Mohon tunggu...
Pakde Amin
Pakde Amin Mohon Tunggu... Penulis - Perjalanan Dalam Mencari Harmonisasi Kehidupan Diri

Belajar menikmati dan memaknai kehidupan melalui kata-kata

Selanjutnya

Tutup

Filsafat Pilihan

Humor Sufi: Manusia Langitan (Melawan Rotasi)

27 Agustus 2023   06:00 Diperbarui: 4 Maret 2024   21:37 180
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Filsafat. Sumber ilustrasi: PEXELS/Wirestock

Mengenal dan mendengar kata rotasi mungkin sudah tidak asing bagi diri kita baik dari kalangan umum maupun akademisi. Ketika diri mendengar kata tersebut mungkin langsung mendefinisikan sebagai sebuah perputaran sebuah benda yang berada pada sumbunya.  Maka rotasi akan menyebabkan sebuah daya edar benda diakibatkan daya tarik dari gravitasi magnet yang secara tetap menyebabkan bergerak sesuai dengan as yang ada.

Dan pemahaman rotasi manakala dihubungkan dengan diri manusia akan dikecilkan maknanya hanya sebatas pada pekerjaan ataupun hal-hal lain yang bersifat kebendaan.  Pengkerdilan makna ini  menjadi sebuah pemahaman keliru karena seharusnya memiliki makna yang luas akibat sesuatu yang hanya berujung pada masalah perut saja.  Pemahaman seperti ini mungkin akan selalu bertahan manakala diri tidak pernah lepas dari "rotasi" kehidupan yang ada.

Fenemona umum yang seperti ini menunjukkan kelalaian diri manusia dalam memahami sebuah kata yang sebetulnya berhubungan dengan tugas diri di kehidupan dunia ini.  Sehingga kondisi ini menyebabkan diri semakin "terpenjara" dengan kepemilikan pemahaman tentang  sesuatu yang tersirat ataupun tersurat akibat dari putaran "rotasi" yang selama ini menjadi kepemilikan ilmu yang ada.   Sifat lalai tersebut muncul akibat dari penyakit kekhawatiran tentang perjalanan diri di dunia ini dan menjadikan keliru dengan orientasi penalaran tentang "ilmu hidup" yang seharusnya menjadi pedoman dalam kehidupan sehari-hari.

Banyak bukti yang menunjukkan dan terjadi pada diri kita bahwa  semakin tua akan semakin susah dalam hidupnya dan bukan semakin bahagia agar dapat menyempurnakan hidup dengan khusnul khotimah. Tidak perlu diri memberikan contoh secara spesifik karena hal ini sudah terjadi pada kehidupan kita yang menjalani hidup bagaikan membawa sekeranjang masalah bahkan dibawa sampai meninggal dunia. Fenomena-fenomena ketidakdapatan diri untuk menikmati hidup di dunia  ini dan malah  menjadikan diri sebagai makhluk yang sering meratap atau mengeluh karena terbiasa dengan menghimpun permasalahan hidup  yang dirasakan semakin bertambah sehingga memberatkan punggung kita.

Bukan mencari kambing hitam atas kondisi tentang hobi diri mengumpulkan masalah hidup seperti ini akibat dari kelalaian dalam belajar sehingga pengetahuan tak mampu menyelesaikan masalah  yang terjadi dalam kehidupan. Kesadaran diri harus digali manakala hantaman masalah terjadi jika tidak maka bukan semakin berkurang malah semakin bertambah yang sejalan dengan bertambahnya umur diri kita.  Menemukan kesadaran dengan melakukan tugas utama diri sebagai manusia yaitu "baca dan belajar" diharapkan akan menemukan sebuah ritme baru dalam perjalanan kehidupan di masa depan dengan sisa umur yang ada.  

Jika hal ini tidak terjadi ataupun dilakukan maka mungkin terjebak dalam rotasi kehidupan yang umum akan menjadikan diri tidak pernah menemukan kenikmatan atau kebahagiaan kehidupan yang ada di dunia ini.  Sebuah kerugian yang mungkin pantas disandang bagi diri kita manakala dalam kehidupan ini tidak pernah menemukan kesadaran hidup akan kondisi yang terjadi.  Karena hakekatnya dalam hidup di dunia ini diri seharusnya selalu hidup dalam kenikmatan dan kebahagian yang menemani dalam bermusafir di kehidupan didunia yang fana ini.

 

Rotasi Akibat dari Masalah Hidup

Magnet terbesar yang terjadi dan menyebabkan permasalahan dalam kehidupan diri kita di dunia ini tidak lain adalah segala hal yang berhubungan dengan gravitasi kehidupan dunia ini.  Masalah gravitasi yang seharusnya bukan menjadi subyek atau sumbu utama garis edar diri sebagai "manusia" namun seharusnya  dunia hanya sebagai obyek.  Karena dunia harus ditundukkan dan dikelola sebagai sarana dan prasarana dalam kehidupan yang sementara untuk menuju hidup yang abadi.

Kelalaian diri dalam menempatkan dunia ini (dari obyek menjadi subyek) menjadikan salah dalam menempatkan "struktur kalimat dalam kehidupan".  Sehingga dunia sebagai tokoh dan diri kita hanyalah sebagai obyek penderita dalam kehidupan di dunia ini.  Karena diri kita sebagai obyek maka hidup akan selalu terjajah oleh apapun yang terjadi dan di lakukan oleh subyek ("dunia") itu sendiri.

Dunia bagaikan beban yang selalu ada di punggung diri kita apabila kondisi ini terus berlangsung.  Kelalaian diri seperti ini  menyebabkan diri mengalami kondisi lupa dan sibuk mengurus kebutuhan dalam hidup ini  dan melupakan tugas utama agar terlepas dari rotasi kehidupan yang ada.  Rotasi kehidupan inilah menjadikan diri tidak pernah mengenal identitas diri dan menjadikan hidup seperti mengikuti arus kesibukan diri sebagai manusia untuk mempertahankan kelangsungannya.

Lupa menemukan identitas diri akibat  tidak memiliki itikad untuk mengenal identitas yang sudah diberikan sebagai makhluk yang memiliki derajat tertinggi.  Kehilangan identitas diri ini menjadikan sebuah kesalahan yang fatal dan mengakibatkan hidup diri kita tidak pernah mencapai level menjadi manusia yang sesungguhnya dan bahkan mungkin hidup sebagai makhluk yang memiliki derajat yang terendah.   Hal ini sudah tergambarkan dan malah mungkin menjadi takdir diri sebagai manusia jika hidup selalu memikul beban yang berat di punggungnya.

Menyikapi rotasi kehidupan di dunia ini agar tidak menjadi sebuah beban maka perlu diri untuk belajar agar mampu menangkap makna dan hakekat serta mampu mengelolanya.  Ada empat tahapan yang harus dilewati agar diri mampu menumukan identitas sebagai manusia sempurna.  Dan keempat tahap tersebut merupakan sebuah struktur atau tingkatan yang harus diselesaikan per tahapnya dan melewatinya dengan berpegang pada Buku Pedoman kehidupan yang diberikan oleh Sang Pencipta.

Pertama, Rotasi sebagai sebuah perjalanan. Hidup di dunia ini adalah awal dari perjalanan kehidupan diri yang sesungguhnya dalam menemukan bekal untuk kembali kepada Sang Tercinta.  Diri hidup di dunia ini sudah otomatis akan terjebak pada rotasi kehidupan yang dimulai saat dilahirkan bahkan mungkin akan terus terjebak di dalamnya sampai akhir perjalanan hidup manakala diri tidak pernah mau untuk belajar.

Posisi diri yang menjalani kehidupan dalam kondisi yang baik ataupun sengsara semuanya akibat diri masuk dalam rotasinya.  JIka diri hanya melihat dari unsur materi mungkin kondisi hidup dalam kecukupan dipandang tidak dalam rotasi yang salah.  Namun apabila diri secara sadar mau merenung tentang kondisi (baik berkecukupan atau kekurangan) akan tetap merasakan hal yang sama yaitu selalu terbebani dengan kondisi kehidupan yang dijalani. Hal ini mungkin akan menjadi pemicu diri untuk mencari mengapa hidup selalu memikul beban kondisi ini.

