Nampaknya sebuah keharusan kalau para ulama kita saatnya untuk berpolitik. Karena persoalan politik dan agama merupakan dua sisi mata uang, apabila hilang salah satunya maka akan hilang harga nominalnya. Artinya bahwa agama dan politik bukan merupakan dua dunia yang berbeda, justru saling keterkaitan.
Barangkali yang jadi persoalan adalah, kok kenapa ulama yang nota bene mengurus pesantren dengan sejumlah santrinya, juga sering memberikan pengajian kepada masyarakat harus berpolitik?
Begitu mungkin pertanyaan yang terlontar dari benak kita. Sehingga ada kekhawatiran persoalan keagamaan tidak terurus.
Apakah dengan pembangunan yang sekarang sedang digalakan dengan tema sentral peningkatan sumber daya manusia. Atau dengan pesatnya ilmu dan teknologi, ulama tidak boleh menjadi fathner pemerintah?
Sungguh naif kedengarannya bukan? Justru agenda pembangunan yang berlandaskan Iman dan Taqwa saat ini, sedang menantikan sentuhan yang piawai dari para ulama, pendidik, teknokrat dan sebagainya yang peduli terhadap pembangunan.
Ada juga masyarakat yang menilai, apabila ulama berpolitik akan menurunkan citra yang negatif.
Justru menurut saya keterlibatan sosok ulama berpolitik yang terkenal dengan kesakralannya akan membantu dalam penyebaran amar makruf nahyi munkar dengan skala yang lebih luas jangkauannya.
Kesan yang berada dalam benak kita, ulama hanya ber-khotbah, atau hanya meng-amini dan meng-imami dalam shalat saja harus segera dihilangkan. Biarkan ulama kita menjadi imam secara nasional.
Yang dapat menurunkan pamor negatif ketika ulama terjun kedunia politik itu tergantung pada individunya masing-masing.
 Jangan diklaim bahwa ulama dilarang berpolitik hanya kerena ulah "oknum" ulama yang tidak bertanggung jawab.
Yang lebih penting adalah bagaimana kita membangun image building terhadap masyarakat. Bahwa politik itu bukan daerah yang rawan atau daerah kotor.