Mohon tunggu...
Dr Muhamad Erwin SH M Hum
Dr Muhamad Erwin SH M Hum Mohon Tunggu... Dosen - Fakultas Hukum Universitas Sriwijaya

Anggota Asosiasi Filsafat Hukum Indonesia. Karya: Buku Filsafat Hukum: Refleksi Kritis Terhadap Hukum dan Hukum Indonesia (Dalam Dimensi Ide dan Aplikasi), Penerbit PT RajaGrafindo Persada, Jakarta (2015), Buku Hukum Ruang Hidup Adat: Taman Nasional Adat Sebagai Gagasan Kawasan Konservasi Baru, Penerbit Genta Publishing, Yogyakarta (2021), Film Dokumenter Orang Rimba - The Life of Suku Anak Dalam (2021) YouTube: @orangrimbafilm

Selanjutnya

Tutup

Filsafat

Kedaulatan Rakyat dalam Falsafati Sila Keempat Pancasila

1 Juni 2018   14:47 Diperbarui: 1 Juni 2018   15:20 3908
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Demokrasi dengan sistem kompetisi seperti ini akan memunculkan perbuatan-perbuatan yang bertentangan dengan ajaran moral dan nilai-nilai luhur yang ada di dalam masyarakat Indonesia, seperti misalnya black campaigne  untuk melakukan fitnah, hasutan, pencitraan diri, dan lain sebagainya yang berbau tipu daya. Dalam musyawarah tidak akan terjadi halalisasi yang haram dan haramisasi yang halal. Musyawarah berdiri di atas kekuatan akal yang berupa argumen, sementara demokrasi bergantung pada mayoritas suara yang berdiri di atas kepentingan, bukan kebutuhan.

Dengan musyawarah terdapat peluang yang sama diantara si kaya dan si miskin untuk menjadi pemimpin, tidak semata bergantung pada faktor kekuatan ekonomi, sedang demokrasi ala barat melalui sistem "one man one vote" (satu orang satu suara) telah mereduksinya, tercipta peluang besar untuk menjadi pemimpin dengan "membeli" suara. Konsepsi demokrasi inilah yang kemudian mempermudah terjadinya sistem yang korup, kemudian memecah belah bangsa Indonesia, dan telah pula menimbulkan kesemrawutan pada pola hidup kerakyatan.

Kemudian bagaimana untuk memberikan peluang bagi bangsa Indonesia baik yang kaya ataupun yang miskin untuk bermusyawarah dalam menentukan pemimpin dan  menentukan arah dalam mengelola negara ini!. Jawabnya telah disepakati pada akhir kalimat akhir sila keempat yakni pada frasa "perwakilan".

Secara falsafati, kesepakatan tersebut tertuju pada kehendak terikat untuk mengkuasakan pada kuasa perwakilan yang disebut sebagai lembaga perwakilan. Pada saat tercapainya kesepakatan mengenai bagaimana menyelenggarakan kekuatan politik, maka penerima kuasa itu bertanggung jawab terhadap mandat yang diberikan.

Oleh karena itu, hanya kecerdasan serta integritas moral yang menjadi parameternya, cahaya hikmat tampil dalam bentuk kewibawaan, kepatuhan yang terbentuk dalam keajegan hidup akan bersifat langgeng, turun temurun sehingga lestari. Karena itu, dibutuhkan civic skill dari penyelenggara negara sebagai perwakilan rakyat.

Memang dalam kelangsungannya, pokok perwakilan itu dapat dijadikan sebagai sarana bahkan alat untuk menguasai: kuasa-kuasa yang telah dikuasakan untuk tak dapat lagi dikuasai. Namun dapat pula sebaliknya, korupsi terhadap kuasa-kuasa itu dapat beralih rupa menjadi kumpulan harapan yang tak terkuasakan, revolusi sosial sebagai jawaban.

Menandaskan bahwa, sekalipun kuasa perwakilan telah dimandatkan, ada pelurus bagi pelaksanaan mandat dimaksud, agar tidak mengalami bias bila dimanfaatkan untuk kepentingan. Kebutuhan bersama adalah ukurannya, bukan kepentingan.

Akhirnya dapatlah kita kumpulkan sari pikiran di balik makna yang terkandung pada sila keempat adalah sebagai usaha bersama bangsa Indonesia atas dasar kepemilikan bersama yang diselenggarakan dengan pengertian yang mendalam untuk mencapai kebenaran melalui pola permusyawaratan dan perwakilan.

Akhir kata, bukan ideologi yang mujarab untuk memperbaiki diri, tapi dirilah yang dapat memberikan nilai pada ideologi tersebut.

 Salam Pancasila.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun