Mohon tunggu...
Muhamad Nurdin
Muhamad Nurdin Mohon Tunggu... Penulis - Mari Sama-sama Menjadi yang Terbaik

Mari Sama-sama Menjadi yang Terbaik

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Guru dan Tantangan Masa Depan

11 Februari 2024   00:00 Diperbarui: 11 Februari 2024   00:16 106
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Alkisah  pada suatu padepokan silat ada guru ulung yang dijuluki “pendekar”, pada pondok pesantren ada guru alim  yang dijuluki “kyai”,  pada perguruan tinggi ada pakar yang dikukuhkan sebagai “guru besar”. Dan pada lembaga pendidikan ada guru yang berkualitas.

Orang arif menasehati, kalau mau berguru ilmu silat datanglah kepada pendekar ulung yang terkenal, kalau mau belajar agama datanglah kepada seorang kyai yang tersohor,  kalau mau kuliah datanglah ke kampus yang banyak bertebaran guru besar kenamaan, dan kalu mau sekolah datanglah ke sekolah yang gurunya berkualitas.

Itulah barangkali nasihat bijak dari seorang arif. Kekondangan sebuah padepokan silat karena melekat pada nama besar pendekarnya, kemashuran suatu pondok pesantren terletak pada nama besar kyainya, dan gengsi sebuah perguruan tinggi terletak pada guru besarnya.

Begitulah kehebatan dan pengaruh guru pada sebuah lembaga dimana dia bernaung. Hanry Adam seorang sejarahwan terkemuka mengatakan A teacher effect eternity he cen never tell where his influence stops (Seorang guru itu berdampak abadi, ia tidak pernah tahu dimana pengaruhnya itu berhenti).

Kini setelah Indonesia merdeka, dan upaya mencerdaskan bangsa sedang digalakan, pembicaraan guru nampaknya belum beranjak dari seputar klasik yaitu persoalan “gaji”. Memang benar bahwa tingkat kesejahteraan guru di Indonesia masih memprihatinkan, walaupun sekarang ada sertifikasi yang menaikan gaji guru satu kali gaji pokok, tapi itu hanya setara dengan kondisi guru di negara miskin Afrika. 

Rendahnya tingkat kesejahteraan tersebut akan semakin tampak bila dibandingkan dengan negar-negara lain di dunia. Di negara maju gaji guru lebih tinggi di bandingkan dengan pekerja lain, sementara di Indonesia justru sebaliknya.

Menurut  Kholida  Qothrunnada, yang melansir dari laman naibuzz (2/3/2022), ada 10 negara yang memberikan gaji tertinggi di dunia, diantaranya:

Swiss, gaji rata-rata guru: US$ 110.000 per tahun atau setara Rp 1,57 miliar (kurs Rp. 14.300). Swiss adalah negara dengan gaji guru tertinggi di urutan pertama. Swiss dinilai memiliki peringkat tinggi dalam kualitas pendidikan, khususnya dalam matematika tingkat lanjut.

Luksemburg, gaji guru rata-rata: US$ 100.000 per tahun atau setara Rp 1,43 miliar. Luksemburg memang dikenal memiliki kualitas pendidikan yang baik. setiap orang dengan usia 4-16 tahun harus bersekolah dan belajar berbicara dalam tiga bahasa yakni, Luksemburg, Jerman, dan Prancis. Adanya penekanan pada aspek Pendidikan tersebut, maka tidak heran kalau gurunya mendapatkan gaji yang tinggi.

Kanada, gaji rata-rata guru: US$ 74.000 per tahun atau setara Rp 1 miliar lebih. Di Kanada sekitar 5,4% dari PDB negara dihabiskan untuk biaya pendidikan, dengan menginvestasikan biaya untuk setiap pendidikan tersier siswa (sekolah menengah, perguruan tinggi, dan tingkat lanjut).

Jerman, gaji rata-rata guru: US$ 70.000 per tahun atau setara Rp 1 miliar. Jerman masuk dalam daftar negara dengan gaji tertinggi di dunia. Sistem pendidikan di Jerman terbilang kompetitif. Di Jerman tidak ada biaya kuliah yang dibebankan kepada orang tua. Namun semua itu harus ditentukan melalui tes siswa, sebagai bukti bahwa mereka layak untuk mendapatkannya.

Australia, gaji rata-rata guru: US$ 70.000 per tahun atau setara Rp 1 miliar. Gaji guru Australia penuh waktu dan berpengalaman dibayar dengan gaji rata-rata AU$ 98.000 atau setara Rp 1 miliar lebih per tahun. (kurs AU$ 10.441). Sedangkan, gaji awal bagi guru yang belum berpengalaman sekitar AU$ 60.000 atau setara Rp 624 juta.

Belanda, gaji rata-rata guru: US$ 67.000 per tahun atau setara Rp 958 juta. Sistem pendidikan di Belanda jauh lebih berorientasi pada siswa, yakni tergantung pada kebutuhan, latar belakang, dan pilihan karir setiap individu. Sistem pendidikan di Belanda pernah menduduki peringkat 9 terbaik di dunia pada tahun 2008.

Amerika Serikat, gaji rata-rata guru: US$ 60.000 per tahun atau setara Rp 858 juta. Guru yang berlokasi di New York bisa mendapat gaji yang lebih tinggi yakni US$ 80.000 atau setara Rp 1,1 miliar per tahun. Sedangkan, yang berlokasi di South Dakota berpenghasilan lebih rendah yaitu dengan gaji U$ 42.450 atau setara Rp 607 juta.

Irlandia, gaji rata-rata guru: US$ 53.000 per tahun atau setara Rp 757 juta. Pendidikan di Irlandia sendiri mewajibkan siswanya mulai dari usia 6-16 tahun. Penyelenggaraan pendidikan dasar di setiap sekolah di Irlandia akan disesuaikan dengan otoritas agama yang dianut dan dibiayai oleh negara.

Denmark, gaji rata-rata guru: US$ 52.500 per tahun atau setara Rp 750 juta. Setelah beberapa tahun pengalaman, seorang guru Denmark setiap tahun dapat memperoleh penghasilan gaji yang bisa lebih tinggi lagi dari gaji rata-rata di atas.

Austria, gaji rata-rata guru: US$ 50.000 per tahun atau setara Rp 715 juta. Bila seorang guru kerja berpengalaman, Akan mendapatkan menghasilkan gaji lebih tinggi hingga di atas rata-rata per tahun.

Menjadi guru di masa yang akan datang semakin berat. Apalagi menjadi guru di wilayah perkotaan tantangannya semakin tinggi. Mengapa tugas guru di masa depan itu berat? Karena tugas guru selain mengajar, dia juga harus membimbing dan mendidik peserta didik menuju masa depan yang cerah. Dalam hal ini Alvin Toffler pernah mengatakan Education must shift in to the future tense (Pendidikan harus berorientasi pada perubahan masa depan).

Oleh karena itu, sudah sewajarnya guru membekali diri dengan seperangkat ilmu pengetahuan tambahan. Atau kalau di padepokan silat seorang pendekar harus mempunyai ilmu simpanan, dimana ketika ada musuh yang menyerang dia sudah siap dengan jurus pamungkasnya. 

Begitu pun dengan guru, di abad informasi ini seorang guru harus membekali dengan keahlian khusus. Sekarang bukan zamannya kita hanya mengandalkan ijazah kesarjanaan tanpa membekali diri dengan keahlian-keahlian khusus (misalnya saja komputer, Bahasa Inggris dan lain sebagainya).

Di tengah tantangan zaman yang semakin hari kian sarat dengan tindakan yang mengarah kepada distorsi kemanusiaan. Guru harus tampil kedepan sebagai pembela nilai-nilai kemanusiaan yang sejati. Ketika mentalitas anak didik mulai digerogoti racun narkoba, pergaulan bebas, dan perilaku menyimpang lainnya, guru ternyata tidak berpangku  tangan, guru harus tampil sebagai penyelamat.

Beban yang harus dipikul oleh guru memang terasa berat, tetapi memang harus dipikulnya, terasa menjadi ringan manakala terpatri dalam sanubari guru jiwa pengabdian yang tulus, kecintaan terhadap anak bangsa dan tanggung jawab kepada bangsanya. 

Tantangan guru adalah tantangan menghadapi zaman yang terus berubah. Oleh karena itu, tugas yang maha berat itu seyogyanya di perhatikan oleh pemerintah sebagai pengambil kebijakan. 

Tengoklah guru-guru di pedalaman mereka tertelikung oleh rimba hutan belantara, tengok juga guru-guru di perkotaan mereka lebih parah lagi tertelikung oleh ganasnya modernisasi.

Di tengah kondisi zaman yang serba cepat, mengakibatkan terjadinya guncangan terhadap tata nilai, maka sikap proaktif guru sangat dibutuhkan. Ia harus menjadi sosok yang dapat menghadirkan sejumlah jawaban ketika di sodorkan berbagai  pilihan. Ketika anak didik loyo dalam belajar, maka guru tampil sebagai dinamo yang memberikan dorongan hasrat belajar. 

Ketika anak didik diracuni narkoba, guru selayaknya menjadi penawar dengan perilaku yang menyejukan, sikap dan tindakan yang arif. Ketika anak didik membutuhkan pigur yang “ideal”, maka sosok guru tampil kedepan sebagai personifikasi nilai-nilai ideal. Itulah sosok guru yang dulu mendapat penghormatan sebagai ratu wong atuo karo.

Zaman sekarang dimana penghormatan terhadap materi kian tinggi, adakah guru masih layak mendapat penghormatan  seperti itu? Kalau sosok guru masih sebagai Umar Bakri dengan tipikal sepeda bututnya. Jawabnya tentu bergantung kepada sosok guru itu sendiri, dan komitmen kita sebagai bangsa dalam memandang sosok guru yang konon selayaknya di gugu dan ditiru.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun