Tantangan guru adalah tantangan menghadapi zaman yang terus berubah. Oleh karena itu, tugas yang maha berat itu seyogyanya di perhatikan oleh pemerintah sebagai pengambil kebijakan.
Tengoklah guru-guru di pedalaman mereka tertelikung oleh rimba hutan belantara, tengok juga guru-guru di perkotaan mereka lebih parah lagi tertelikung oleh ganasnya modernisasi.
Di tengah kondisi zaman yang serba cepat, mengakibatkan terjadinya guncangan terhadap tata nilai, maka sikap proaktif guru sangat dibutuhkan. Ia harus menjadi sosok yang dapat menghadirkan sejumlah jawaban ketika di sodorkan berbagai pilihan. Ketika anak didik loyo dalam belajar, maka guru tampil sebagai dinamo yang memberikan dorongan hasrat belajar.
Ketika anak didik diracuni narkoba, guru selayaknya menjadi penawar dengan perilaku yang menyejukan, sikap dan tindakan yang arif. Ketika anak didik membutuhkan pigur yang “ideal”, maka sosok guru tampil kedepan sebagai personifikasi nilai-nilai ideal. Itulah sosok guru yang dulu mendapat penghormatan sebagai ratu wong atuo karo.
Zaman sekarang dimana penghormatan terhadap materi kian tinggi, adakah guru masih layak mendapat penghormatan seperti itu? Kalau sosok guru masih sebagai Umar Bakri dengan tipikal sepeda bututnya. Jawabnya tentu bergantung kepada sosok guru itu sendiri, dan komitmen kita sebagai bangsa dalam memandang sosok guru yang konon selayaknya di gugu dan ditiru.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H