Keresahan petani ini memang sudah ditanggapi oleh pemerintah untuk mendorong komoditas lain sebagai prioritas produk pertanian. Pemerintah Propinsi Nusa Tenggara Barat misalkan, sudah sejak lama menggaungkan produksi Jagung sebagai alternative untuk mengganti tembakau. Tetapi memang kekhawatiran para petani tembakau terus terjadi. Ketika para petani tembakau mengikuti program pemerintah untuk menanam jagung. Sayangnya, keuntungan yang diperoleh petani dari hasil jagung sangat jauh di bawah pendapatan dari menjual tembakau.
Saya tidak sedang ingin memperdebatkan apakah tembakau akan membawa dampak positif atau sebaliknya kepada pihak yang terkait? Saya kira pembaca memiliki argumentasi dan keyakinan yang berlainan. Saya hanya ingin mengerucutkan pembahasan kita ke arah petani, secara khusus petani tembakau. Jika memang pemerintah serius ingin memberikan kesejahteraan petani, entah itu petani tembakau atau yang lainnya. Maka yang terpenting adalah bukan hanya fokus kepada pra produksi seperti pembibitan, alat produksi panen atau masalah pupuk. Pemerintah juga perlu untuk memperhatikan petani pasca panen. Dalam istilah ekonomi kita sebut market share-nya.
Ketika memang sebuah daerah memiliki komoditas unggul pertanian, maka intervensi pemerintah ketika pasar komoditas tersebut tidak berpihak kepada petani. Peran Bulog atau BUMN/BUMD terkait misalnya. Pemerintah seyogyanya menjadi mitra para petani dalam menjual hasil pertanian. Artinya pemerintah menjadi pembeli produk pertanian ketika kondisi pasar sedang terpuruk sehingga petani tidak khawatir tentang harga.
Tentunya pemerintah harus membeli dengan harga pasar atau mungkin lebih sehingga petani tidak mengalami kerugian. Ini juga sebagai salah satu solusi bagi pemerintah untuk swasembada hasil pertanian untuk kemudian dijadikan barang yang akan dijual ke daerah lain atau di ekspor ke Luar Negeri. Sehingga pada akhirnya nanti masing-masing pemerintah daerah akan menjadi penyedia hasil pertanian yang bagi daerah tersebut tidak bisa dipenuhi.
Muhamad Bai’ul Hak
Lombok, 26/08/2016
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H