Pengertian Sengketa Pajak
Pengertian sengketa pajak dapat ditemukan di UU Nomor 14 Tahun 2002 Pasal 1 Angka 5 tentang Pengadilan Pajak. Berikut bunyi UU tersebut:
“Sengketa pajak adalah sengketa yang timbul dalam bidang perpajakan antara Wajib Pajak atau penanggung Pajak dengan pejabat yang berwenang sebagai akibat dikeluarkannya keputusan yang dapat diajukan Banding atau Gugatan kepada Pengadilan Pajak berdasarkan peraturan perundang-undangan perpajakan, termasuk Gugatan atas pelaksanaan penagihan berdasarkan Undang-undang Penagihan Pajak dengan Surat Paksa.”
Salah satu contoh sengketa pajak yang mungkin terjadi adalah sebagai berikut. Smith and Stalans (1994) menjelaskan bahwa sengketa pajak biasanya timbul ketika terjadi kekeliruan dalam menginterpretasikan undang-undang dari pemeriksa pajak terhadap pihak Wajib Pajak. Proses itu dinamakan sebagai naming stage. Proses selanjutnya dinamakan sebagai claiming stage.
Di proses tersebut, pemeriksa pajak akan meminta perincian yang lebih kepada pihak Wajib Pajak. Ketika pihak pemeriksa pajak sudah melakukan koreksi, pihak Wajib Pajak bisa setuju atau tidak mengenai permintaan itu. Jika setuju, kasus tersebut akan dilanjutkan ke tahap pemeriksaan. Namun, jika Wajib Pajak menolak permintaan koreksi tersebut, maka akan terjadilah sengketa pajak.
Contoh lain penyebab sengketa pajak adalah jika terdapat celah hukum dalam peraturan undang-undang perpajakan. Celah hukum tersebut dapat timbul jika terdapat ketidakjelasan dalam pengaturan perundang-undangan tersebut. Selain itu juga, salah satu factor utama timbulnya sengketa pajak adalah karena adanya proses penegakan hukum melalui undang-undang perpajakan. Ketika terjadi perbedaan penafsiran dari kedua belah pihak, maka sengketa pajak bisa terjadi.
Pihak yang terlibat dalam Sengketa Pajak
Wajib Pajak yang dimaksud yaitu orang baik pribadi ataupun badan, yang diharuskan untuk membayar pajak. Dari pengertian tersebut, banyak orang yang mengira bahwa Wajib Pajak adalah orang atau badan yang mempunyai NPWP.
Namun sebenarnya, setelah dijelaskan dari UU Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan, seseorang atau suatu badan dikategorikan sebagai Wajib Pajak apabila ia sudah terpenuhi syarat perpajakan yang sedang berlaku. Jadi misalnya, jika seseorang sudah mempunyai penghasilan dari usaha namun belum mempunyai NPWP, orang tersebut sudah dapat ditetapkan sebagai Wajib Pajak oleh undang-undang, dan dapat terlibat dalam sengketa pajak.
Sementara untuk pejabat yang berwenang dalam konteks ini adalah pejabat pajak yang berhak untuk menagihkan pajak dan juga menerbitkan surat-surat yang dibutuhkan dalam penagihan pajak, misalnya kantor pajak wilayah dan daerah. Jadi sengketa pajak ini merujuk pada sengketa yang terjadi antara 2 pihak tersebut: Wajib Pajak, dan pejabat pajak yang berwenang.
Penyebab terjadinya Sengketa Pajak
Seperti bagaimakah proses terjadinya sengketa pajak? Berikut beberapa hal yang dapat menyebabkan terjadinya sengketa pajak:
- Wajib Pajak memiliki kepuasan yang kurang atas kebijakan yang dikeluarkan oleh Direktorat Jenderal Pajak. Direktorat Jenderal Pajak mempunyai wewenang untuk mengeluarkan kebijakan perpajakan, yang sudah diatur oleh undang-undang perpajakan. Namun, UU No 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak memperbolehkan Wajib Pajak untuk mengajukan upaya hukum mengenai kebijakan Direktorat Jenderal Pajak tersebut.
