School), kosa kata anak akan bertambah jika terus diajak bicara oleh ibunya dari waktu ke waktu. Kata-kata yang orang tua gunakan ketika berbicara dengan si kecil dapat meningkatkan kosakata dan tingkat intelegensinya. 

Artinya, ibu lah yang pertama kali berinteraksi dan meletakkan pondasi dasar kepribadian seorang anak. Atau dengan kata lain, ibu adalah sekolah pertama bagi sang anak. Jadi wajar jika Rasulullah pernah bersabda "Jagalah beliau (ibu), karena sesungguhnya surga itu di bawah kedua telapak kakinya". (HR. An-Nasai, Ahmad dan Ath-Thabarani).

Surga itu ada dua, yaitu surga dunia, dan surga akhirat. Jika seorang ibu hanya pandai mengajarkan ilmu, maka anaknya hanya akan mendapatkan kebahagiaan di dunia semata. Begitupula sebaliknya, jika dia hanya mengajarkan aqidah, maka anaknya kelak akan tumbuh menjadi seorang anak yang religius dan berakhlak mulia tapi tak pandai meraih kebahagiaan dunia. Artinya, seorang ibu yang sempurna itu adalah ibu yang bisa mengajarkan ilmu dan agama kepada anak-anaknya dari semenjak dalam kandungan hingga mereka dewasa.

Lalu bagaimana dengan ayah? Islam mengajarkan tentang pembagian peranan dalam kehidupan sebuah rumah tangga. Ayah sebagai kepala keluarga, tentu saja bertanggung jawab terhadap seluruh anggota keluarga yang dipimpinnya, termasuk pendidikan anak-anaknya. Sebagaimana hadist yang diriwayatkan oleh Abu Musa Al-Asy'ari R.A, "Siapa saja laki laki yang mempunyai anak perempuan, lalu memberinya pendidikan dengan sebaik baiknya, mengajarinya berprilaku terpuji dengan sebaik baiknya, lalu menikahkannya, ia memperoleh dua pahala."

Sementara jihad (perjuangannya) yang paling utama bagi seorang isteri dan sekaligus sebagai ibu ada di dalam rumah yang terletak pada ketaaatannya terhadap hak-hak suami dan pendidikan anak-anaknya, sedang untuk jihadnya di luar rumah adalah sumbangan tambahan. 

Oleh karena jihadnya lebih banyak di rumah, maka tanggung jawab pendidikan terhadap anak-anak menjadi dominan kepada ibu, disamping peranan utamanya dalam menciptakan suatu lingkungan keluarga yang nyaman dan harmonis bagi suami dan seluruh anggota keluarga yang lain. 

Jadi emansipasi wanita dalam Islam, lebih kepada pembagian peranan dan tanggung jawab, bukan kepada kesemarataan tanggung jawab antara ayah dan ibu. Karena tanggung jawabnya yang sangat besar dan bisa berdampak bagi masa depan anak-anaknya itulah kenapa jaminan surga lebih diletakkan di bawah kaki ibu ketimbang ayah, sekalipun anak tetap diwajibkan untuk berbakti kepada kedua orang tuanya tanpa kecuali apakah itu ayah maupun ibu.

Guru terbaik dari seorang anak adalah kedua orang tuanya, terutama ibu. Seorang ayah tahu mana yang terbaik bagi masa depan anaknya, sementara bagi seorang anak, tidak ada yang lebih memahami keinginannya selain dari pada ibu. Ibu yang baik harus memahami posisi dan peranannya. 

Sebagai istri, dia tentu tahu bahwa apa yang diinginkan suaminya adalah yang terbaik bagi anak-anaknya. Dan sebagai seorang ibu, dia lebih mampu dalam menyampaikan keinginan terbaik itu kepada anak-anak mereka. Ibu sangat mengenali anak-anaknya sama seperti dia mengenali suaminya, hal inilah yang membuat seorang ibu bisa menghasilkan keputusan terbaik yang sama-sama diinginkan dan bisa diterima baik oleh suami maupun anak-anaknya dalam setiap urusan rumah tangga, termasuk masa depan anak-anaknya. 

Kemampuan sedemikian digambarkan oleh Pemimpin Besar Revolusi Islam Iran, Ayatullah Ali Khamenei sebagai suatu kelebihan dari kaum perempuan, "Harga diri, kehormatan, kelembutan fitrah, dan kegiatan perempuan sebagai kelebihan yang ada pada perspektif Islam dalam masalah perempuan. Allah SWT telah menciptakan perempuan sedemikian rupa sehingga sebagian urusan emosi, pendidikan, dan bahkan manajemen di dalam rumah tangga hanya bisa ditangani dengan kelembutan jiwa perempuan."

Menjalankan peranan seorang ibu dalam mendidik anak-anaknya di era globalisasi informasi ini tidaklah mudah. Riset American Academy of Pediatrics dan Canadian Society of Pediatrics State menemukan sejumlah dampak buruk teknologi terhadap anak-anak. Secara intelektual, perkembangan otak menjadi terhambat, kehilangan konsentrasi dan kefokusan serta daya ingat menurun. Secara fisik, berpotensi terkena obesitas karena kurang gerak dan mengalami kurang tidur. Secara psikis, naiknya tingkat depresi, kecemasan, defisit perhatian, autisme, dan gangguan bipolar. Secara perilaku, menjadi agresif karena konten-konten televisi berisi kekerasan. 

Selain dari pada itu, ketika orang tua atau ibu lebih tertarik kepada teknologi, mereka bisa mengabaikan anak. Faktor-faktor sedemikianlah yang pada akhirnya dapat menyebabkan anak mengalami kegagalan dalam pertumbuhan dan perkembangan karakternya yang akan berujung pada kehancuran hidupnya.

Syahdan, sudah sepatutnya perkembangan seorang anak harus lebih diperhatikan, terutama bagi ibu-ibu pada zaman sekarang yang lebih banyak berada di luar rumah yang hanya menyerahkan perkembangan anaknya kepada lembaga pendidikan dan di rumah kepada pembantu rumah tangga atau pada seorang pengasuh anak. Seorang guru sekolah yang memiliki peserta didik yang banyak, sulit diharapkan untuk bisa mengenal dan memahami masing-masing muridnya. Begitupun dengan PRT atau pengasuh anak, tidak akan bisa lebih mengerti dari pada ibu dalam memahami dan mendidik anak-anaknya.

"Telah menceritakan kepada kami Muhammad bin Katsir berkata, telah mengabarkan kepada kami Sufyan dari Bahz bin hakim dari Bapaknya dari Kakeknya ia berkata, "Aku bertanya, "Wahai Rasulullah, siapa yang paling aku perlakukan dengan baik?" beliau menjawab: "Ibumu, kemudian ibumu, kemudian ibumu, kemudian bapakmu, kemudian yang terdekat, kemudian yang terdekat." (HR. Abu Dawud No. 4473 dan Tarmidzi No. 1819). Begitulah nilai seorang ibu, sampai-sampai Nabi Muhammad SAW mengucapkan kata "ibu" berulang-ulang sebanyak tiga kali. Perlakukan lah ibu dengan baik, karena dialah yang paling berpengaruh bagi keberhasilan seorang anak dalam hidupnya. Ibu mendengarkan dengan matanya, ibu mendengarkan dengan hatinya.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun