Pada tahun 2001, penerbit mizan menerbitkan sebuah buku berjudul
“Hal-hal yang tak terpikirkan tentang isu-isu keperempuanan dalam Islam".
Sebuah dokumentasi di cover belakang buku ditulis, wanita dijajah pria sejak dulu, dijadikan perhiasan sangkar madu. Namun ada kala pria tak berdaya, tekuk lutut di sudut kerling mata.
Demikian lirik lagu berkisah tentang paradoks hubungan laki-laki dan perempuan dalam kehidupan. Buku ini ingin mendobrak stereotype bias gender dalam bingkai wacana keagamaan.
Sejarah panjang cerita perempuan cukup berdarah-darah. Tahapan demi tahapan berjalan demikian ketat secara revolusi.
Penggalan ceritanya antara lain dapat dilihat pada dekade Arab jahiliyah dahulu, memperlakukan wanita demikian “rendah”.
Mereka diciptakan hanya sebagai “makanan” kaum pria di tempat tidur dengan sistem haremnya.
Perempuan juga dilakukan sebagai “babu” yang tugasnya mempersiapkan hidangan di dapur.
Dijadikan sebagai hostes, guna memenuhi nafsu perut dan “bawah perut” lelaki pada waktu itu. Gambaran ini juga dilengkapi dengan sikap sumun dawuh.
Komentar tidak boleh ada, apalagi melakukan penolakan atau pembangkangan. Sedikit komentar, tamparan dan tendangan pun melayang tanpa ampun.
Dalam kehidupan berumah tangga, suami bertindak sebagai “raja” dan melakukan apa saja yang dikehendaki.
Arab jahiliyah merasa sangat hina jika mempunyai anak perempuan, sebab dianggap pembawa sial. Anak perempuan harus dibunuh, atau dikubur hidup-hidup.
Kisah mengharukan tentang perempuan juga terjadi pada saat sahabat Nabi yaitu Ummar Bin Khattab, yang membunuh bayi perempuannya.
Bahkan Umar bin Khathab pernah berkata, "Pada masa jahiliyah, perempuan itu tak ada harganya bagi kami.
Sampai akhirnya Islam datang dan menyatakan bahwa perempuan itu sederajat dengan laki-laki."
Di belakang hari setelah Umar masuk Islam, ia sering meneteskan air mata, bahkan tersendu sehingga janggutnya yang panjang menjadi basah.
Ceramah Rasullallah Saw tentang kewanitaan, tak sanggup membendung kesedihannya.
Pikirannya melayang jauh saat dimana dia menguburkan anak perempuannya hidup-hidup. Cerita kelabu masa lalu Umar yang begitu menyakitkan dan menyesakan.
Pada zamannya, wanita Arab bukan hanya mentradisikan sistem pingitan dan kawin paksa, tapi juga “menendang” wanita kelembah yang paling hina.
Itulah posisi perempuan dalam wacana sejarah pra Islam.
Mayoritas intelektual dan sejarahwan, terutama dari kalangan Islam melihatnya sebagai sebuah gambaran kehidupan yang sangat buram dan memprihantinkan.
Bangsa Yunani yang kita anggap sebagai pusat dan peradaban dunia moderen pun, mendudukan perempuan dalam citra yang merendahkan.
Bahkan Aristoteles sebagai filosof yang memulai bagaimana mengajarkan cara berpikir yang logis dan sistematis, untuk urusan perempuan ini dia masih bisa mengatakan bahwa secara alamiah, nalar (akal) perempuan tidak dipersiapkan untuk berpikir luas, tugasnya hanya peran domestik.
Penghormatan kepada perempuan saat Muhammad tampil sebagai Rasulallah dengan memperjuangkan nasib perempuan.
Adat jahiliyah yang serba biadab, dikikis habis.
Kata bertuahnya sangat pantas dimunculkan disini :
“Orang mukmin yang paling sempurna keimanannya, adalah orang yang paling indah akhlaknya. Sedangkan yang paling baik diantara mereka adalah yang paling baik kelakukannya terhadap wanita”. (H.R. Abu Daud).
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H