Mohon tunggu...
Muhamad Mustaqim
Muhamad Mustaqim Mohon Tunggu... Dosen - Peminat kajian sosial, politik, agama

Dosen

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Agama, Klepon, dan Ayam Pezina

28 Juli 2020   07:50 Diperbarui: 28 Juli 2020   08:02 262
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Agama, adalah pangsa pasar yang sangat emosional. Segmenting dan targeting pasar berafiliasi agama, akan lebih mudah dalam membangun emosi spiritualitas. Apalagi jika terkait nilai syar'i: halal-haram. Hal ini akan sangat mudah menggiring persepsi dan emosi pembeli dan pelanggan. 

Fenomena hijrah yang saat ini menjadi tren beragama, semakin menguatkan aksioma: hijrah harus dimulai dengan konsumsi yang halal. Akhirnya, ketika ada teks "halal-haram" orang menjadi sensi dan sangat berhati-hati.

Permasalahanya adalah ketika iklan tersebut dianggap "mengganggu" eksistensi bisnis dan kepentingan pihak lain. Prinsip iklan: silahkan sebut kecap anda nomor satu, tapi jangan cantumkan kecap B nomor dua atau nomor seratus. 

Pada kasus klepon tidak Islami, jelas akan menyinggung para penjual dan penikmat klepon. Karena jika logikanya diteruskan, klepon yang tidak islami ini akan dekat dengan penyimpulan klepon tidak halal. 

Berikutnya, narasi tidak islami adalah sebuah kerancuan berpikir: menyandangkan sebuah entitas sebagai sesuatu yang berhukum syar'i, hanya karena asal daerah. Tidak heran jika kemudian beberapa kalangan heboh mengecam meme tersebut.

Pada kasus ayam pezina, ada semacam mafhum mukholafah (logika berbalik) bahwa semua ayam yang tidak diperlakukan secara syar'i seperti narasi poster tersebut adalah telur dari hasil zina yang tidak halal. 

Padahal, berapa milyar ayam yang bertelor dengan tanpa menikah, melakukan poligami dan poliandri tak terbatas, bahkan tak segan-segan inses, menikah dengan saudara, orang tua -- ups induk - maupun anak. 

Dan sejak kapan para ayam ini menjadi muallaf dan mukalaf? Di sinilah kita harus bijak bersikap, tidak mudah terpancing dan memandang realitas dunia maya sebagai sesuatu yang "maya" pula.

Komodifikasi berbalut agama memang menjadi promosi mudah dan murah. Pada segmen pola beragama tertentu akan sangat mengena, sehingga mampu menjadi motivasi keputusan pembelian. 

Pemasaran mensyaratkan adanya positioning, menempatkan "citra" sebuah produk ke dalam benak konsumen. Dan motif agama akan menjadi motif fundamental yang mampu menjadikan konsumen itu memilih dan loyal. 

Namun jika menggunaan atribut agama digunakan secara serampangan, tentu akan mudah melahirkan ketersinggungan bagi pihak lain. Dan ini tentu saja menyalahi etika dalam pemasaran dan berbisnis.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun