Tasawuf dalam Naungan Al-Qur'an dan Sunah: Perspektif Syekh al-Rauf al-Fansuri
Tasawuf sering kali menjadi topik perdebatan di kalangan Muslim. Ada yang memandangnya sebagai inti dari spiritualitas Islam, sementara yang lain menganggapnya menyimpang dari ajaran murni Al-Qur'an dan Sunah. Dalam konteks ini, karya-karya Syekh al-Rauf al-Fansuri memberikan pencerahan penting, karena ia berhasil menjembatani antara nilai-nilai tasawuf dengan landasan Al-Qur'an dan Sunah.
Dasar Qur'ani dalam Tasawuf
Syekh al-Rauf al-Fansuri, seorang ulama besar dari Nusantara, menekankan bahwa tasawuf bukanlah sekadar jalan menuju kesucian jiwa, tetapi juga merupakan manifestasi dari nilai-nilai Al-Qur'an. Ia sering mengutip ayat-ayat seperti:
"Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka beribadah kepada-Ku" (QS. Adz-Dzariyat: 56),
"Sesungguhnya orang-orang yang beriman dan hati mereka menjadi tenteram dengan mengingat Allah. Ingatlah, hanya dengan mengingat Allah hati menjadi tenteram" (QS. Ar-Ra'd: 28).
Baginya, tasawuf adalah upaya manusia untuk mencapai tujuan penciptaan melalui ibadah yang mendalam dan pengingatan kepada Allah yang terus-menerus. Dalam hal ini, dzikir dan kontemplasi bukanlah inovasi, melainkan praktik yang langsung bersumber dari ajaran Al-Qur'an.
Tasawuf dan Sunah Nabi Muhammad SAW
Selain berlandaskan Al-Qur'an, Syekh al-Rauf al-Fansuri juga mengaitkan tasawuf dengan kehidupan Rasulullah SAW. Ia menekankan bahwa Nabi Muhammad adalah contoh sempurna seorang sufi dalam makna sejati, yaitu seseorang yang hidup sederhana, penuh kasih sayang, dan selalu terhubung dengan Allah.
Syekh al-Rauf mengutip hadis-hadis seperti:
"Zuhudlah terhadap dunia, maka Allah akan mencintaimu; dan zuhudlah terhadap apa yang dimiliki manusia, maka manusia akan mencintaimu" (HR. Ibnu Majah),
"Sebaik-baik manusia adalah yang paling bermanfaat bagi manusia" (HR. Ahmad).
Bagi al-Fansuri, tasawuf adalah ekspresi praktik zuhud, sabar, dan syukur yang diajarkan oleh Rasulullah. Ia menekankan bahwa seorang Muslim yang benar-benar mengikuti Sunah Nabi akan dengan sendirinya menjalani jalan tasawuf.
Menghadapi Kritik terhadap Tasawuf
Syekh al-Rauf al-Fansuri menyadari bahwa banyak kritik terhadap tasawuf berasal dari praktik-praktik yang dianggap menyimpang, seperti klaim tentang maqam spiritual yang berlebihan atau ritual yang tidak berdasar. Dalam karyanya, ia mengingatkan bahwa semua praktik tasawuf harus kembali kepada Al-Qur'an dan Sunah.
Ia menegaskan bahwa tasawuf sejati tidak mengajarkan isolasi total dari masyarakat, melainkan mendorong individu untuk menjadi manusia yang lebih baik dan bermanfaat. Dalam hal ini, tasawuf justru memperkuat hubungan sosial dengan landasan akhlak yang mulia.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H