Mohon tunggu...
Dr Muhamad Erwin SH M Hum
Dr Muhamad Erwin SH M Hum Mohon Tunggu... Dosen - Fakultas Hukum Universitas Sriwijaya

Anggota Asosiasi Filsafat Hukum Indonesia. Karya: Buku Filsafat Hukum: Refleksi Kritis Terhadap Hukum dan Hukum Indonesia (Dalam Dimensi Ide dan Aplikasi), Penerbit PT RajaGrafindo Persada, Jakarta (2015), Buku Hukum Ruang Hidup Adat: Taman Nasional Adat Sebagai Gagasan Kawasan Konservasi Baru, Penerbit Genta Publishing, Yogyakarta (2021), Film Dokumenter Orang Rimba - The Life of Suku Anak Dalam (2021) YouTube: @orangrimbafilm

Selanjutnya

Tutup

Filsafat

Kedaulatan Rakyat dalam Falsafati Sila Keempat Pancasila

1 Juni 2018   14:47 Diperbarui: 1 Juni 2018   15:20 3908
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Menurut Bung Hatta, demokrasi Barat harus ditolak sebagai dasar untuk membangun Indonesia merdeka. Oleh karena itu, kerakyatan bagi bangsa Indonesia itu hendaknya disesuaikan dengan tradisi masyarakat Indonesia, yaitu kebersamaan dan kekeluargaan. Ini jelas berbeda dengan kebiasaan yang berlaku dalam sistem demokrasi ala Barat yang individualistis dimana pengambilan keputusan didasarkan pada pemungutan suara yang mengandung prinsip menang kalah, bukan semangat bersama.  Terhadap sari pikiran yang sedemikian, maka dapat kita petik, bahwa kerakyatan itu pada hakikatnya merupakan cerminan dari: usaha, landasan kepemilikan, dan tujuan hidup bersama.

"Yang Dipimpin Oleh Hikmat Kebijaksanaan"

Bagaimana menterjemahkan makna "dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan" dalam sila keempat. Dipimpin artinya dipimpin dengan kekuatan akal. Kekuatan akal akan membawa orang kepada hakikat untuk mengikuti perintah yang baik dan menjauhkan diri dari yang zalim. Akal diambil dari kata aslinya yakni "aqal" artinya ikatan. Ikatan dari pikiran, kemauan, dan rasa. Ketiga-tiganya itu bekerja sama dalam berhadapan dengan persoalan-persoalan yang membutuhkan jawaban. Oleh orang yang berakal itulah akan dapat dipantulkan cahaya hikmat, kebijaksanaan, dan pengharapan yang besar.

Hikmat itu sendiri adalah keterusan akal untuk mengorek kebenaran. Tegasnya hikmat itu merupakan akal kelas satu atau akal tingkat tinggi. Dengan akal tingkat tinggi itu, yang natinya akan menanam, menyiram, dan memupuk hubungan antar manusia Indonesia sehingga pertalian Indonesia tidaklah akan putus. 

Ide yang kemudian terejawantahkan secara nyata. Dalam permaknaan, bahwa untuk mencapai tingkat kebijaksanaan, elaborasi antara pemikiran dan aksi sangat diperlukan. Artinya, pertama, apabila apa yang akan menjadi aksi itu telah melalui proses perenungan yang mendalam. Kedua, apabila aksi yang diputuskan atau yang diambil tersebut dapat terbukti kebenarannya.

Proses perenungan yang mendalam, artinya segala sesuatu yang telah diputuskan adalah hasil dari perhitungan yang baik dan jitu. Sementara terhadap aksi yang mencapai kebenaran berarti melalui prosedural yang baik dan tepat sasaran. Baik saja, belum dapat dikatakan benar, dan tepat saja, belum pula dapat dikatakan benar, karena benar itu adalah tepat dan baik.

Sebagai negara yang mengakui adanya Tuhan, kisah Nabi Sulaiman a.s. yang dikenal sebagai pemimpin yang arif lagi bijaksana (centre of excellence) dapat pula kita jadikan teladan. Pembuktian terbalik , "argumentum a contrario" pada perkara dua orang ibu yang memperebutkan satu orang anak. Nabi Sulaiman a.s. berhasil melebarkan sayap pengaruhnya, satu cara yang kelak akan direduksi sebagai satu alat pembuktian dalam perkara perdata dan pidana dengan jalan persangkaan, bilamana tidak terdapat dua alat bukti dan saksi maupun bukti surat pun sumpah, suatu bentuk kecerdikan dan kejelian yang seksama, bukan dengan kelicikan apalagi pemaksaan.

Kisah di atas adalah satu hasil konkrit yang tampak nyata pada saat hikmat dan kebijaksanaan yang memimpin manusia ketika dihadapkan pada suatu permasalahan yang harus diputuskan dengan seketika, keputusan itu sendiri hendaknya merupakan cerminan kewibawaan jabatan dan kewibawaan kuasa yang dapat dicerna logika manusia.

"Dalam Permusyawaratan/Perwakilan"

Pada frasa "dalam permusyawaratan". Merunut hal ini, para pemimpin bangsa mengetahui bahwa faktor kebiasaan dan pola pengambilan keputusan masyarakat adat di Indonesia adalah dengan musyawarah. Konsep ini penting dalam perpspektif kepemimpinan, memimpin kelompok sampai pada pengelolaan negara. Secara falsafati lembaga musyawarah mengandung nilai aksiologi/fungsi nilai sebagai cerminan dari kerendahan hati, wujud penghargaan bagi ragam pendapat dan sebagai wadah pokok bagi penyelesaian masalah komunal.

Musyawarah memiliki perbedaan prinsip dengan demokrasi ala Barat. Musyawarah adalah perwujudan dari kerakyatan ala Pancasila yang merupakan warisan nilai-nilai luhur budaya bangsa. Sementara dalam demokrasi ala Barat yang akar budayanya adalah kebebasan individual lebih menekankan pada sistem kompetisi dalam pengambilan keputusan, siapa yang kuat dia yang menang.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun