Mohon tunggu...
Muhamad Basri
Muhamad Basri Mohon Tunggu... Wiraswasta - Pengangguran

Pembelajar

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Aksesbilitas Pemilu

15 September 2018   07:00 Diperbarui: 15 September 2018   08:29 468
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Namun tidak demikian halnya dalam pencalonan pejabat eksekutif dan penyelenggara pemilu; (3) kampanye tidak banyak membantu pemilih disabilitas untuk mengakses informasi visi, misi, dan program partai politik dan calon; dan (4) dalam pemungutan suara tidak tersedia fasilitas dan layanan yang mencukupi untuk membantu pemilih disabilitas. Keempat masalah tersebut terentang dari undang-undang, peraturan teknis, hingga operasional di lapangan.

Tahun 2015 yang lalu telah diselenggarakan pilkada serentak seluruh Indonesia di 8 provinsi, 170 kabupaten,  dan 26 Kota (Baca: detik.com). Lampung sendiri terdapat delapan daerah kabupaten/ kota yang melaksanakan pilkada serentak dan kebetulan Kapupaten Lampung Tengah termasuk didalamnya yang juga merupakan kabupaten domisili penulis.

Waktu itu penulis datang ke TPS untuk memberikan hak suaranya sebagai bentuk partisipasi. Setelah memberikan hak suaranya penulis tidak langsung pulang karena masih ada tugas dari dosen yang harus diselesaikan yaitu membuat laporan dokumentasi pelaksanaan pilkada serentak. 

Lokasi yang menjadi TPS pada waktu itu terletak di salah satu ruangan di gedung sekolah setempat (lingkungan tempat tinggal penulis). Kebanyakan gedung sekolah memiliki selokan dan undakan serta dibangun hampir tidak memperhatikan aksesibilitas penyandang disabilitas terlebih lagi jika sekolah tersebut adalah sekolah umum atau bukan sekolah khusus (SLB). Fasilitas yang tersedia di sana hanya berupa pengeras suara, paku yang digunakan untuk mencoblos, bilik pencoblosan, dan tempat duduk pengantre, sedangkan yang lainnya seperti layar monitor yang menampilkan nomor urut atau alat bantu yang dibutuhkan oleh penyandang disabilitas tidak terdapat disana.

Bagi penyandang disabilitas ganda atau tunagrahita (tidak memiliki tangan/ kaki bahkan keduanya sekaligus) atau yang menggunakan kursi roda, tentu kondisi TPS tetsebut tidaklah akses, begitu juga dengan jarak antar bilik yang berdekatan serta tinggi meja yang normal (tidak lebih pendek/ khusus) akan menyulitkan mereka untuk mengaksesnya. Kemudian paku yang digunakan untuk mencoblos juga terlihat berkarat yang tentu tidak aman bagi kesehatan mereka.

Penyandang disabilitas Tunarungu hanya pada indera pengelihatannya saja, karena pada umumnya orang yang tersebut dapat membaca dan berbicara. Bagaimana PPS memanggil atau memberi tahu kepada mereka sedangkan PPS tidak punya kapasitas untuk memberi tahu dengan menggunakan bahasa isyarat, begitu juga dengan tunarungu yang tidak semua dari mereka mengerti bahasa iyarat. Bukan hanya itu saja, saat kampanye oleh paslon mereka juga kesulitan untuk mengatahui apa visi dan misi dari paslon yang mencalonkan diri, sehingga mereka tidak punya pertimbangan yang logis untuk menentukan pilihan. Partai politik yang dalam hal ini adalah pemain tunggal, juga kurang memperhatikan penyandang disabilitas, partai-partai tersebut seaakan abai dengan mereka.

Lalu bagaimana dengan tunanetra? Dalam hal ini tunanetra adalah penyandang disabilitas yang paling tidak terakomodir saat pemilu. Alat indera yang dapat mereka andalkan adalah pendengaran dan peraba. Kesulitan yang mereka hadapi yaitu pada tahap pemungutan suara. Pada tahap ini mereka akan cukup kesulitan untuk menggunakan hak pilihnya karena sampai hari ini KPU belum pernah menerbitkan surat suara yang juga dapat dibaca oleh penyandang tunanetra. Alternatif yang dilakukan oleh KPU adalah pada tataran teknis yaitu dengan memberikan pendampingan yang dilakukan oleh PPS, itu artinya mereduksi prinsip kerahasiaan dalam pemilu.

Padahal permasalahan paling krusial yang dihadapai oleh penyandang disabilitas adalah ketika berada pada tahapan pemungutan suara. Apakah tahap ini akses atau tidak terhadap penyandang disabilitas? Pengertian umum aksesibilitas adalah derajat kemudahan dicapai oleh orang, terhadap suatu objek, pelayanan ataupun lingkungan. Kemudahan akses tersebut diimplementasikan pada bangunan gedung, lingkungan dan fasilitas umum lainnya. Aksesibilitas juga difokuskan pada kemudahan bagi penyandang disabilitas untuk menggunakan fasilitas seperti pengguna kursi roda harus bisa berjalan dengan mudah di trotoar ataupun naik keatas angkutan umum (baca: aksesibilitas pemilu).

Hemat penulis tahap ini dapat dikatakan sebagai indikator apakah pemilu tersebut memiliki aksesibilitas tinggi atau rendah bahkan sama sekali tidak aksesibel terhadap penyandang disabilitas. Untuk itu, perlu dialakukan sinergisitas dari para pemangku kepentingan yaitu pemerintah sebagai pembuat UU, KPU sebagai penyelenggara, dan kelompok penyandang disabilitas sebagai warga negara yang memiliki hak memilih dan dipilih untuk kemudian menghasilkan diskursus pemilu yang beraksesibilitas tinggi yang setara dan bebas diskriminasi.

Bagaimanapun penyandang disabilitas adalah warga negara yang memiliki hak yang sama dengan warga negara lain atas dasar UUD 1945 dan melekat pada setiap individu sejak ia dilahirkan yang diberikan oleh Tuhan Yang Maha Esa. Dengan demikian, setiap warga negara tidak memiliki kekuasa dan kewenangan untuk membatasi atau bahkan menghilangkan hak warga negara lain yang berdaulat dengan dalil apapun.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun