Setelah satu jam berlalu, Pak Hafidz mengumpulkan lembar jawaban dari setiap siswa. Wajahnya terlihat serius, mencerminkan betapa pentingnya ujian ini bagi masa depan para siswa.
"Terima kasih atas usaha kalian. Kami akan segera mengevaluasi hasil ujian ini," ucap Pak Hafidz sambil mengumpulkan kertas ujian.
Saat Abi keluar dari ruang ujian, perasaan campur aduk menghampirinya. Ia merasa yakin dengan jawabannya, namun tetap saja ada kekhawatiran dan keraguan. Abi pun melangkah pulang dengan hati yang penuh harap.
Ketika tiba di rumah, Abi disambut oleh ibunya yang terlihat gelisah menunggu di depan pintu. Mata ibunya memancarkan kekhawatiran dan doa yang terus menerus diucapkannya.
"Bagaimana ujiannya, Nak?" tanya ibunya dengan penuh harap.
Abi mencoba tersenyum, "Aku sudah berusaha sebaik mungkin, Bu. Semoga hasilnya baik."
Ibunya memeluk Abi erat, "Doa ibu selalu menyertaimu, Nak. Apapun hasilnya, ibu tahu kau sudah berjuang keras."
Mereka berdua kemudian duduk bersama sambil menunggu hasil pengumuman. Waktu terasa berjalan lambat, dan ketegangan menyelimuti ruangan.
Hari demi hari berlalu, dan akhirnya tiba saatnya pengumuman beasiswa. Abi dan ibunya pergi ke sekolah dengan hati berdebar-debar. Mereka bergandengan tangan, saling memberi dukungan.
Pak Hafidz membuka amplop hasil ujian dan mulai membacakan nama-nama yang lolos seleksi. Ketegangan semakin terasa di udara.
"Dan siswa yang mendapatkan nilai tertinggi, dan berhak mendapatkan beasiswa hingga Sekolah Menengah adalah... Abi!"