- Jika Wajib Pajak dan Direktorat Jenderal Pajak mempunyai interpretasi atau pengertian yang berbeda mengenai aturan perundang-undangan perpajakan.
- Terdapat perbedaan antara Wajib Pajak dan Direktorat Jenderal Pajak mengenai cara atau metode perhitungan jumlah pajak yang harus disetor pada negara.
- Keberatan dari Wajib Pajak mengenai penetapan sanksi denda pajak.
Jenis sengketa pajak sendiri, menurut definisi dari UU No.14 Tahun 2002 ada dua, yaitu Banding dan Gugat. Namun untuk prosesnya sebenarnya juga termasuk pengajuan keberatan pajak dan juga Peninjauan Kembali oleh Mahkamah Agung.
Keberatan
Keberatan dapat dilakukan oleh Wajib Pajak ataupun penanggung pajak apabila Wajib Pajak merasa bahwa ketetapan jumlah rugi, jumlah total pajak, dan juga potongan pajak tidak seharusnya atau tidak sesuai dengan perhitungannya. Wajib Pajak dapat mengajukan keberatan atas kepada Direktoral Jenderal Pajak setelah menerima:
- SKP Lebih Bayar
- SKP Kurang Bayar
- SKP Kurang Bayar Tambahan
- SKP Nihil
- Pemotongan Pajak oleh pihak Ketiga sesuai dengan peraturan yang berlaku
Keberatan atau banding tersebut wajib dikemukakan sebelum batas waktu 3 bulan dari Wajib Pajak menerima SKP dari pihak kantor pelayanan pajak. Surat keberatan tersebut dapat disampaikan secara langsung, secara pos ataupun secara online yaitu e-filing melalui website resmi Direktorat Jenderal Pajak. Pengajuan banding tersebut harus diajukan dalam Bahasa Indonesia, dan juga harus menyertakan perbedaan jumlah perhitungan pajak beserta alasan yang menjadi dasar perhitungan dari pihak Wajib Pajak.
Direktur Jenderal Pajak kemudian harus memberikan keputusan atas keberatan yang diterima tersebut, dalam jangka waktu paling lama 12 bulan sejak keberatan tersebut diterima. Jika keputusan tidak diberikan setelah lewat dari jangka waktu tersebut, maka keberatan tersebut dianggap telah dikabulkan oleh Direktur Jenderal Pajak. Jika Wajib Pajak merasa tidak puas dengan keputusan dari Direktur Jenderal Pajak, maka Wajib Pajak dapat mengajukan banding lebih lanjut kepada Pengadilan Pajak.
Banding
Upaya banding adalah suatu cara yang dapat dipilih dan dijalankan jika WP merasa keputusan dari Direktur Jendral Pajak kurang memuaskan. Banding dapat diajukan kepada Pengadilan Pajak. Perlu diperhatikan kalau proses banding bisa dilakukan oleh Wajib Pajak kepada pengadilan pajak atas suatu Surat Keputusan Kebenaran, kecuali ditentukan oleh peraturan lain yang sedang berlaku.
Beberapa hal lain yang perlu diperhatikan dalam pengajuan banding adalah untuk setiap satu keputusan atau setiap satu surat ketetapan pajak, diajukan satu permohonan banding. Jadi satu banding tidak boleh meliputi beberapa surat ketetapan pajak sekaligus, demikian dengan keputusan atas banding tersebut.
Dalam mengajukan banding mengenai jumlah pajak yang terutang, banding hanya dapat diajukan setelah jumlah yang dimaksud tersebut sudah dilunasi sebesar 50% atau setengahnya. Jika permohonan banding dari Wajib Pajak kemudian ditolak ataupun dikabulkan Sebagian, Wajib Pajak akan dikenakan sanksi administrasi berupa 100% (serratus persen) dari jumlah pajak yang didasarkan pada Putusan Banding. Jumlah ini kemudian dikurangkan dengan jumlah pajak yang telah dibayarkan sebelum mengajukan keberatan.
Gugat Pajak
Berbeda dengan banding pajak, Gugatan diajukan oleh pihak Wajib Pajak ataupun oleh pihak penanggung pajak mengenai proses penagihan pajak ataupun mengenai suatu keputusan yang diperbolehkan untuk diajukan gugatan menurut undang-undang pengaturan pajak yang sedang berlaku saat ini. Menurut Pasal 31 ayat 3 UU 14 Tahun 2002, perkara gugatan yang diajukan oleh pihak Wajib Pajak dapat meliputi:
- Surat Pengumuman Lelang, Surat Perintah Melaksanakan Penyitaan, dan pelaksanaan Surat Paksa.
- Keputusan dalam mencegah penagihan pajak.
- Keputusan yang berhubungan langsung dengan proses pelaksanaan keputusan perpajakan, yang tidak meliputi keputusan yang telah ditetapkan sebelumnya di ayat 1 pada pasal 25 dan juga pasal 26 UU KUP
- Penerbitan surat mengenai ketetapan pajak ataupun Surat Keputusan Keberatan yang di dalam proses penerbitannya tersebut tidak sesuai dengan proses prosedur ataupun tata cara yang sebelumnya teratur di dalam perundang-undangan pajak yang sedang berlaku.
Dalam pemeriksaan dan pengambilan keputusan sengketa pajak, Pengadilan Pajak menjadi tingkat yang pertama dan juga yang terakhir secara bersamaan, menurut pasal 33 ayat 1 UU Nomor 14 Tahun 2002. Dikarenakan oleh itu, upaya hukum terakhir yang bisa dilakukan mengenai keputusan hasil Banding ataupun hasil keputusan Gugatan dari Pengadilan Pajak ialah dengan Peninjauan Kembali yang dapat dilakukan ke Mahkamah Agung.
Beberapa hal yang juga harus diperhatikan dalam mengjukan gugatan pajak, adalah Gugatan juga harus ditulis menggunakan Bahasa Indonesia kemudian ditujukan ke Pengadilan Pajak. Jika batas waktu untuk mengajukan banding pajak adalah maksimal 3 (tiga) bulan dari tanggal surat Ketetapan pajak, batas waktu dalam mengajukan Gugatan pajak adalah paling lama 14 hari dari tanggal pelaksanaan penagihan pajak yang ingin digugat.
Sedangkan batas waktu dalam pengajuan Gugatan terhadap suatu keputusan yang bukan Gugatan ialah paling lama 30 hari dari tanggal keputusan tergugat tersebut diterima.
Gugatan tersebut selain oleh Wajib Pajak, juga bisa diajukan oleh pewaris dari sang penggugat, pengurusnya, ataupun oleh seseorang yang bersikap sebagai kuasa hukum orang tersebut. Karena itu juga, jika dalam proses menggugat tersebut penggugatnya meninggal, gugatan tersebut boleh dilanjutkan dengan seorang ahli waris penggugat, kuasa hukum dari ahli waris penggugat, ataupun oleh pengampu dari orang tersebut dalam hal penggugat pailit.
Peninjauan Kembali
Seperti yang tertulis di Angka 3 Pasal 1 di PERMA (Peraturan Mahkamah Agung) Nomor 7 Tahun 2018, sebuah permohonan Peninjauan Kembali dalam konteks pajak adalah upaya hukum yang dikategorikan sebagai luar biasa kepada MA (Mahkamah Agung) untuk mencoba memeriksa kembali kemudian memutuskan lagi keputusan dari Pengadilan pajak. Upaya ini bisa ditempuh oleh siapapun dalam persengketaan pajak, baik oleh Wajib Pajak ataupun oleh otoritas pajak terkait.
Peninjauan Kembali tersebut ditujukan sehingga Hak Asasi Manusia (HAM) dari pihak-pihak yang sedang bersengketa pajak dapat terjamin, sesuai juga dengan pasal 28D dari UUD 1945: “Setiap orang berhak atas pengakuan, jaminan, perlindungan dan kepastian hukum yang adil serta perlakuan sama di hadapan hukum”.
Keputusan yang dapat diajukan untuk peninjauan kembali termasuk keputusan yang menolak, keputusan yang mengabulkan Sebagian ataupun keseluruhan, keputusan menambahkan pajak yang harus dibayar, keputusan membetulkan kesalahan dalam penulisan ataupun kesalahan hitung, dan/atau juga keputusan membatalkan.
Namun untuk setiap keputusan, Cuma bisa diajukan sekali saja Peninjauan Kembali ke MA (Mahkamah Agung), sesuai dengan pasal 80 ayat 2 UU Pengadilan Pajak. Salah satu tujuan pasal ini adalah supaya dapat terjaminnya kepastian hukum kemudian mempertimbangkan alur keuangan dari pihak Wajib Pajak. Dan lagi, juga supaya dapat menjamin efisiensi pemungutan pajak dari Wajib Pajak sebagai salah satu sumber paling besar Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara atau disingkat APBN.
Kesimpulan
Sengketa Pajak dapat disimpulkan sebagai sebuah sengketa antara seseorang atau sebuah badan yang wajib membayar pajak, dengan pejabat atau Lembaga yang bertugas untuk mengumpulkan pajak tersebut. Cara penyelesaian sengketa pajak bisa dengan 4 cara, yaitu dengan mengirimkan surat Keberatan Pajak atau Banding pajak ke Direktur Jenderal Pajak, Gugat Pajak sampai ke Pengadilan pajak. Yang terakhir ialah Peninjauan Kembali yang ditujukan ke Mahkamah Agung.
Meskipun seorang Wajib Pajak mempunyai hak dan wewenang untuk menyelesaikan sengketa pajak, namun perlu diperhatikan bahwa sengketa pajak biasanya memakan waktu yang sangat lama. Bahkan, beberapa kasus diketahui bisa mencapai waktu sampai puluhan tahun untuk menyelesaikan sengketa pajak. Oleh karena itu, Wajib Pajak harus menilai lagi sebelum memulai proses sengketa pajak ini.
Daftar Pustaka
Ageng Prabandaru. 2018. 4 Prosedur Penyelesaian Sengketa Pajak yang Dimiliki oleh Wajib Pajak. Didapatkan dari https://klikpajak.id/blog/bayar-pajak/4-prosedur-penyelesaian-sengketa-pajak/
Aufi Ramadhania Pasha. 2020. Pengadilan Pajak: Kenali Wewenang dan Cara Ajukan Gugatannya. Didapatkan dari https://www.cermati.com/artikel/pengadilan-pajak-kenali-wewenang-dan-cara-ajukan-gugatannya
Ilman Hadi, S.H. 2013. Cara Penyelesaian Sengketa Pajak. Didapatkan di https://www.hukumonline.com/klinik/detail/ulasan/cl2072/cara-penyelesaian-sengketa-pajak/
Kartika Annisa Pratiwi. 2017. Analisis Faktor Penyebab Timbul dan Meningkatnya Sengketa Pajak di Pengadilan Pajak. Didapatkan di http://lib.ui.ac.id/naskahringkas/2019-11/S66103-Kartika%20Annisa%20Pratiwi
Online Pajak. 2018. Sengketa Pajak dan Cara Penyelesaiannya di Indonesia. Didapatkan https://www.online-pajak.com/tentang-pajak/sengketa-pajak-dan-cara-penyelesaiannya-di-indonesia
Redaksi DDTC News. 2020. Memahami Definisi dan Cakupan Peninjauan Kembali. Didapatkan di https://news.ddtc.co.id/memahami-definisi-dan-cakupan-peninjauan-kembali-23292?page_y=1368
Suci Noor Aeny. 2016. Siapa itu Wajib Pajak? Didapatkan di https://news.ddtc.co.id/siapa-itu-wajib-pajak-8482?page_y=268
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H