Mohon tunggu...
Muhamad Wildan Nursyamsi
Muhamad Wildan Nursyamsi Mohon Tunggu... Programmer - Programmer
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Memiliki minat dan ketertarikan pada teknologi terutama pada web. Menyukai hal-hal baru untuk dipelajari.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Satu-satunya Orang yang Lahir di Dalam Ka'bah, Kisah Sahabat Nabi Hakim bin Hizam

12 Mei 2022   06:12 Diperbarui: 12 Mei 2022   08:44 1734
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Adakah berita sahabat ini sudah sampai ke telingamu? Sejarah mencatat bahwa dialah satu-satunya bayi yang lahir di dalam Ka’bah yang agung. Kisah ini diambil dari buku yang berjudul “Sahabat Sahabat Nabi” yang ditulis DR. Abdurrahman Ra’fat Al-Basya

Ini adalah kisah kelahiran dan kehidupannya secara ringkas

Pada suatu hari Ka’bah terbuka karena suatu kesempatan kemudian datanglah seorang ibu dan rekan-rekannya memasuk Ka’bah untuk menghibur diri. Ibu ini adalah ibu dari Hakim bin Hizam. saat itu juga ibunya sedang mengandung Hakim bin Hizam, tiba-tiba tanda-tanda kelahiran muncul pada diri ibunya padahal dia masih di dalam Ka’bah, ibunya tidak kuasa menahannya, maka Rekan-rekannya mengambil nampan besar dan dia pun melahirkan anaknya di atas nampan tersebut. Bayi tersebut adalah Hakim bin Hizam Radhiyallahu Anhu

Dia adalah satu-satunya orang di dunia yang terlahir di dalam Ka’bah. Dan dia juga adalah saudara laki-laki Ummul mukminin Khadijah binti Khuailid Radhiyallahu Anha.

Hakim tumbuh di kalangan keluarga yang nasabnya mulia, berkedudukan tinggi dan berharta melimpah. Di samping itu Hakim sendiri adalah anak laki-laki yang berakal dan cerdas, mulia dan utama, maka kaumnya menjadikannya pemuka mereka dan menyerahkan tugas Rifadah kepadanya.

Yaitu tugas untuk membantu orang-orang yang memerlukan dan jamaah haji yang kehabisan bekal.

Hakim rela merogoh kocek pribadinya untuk membantu jamaah haji yang kehabisan bekal. Hakim adalah kawan akrab Rasulullah sebelum beliau diangkat menjadi seorang nabi.

Hakim lima tahun lebih tua dari nabi shalallahu alaihi wasallam, sekalipun begitu keduanya tetap bisa berkawan akrab dan bersahabat karib. Hakim merasa tenang berkawan dan bersahabat dengan Muhammad, sebagaimana Rasulullah juga membalas pertemanan dengan pertemanan dan ketulusan dengan ketulusan.

Ketika nabi shalallahu alaihi wasallam menikahi Khadijah, hubungan kekerabatan pun terjalin, hal ini semakin menguatkan hubungan keduanya.

Meski begitu ada sesuatu yang membuat semua orang terheran heran karena Hakim baru masuk Islam ketika terjadi Fathul Makkah (penaklukan kota Makkah). Di mana saat itu Rasulullah telah diutus menjadi seorang nabi selama lebih dari dua puluh tahun.

Mungkin tidak hanya kita yang terheran heran atas keterlambatan Hakim bin Hizam masuk Islam, beliau juga heran atas keterlambatannya masuk Islam. Bahkan setelah masuk Islam dan menjadi seorang mukmin yang Sholeh dan telah mencicipi manisnya iman, dia langsung menggigit jari penyesalan atas setiap saat dari usianya yang dia habiskan dalam keadaan musyrik kepada Allah dan mendustakan utusan-Nya.

Anaknya pernah melihatnya menangis, dia bertanya, “Apa yang membuatmu menangis wahai ayah?” Dia menjawab, “Banyak hal, semuanya membuatku menangis wahai anakku. Pertama, keterlambatan Islamku sehingga aku kehilangan banyak peluang emas dalam jumlah besar sampai-sampai kalau aku menafkahkan emas sepenuh jagat, niscaya aku tidak bisa menutupinya. Kemudian Allah menyelamatkanku di perang Badar dan Uhud sehingga aku berkata kepada diriku, ‘Aku tidak akan membantu orang-orang Quraisy untuk melawan Rasulullah dan aku tidak akan meninggalkan Makkah.’ 

Namun kenyataan aku tidak bisa menghindar untuk kembali membantu orang-orang Quraisy. Kemudian setiap kali aku hendak masuk Islam, aku melihat sisa-sisa orang Quraisy, Mereka lebih tua dariku, mereka lebih terhormat dariku dan mereka tetap berpegang kepada agama jahiliah yang selama ini mereka pegang , maka aku mengikuti mereka dan meneladani mereka. Seandainya aku tidak melakukan hal itu, yang mencelakakan kita hanyalah sikap mengikuti para leluhur dan pemuka kita. Lalu aku tidak menangis wahai anakku?”

Demikian juga dengan Rasulullah shalallahu alaihi wasallam, beliau merasa heran dengan seorang laki-laki yang mempunyai sikap bijak dan pemahaman yang baik seperti Hakim. Mana mungkin Islam samar baginya, dan beliau berharap kepadanya dan kepada orang-orang yang sepertinya agar segera masuk ke dalam agama Allah.

Di suatu malam sebelum Fathu Makkah, Nabi shalallahu alaihi wasallam bersabda kepada para sahabat Radhiyallahu Anhuma

اِنَّ بِمَكَّةَ لَاَ أَرْبَعَةَ نَفَرٍ أَبَأَ بِهِمْ عَنِ الشِّرْكِ وَاَرْغَبُ لَهُمْ فِي الْإِسْلَامْ، قِيلَ: وَمَنْ هُمْ يَا رَسُولَ الله؟قَالَ: عَتَّابُ بْنُ أُسَيْدٍ، وَجُبَيْرُ بْنُ مُطْعِمٍ، وَحَكِيْمُ بْنُ حِزَامْ، وَسُيْلُ بِنْ عَمْرٍ

“Sesungguhnya di Makkah ada empat orang, aku sangat menghawatirkan kekufuran mereka dan mengharapkan keislaman mereka.” Para sahabat bertanya, “Siapa mereka wahai Rasulullah?” Nabi menjawab, “Attab bin Usaid, Jubai bin muth’im, Hakim bin Hizam, dan Suhail bin Amr.”

Dan Allah berkenan melimpah karunia-Nya kepada mereka, mereka semuanya masuk Islam.

Hakim bin Hizam masuk Islam, maka Islam menguasai akalnya , dia beriman, maka iman menyatu dengan darah dan hatinya. Dia bersumpah atas dirinya sendiri untuk melebur semua sikap yang diambilnya di masa jahiliah dan semua nafkah yang ia keluarkan demi memusuhi Rasulullah shalallahu alaihi wasallam dengan jumlah yang berkali-kali lipat.

Hakim memenuhi sumpahnya. Di antara buktinya adalah kepemilikan Darun An-Nadwa jatuh ke tangannya. Sebuah rumah yang terhormat yang bersejarah, di sana orang-orang Quraisy bermusyawarah menentukan langkah-langkah di zaman jahiliah, di sana para pemula dan para pembesar Quraisy menyusun makar jahat kepada Rasulullah.

Maka Hakim bin Hizam ingin berlepas diri darinya. Maka dia menjualnya dengan harga 100.000 dirham. Maka seorang anak muda Quraisy berkata kepadanya, “Paman, engkau telah menjual kebanggan orang-orang Quraisy.” Hakim menjawab, “Mana mungkin wahai anakku, seluruh kebanggan telah lenyap yang tersisa adalah ketakwaan. Aku tidak menjualnya kecuali karena aku ingin membeli dengan harganya sebuah rumah di surga. Aku menjadikan kalian sebagai saksi bahwa aku meletakkan harganya di jalan Allah.”

Setelah masuk Islam Hakim menunaikan ibadah haji. Dia menggiring seratus unta yang dihiasi dengan pakaian yang indah, kemudian dia menyembelihnya demi mendekatkan diri kepada Allah.

Hakim menunaikan ibadah haji lagi, dia wukuf di bumi Arafah dengan seratus hamba sahayanya, dia mengalungkan segenggam perak di leher masing-masing hamba sahayanya, yang bertuliskan “Merdeka karena Allah ‘azza wa jaala, dari Hakim bin Hizam.” Kemudian Hakim memerdekakan semua hamba sahayanya.

Di hajinya yang ketiga, Hakim menggiring seribu domba. Benar seribu, dia menyembelihnya di Mina dan membagi bagi dagingnya kepada fakir miskin dan kaum muslimin demi mendekatkan dirinya kepada Allah.

Kemudian setelah perang Hunain, Hakim bin Hizam meminta bagian dari harta rampasan perang kepada Rasulullah shalallahu alayhi wasallam, beliau memberinya, dia meminta lagi dan beliau memberinya. Sampai pemberian beliau mencapai seratus unta, saat itu Hakim baru masuk Islam. Maka Rasulullah bersabda kepadanya,

“Wahai Hakim, sesungguhnya harta itu manis lagi menarik, barang siapa yang menerimanya dengan qona’ah , maka dia akan diberkahi padanya, namun barang siapa yang menerimanya dengan jiwa yang tamak, maka dia tidak diberkahi padanya, dia seperti orang yang makan tetapi tidak pernah kenyang. Tangan di atas lebih baik dari tangan yang di bawah.”

Manakala Hakim bin Hizam mendengar itu dari Rasulullah shalallahu alaihi wasallam, dia berkata, “Wahai Rasulullah demi dzat yang telah mengutusmu dengan membawa kebenaran, aku tidak akan meminta kepada siapapun sesudah mu. Aku tidak akan mengambil apapun dari siapapun sampai aku berpisah dari dunia.”

Hakim memenuhi sumpahnya dengan sangat baik. Di zaman Abu Bakar Ash-Shiddiq, Abu bakar mengundangnya lebih dari satu kali untuk menerima jatah pemberian negara kepadanya, namun dia tetap menolak

Manakala khaliafah berpindah ke tangan al-Faruq, Umar mengundangnya untuk menerima jatah pemberian negara kepadanya, namun dia tetap menolak

Hakim terus demikian, tidak menerima apapun dari siapapun sampai dia meninggal dunia.

Semoga kita bisa meneladani Rasulullah shalallahu alaihi wasallam dan juga para sahabatnya dan juga semoga Allah mengumpulkan kita bersama nabinya dan juga mengumpulkan kita bersama orang-orang yang shaleh di surga nanti amin

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun