Mohon tunggu...
Muhamad Nurdin
Muhamad Nurdin Mohon Tunggu... Penulis - Mari Sama-sama Menjadi yang Terbaik

Mari Sama-sama Menjadi yang Terbaik

Selanjutnya

Tutup

Ramadan

Sepenggal Pengalaman Religius di Suatu Ramadan

21 April 2024   17:44 Diperbarui: 21 April 2024   17:58 201
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Dalam hitungan menit saya dikejutkan dengan dua kejadian yang ganjil. Pertama dengan bocah laki-laki yang polos, lugu dan pemalu, sehingga menimbulkan belaskasihan. Yang kedua, seorang anak perempuan yang polos, namun agresif dan menimbulkan kecurigaan.

Sikapku terhadap anak perempuan itu berubah, menjadi waspada. Apakah mengemis itu sudah menjadi tuntutan profesi sehingga dapat mengubah wajah yang polos menjadi agresif?

Kalau mengemis sudah menjadi profesi, dapat dibayangkan bagaimana sebenarnya mental masyarakat kita. Lantas saya teringat kepada sebuah buku yang pernah ku baca yaitu Quo Vadis karangan Henryk Sienkiewiez yang bercerita tentng zaman kekaisaran Romawi di bawah pemerintahan Nero. Dimana para pengemisnya setiap hari bergeromol di depan pintu masuk kerajaan. Mereka tentu saja bermalas-malasan sambil menanti pembagian gandum dan roti secara gratis dari kaisar. Mereka semua memuji kaisar, agar jatah roti dan gandum bertambah banyak.

Itulah etika moral masyarakat pada saat itu. Siapa yang mampu memberikan makan yang banyak kepada mereka, dialah yang akan menjadi penguasa terus menerus. Siapa yang dapat memuaskan perut mereka dialah yang disembah dan dipuja.

Jadi kekuasan pada saat itu ditentukan oleh seberapa banyak mereka dapat memberikan kepuasaan jasmani. Hal tersebut sangat berbeda dengan zaman ke khalifahan Umar. Ketika Umar bin Khatab menjadi khalifah, seringkali kita mendengar dari catatan sejarah, bahwa pada zaman itu siapa saja yang melakukan dzikir terus menerus di mesjid tanpa mau bekerja, maka Umar akan membentaknya. Karena urusan dunia tidak hanya bisa diganti dengan berdzikir saja, akan tetapi harus dengan kerja nyata.

Ketika aku pulang, dua kejadian tadi semoga dapat  mempertajam rasa pekaku terhadap kaum dhuafa. Ternyata memang kemiskinan kadang bagaikan pedang bermata dua. Disatu sisi, kemiskinan dapat menimbulkan keprihatinan, agar kita dapat membantu kaum dhuafa. Disisi yang lain, merupakan sisi negatif bila kita memanjakan mereka tanpa adanya upaya untuk mengubah, minimal memperbaiki kehidupannya agar menjadi lebih baik.

Semoga bulan-bulan yang akan kita lalui adalah bulan peningkatan dari yang telah kita lakukan di bulan ramadan ini, yang dapat mempertajam kepekaan terhadap sekeliling kita.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ramadan Selengkapnya
Lihat Ramadan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun