INFLUENCER adalah istilah belakangan ini yang cukup populer bahkan sudah tidak asing lagi bagi kalangan pengguna Media sosial.Â
Namun, apa itu definisi INFLUENCER dalam arti sebenernya dan apa kaitannya dengan Etika Periklanan ?
DEFINISI ETIKA PERIKLANAN:
Menurut buku "Etika Pariwara Indonesia (EPI) 2020", etika periklanan didefinisikan sebagai:
"Ketentuan-ketentuan normatif yang menyangkut profesi dan usaha periklanan yang telah disepakati untuk dihormati, ditaati, dan ditegakkan oleh semua asosiasi dan lembaga pengembangannya."
Dengan kata lain, etika periklanan merupakan seperangkat aturan dan prinsip yang mengatur perilaku dan praktik dalam dunia periklanan. Aturan dan prinsip ini bertujuan untuk memastikan bahwa iklan dibuat dan ditayangkan secara bertanggung jawab, jujur, dan adil, serta tidak merugikan konsumen atau pihak lain.
Beberapa buku lain tentang etika periklanan juga memberikan definisi yang serupa, dengan penekanan pada aspek-aspek berikut:
- Kejujuran dan kebenaran: Iklan tidak boleh bohong atau menyesatkan konsumen.
- Keadilan dan tanggung jawab: Iklan tidak boleh merugikan konsumen, pihak lain, atau masyarakat secara luas.
- Kesopanan dan moralitas: Iklan harus sesuai dengan norma dan nilai-nilai yang berlaku di masyarakat.
- Perlindungan konsumen: Iklan harus melindungi hak-hak konsumen dan tidak boleh mengeksploitasi mereka.
- Persaingan yang sehat: Iklan tidak boleh menjelekkan produk atau layanan pesaing.
 HUBUNGAN ETIKA PERIKLANAN DENGAN INFLUENCER
Lalu, bagaimana dengan influencer marketing yang marak saat ini? Etika periklanan pun menjangkau ranah ini. Influencer yang bekerja sama dengan brand harus transparan dan jujur kepada pengikutnya. Konten yang dibuat harus jelas mencantumkan bahwa merupakan iklan dan tidak boleh menyesatkan.
Di era modern, iklan bagaikan pisau bermata dua. Di satu sisi, ia mampu memikat hati dan mengantarkan produk ke tangan konsumen. Di sisi lain, jika tak dikontrol dengan baik, iklan dapat menyesatkan dan membahayakan. Di sinilah letak pentingnya etika periklanan, sebuah kompas moral yang menuntun para pembuat iklan untuk beriklan dengan bertanggung jawab. Etika periklanan bukan sekadar aturan kaku, melainkan sebuah prinsip yang menjunjung tinggi kejujuran, kebenaran, keadilan, dan tanggung jawab. Prinsip ini menjadi landasan bagi iklan yang informatif, adil, dan tidak menyesatkan. Bayangkan sebuah iklan kosmetik yang menjanjikan kulit putih mulus dalam sekejap. Apakah klaim tersebut jujur dan teruji secara ilmiah? Jika tidak, iklan tersebut telah melanggar etika periklanan karena menipu dan membahayakan konsumen. Etika periklanan bukan hanya tentang melindungi konsumen. Prinsip ini juga menjunjung tinggi persaingan yang sehat. Iklan tidak boleh menjelekkan produk pesaing, melainkan fokus pada keunggulan produknya sendiri. Memahami etika periklanan bukan hanya tugas para pembuat iklan, tapi juga konsumen. Konsumen harus cerdas dan kritis dalam menilai iklan. Jangan mudah tergoda dengan iming-iming yang berlebihan dan selalu mencari informasi lebih lanjut sebelum membeli produk. Etika periklanan bagaikan jembatan yang menghubungkan persuasi dan tanggung jawab. Dengan berpegang teguh pada etika ini, iklan dapat menjadi alat yang bermanfaat bagi konsumen dan industri, bukannya menjadi senjata yang menyesatkan dan merugikan.Â
TANTANGAN YANG DI RASAKAN INFLUENCER MENGENAI ETIKA - ETIKA PERIKLANAN
Influencer marketing telah menjadi salah satu strategi pemasaran yang populer dalam beberapa tahun terakhir. Namun, seiring dengan pertumbuhannya, muncul pula berbagai tantangan terkait etika periklanan yang dihadapi oleh influencer. Bagaimana cara Influencer menyikapi tersebut?
Ada beberapa faktor di antaranya:
1. Tekanan untuk membuat konten yang bersponsor
   Banyak influencer merasa tertekan untuk menerima tawaran endorsement dari brand, meskipun mereka tidak selalu yakin dengan     kualitas produk atau layanannya. Hal ini dapat mendorong mereka untuk membuat konten yang tidak autentik dan menyesatkan       pengikutnya.
2. Kesulitan dalam mempercayai pengikutÂ
   Jika influencer terlalu sering membuat konten bersponsor, pengikutnya mungkin mulai meragukan kredibilitas dan kejujuran         mereka. Hal ini dapat merusak kepercayaan yang telah dibangun influencer dengan pengikutnya selama ini.
3. Kuranganya pemahaman mengenai Etika Periklanan
   Tidak semua influencer mengerti atau pun care mengenai Etika Periklanan. Oleh sebab itu harus ada wawasan berlebih mengenai      Etika Periklanan. Hal ini dapat menyebabkan mereka melanggar aturan tanpa di sadari, yang dapat berakibat sanksi pada platform    Media sosial tersebut
  Â
PENUTUP
Oleh karena itu, Etika periklanan influencer sangat penting di himbau sebelum melakukan pemasaran di platform media social tersebut. Di era digital yang dinamis ini, influencer marketing telah menjelma menjadi kekuatan yang tak terelakkan dalam dunia periklanan. Namun, di balik gemerlapnya, etika periklanan influencer tak luput dari berbagai tantangan. Klaim palsu, informasi menyesatkan, dan kurangnya transparansi menjadi batu sandungan yang menghambat terciptanya ekosistem influencer marketing yang sehat.Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H