Terus, siapa yang kemudian membuatkan mereka ini peran? Nah, mereka ini digerakkan oleh kepentingan yang menjadi "relasi kuasa" atas kecenderungan masing-masing individu.
Ada banyak singgungan kepentingan yang saling mendominasi setiap individu ke dalam akun-akun media sosial. Singgungan kepentingan inilah yang kemudian melahirkan individu terkadang memiliki lebih dari satu akun.
Apakah "kepentingan" ini hanya bersifat materi? Dengan kata lain, mereka melakukan gerakan di medos karena persoalan uang? Boleh jadi, tapi tidak semua. Di sini, ada kepentingan budaya, afiliasi golongan, hobi, patronase, keyakinan yang itu semua menggerakkan peran-peran akun di media sosial.Â
Fenomena "gaduh" di dunia maya boleh saja kita sikapi, namun tetap secara proporsional, jangan berlebihan. Karena dunia nyata adalah "panggung belakang" yang merupakan karakter senyatanya, substansial, bukan artifisial.
Meskipun, dunia nyata nanti juga bisa terbelah lagi menjadi dua panggung depan dan belakang, namun setidaknya di banding dengan bangung dunia maya, dunia nyata ini lebih menggambarkan realitas. Sampai titik ini, kiranya tidak perlu "kagetan" melihat gegap gempita dan kegaduhan yang terjadi di dunia maya.
Terakhir, mengutip pernyataan penutup film Ready Player One besutan Steven Spielberg yang tayang Maret 2018, "Dunia nyata adalah satu-satunya hal yang nyata". Betapapun dunia maya itu tampak realistis, namun tetap saja itu tidak nyata. Dunia maya adalah realitas "semu" yang artifisial, meskipun kita setiap kali bersinggungan dengannya, dan seakan masuk dan tenggelam di dalamnya.Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H