Rotasi yang ada dan selama ini menjadi arah perjalanan hidup diri bisa jadi tidak membawa ke tujuan yang sesungguhnya. Mencari dan menemukan hakekat arah perjalanan yang seharusnya di tempuh dalam kehidupan di dunia ini adalah hal pertama dan utama yang dilakukan.   Hal ini dilakukan agar diri mampu menemukan prinsip hidup untuk menjadi pedoman dalam perjalanan dalam memasuki rotasi kehidupan dunia ini agar menemukan arah yang lurus dan tidak mengalami kehancuran akibat dari benturan dengan yang lain.

Rotasi yang benar inilah yang disebutkan dalam ajaran yang mampu membentuk pribadi yang berkepribadian sebagai cikal bakal untuk menemukan identitas diri.  Ibarat biji atau atom yang diberikan oleh Sang Pencipta dan seharusnya bisa tumbuh berkembang agar menjadi manusia sejati akan mati manakala diri tidak pernah menemukan pemahaman tentang ajaran.  Proses diri menemukan ajaran adalah langkah awal diri agar diri mampu melewati rotasi kehidupan yang selama ini menjadi penjara dalam perjalanan hidup umat manusia. 

Kedua, Rotasi sebagai sebuah perputaran.  Hidup yang merupakan sebuah siklus perjalanan yang diciptakan berpasang-pasangan.  Jika diri tak mampu menangkap secara simbolik yang tidak hanya sekedar ukuran fisik maka tidak akan mampu menemukan hakekat ataupun jalan keluar dari beban rotasi yang menyebabkan terpenjara dalam kondisi tersebut.  Agar tidak terjebak dalam perjalanan yang keliru maka diri harus memahami arah atau kebenaran rotasi yang selama ini menjadi arus tumpangan kehidupan di dunia ini.

Sebagai sebuah perputaran yang kadang gelap ataupun terang manakala diri tidak pernah mampu memahami maka akan selalu mengakibatkan kesibukan untuk mencari obat atas kekhawatiran tentang kondisi yang dijalani.  Rasa khawatir inilah yang seharusnya dihilangkan agar diri mampu menemukan unsur kenikmatan dan kebahagian yang ada.  Menghilangkan rasa khawatir ini dapat dilalui manakala diri sudah memahami arah ajaran dengan benar agar diri menemukan ritme kehidupan yang mampu mengelola  kekahawatiran akan rotasi yang dijalaninya.

Memahami rotasi sebagai sebuah putaran dengan berdasarkan pemahaman yang diyakininya a kan menjadikan diri sebagai pribadi yang tangguh dan siap dalam menghadapi segala kondisi yang ada.  Ibarat biji yang sudah mulai tumbuh dan siap untuk menjadi tanaman maka menunjukkan diri yang sudah mulai tahu diri dan siap untuk menemukan identitasnya.  Pribadi diri dalam rotasi perputaran ini adalah diri yang sudah mengenal pemahaman tentang ajaran dan hidup dengan banyak bersyukur serta menjalankan ajaran yang sesuai dengan KehendakNYA.  

Tanaman yang mulai tumbuh inilah membuat diri akan selalu di perhatikan oleh Sang Kekasih dan terasa hidup ini seperti ada yang selalu memperhatikan dan menjaganya.  Maka diri sudah terbiasa dengan kesadaran hidup dan tidak pernah mabuk dengan rotasi kehidupan di dunia ini.  Posisi diri dalam pemahaman rotasi perputaran ini sudah menjadikan diri sebagai pribadi yang mampu mengalahkan dominasi kekhawatiran dalam menjalani kehidupan di dunia ini.

Ketiga, Rotasi sebagai sebuah  Perpindahan.  Dikatakan sebagai makhluk yang hidup maka pasti akan mengalami perpindahan.  Bentuk perpindahan ini tidak hanya dalam fisiknya (tempat) melainkan juga perlu melakukan perpindahan baik secara dekonstruksi maupun rekonstruksi dalam pemahaman atau ilmu yang dimilikinya.

Perpindahan dalam makna yang komprehensip inilah sebetulnya menjadi pemahaman diri jika diri dikatakan sebagai makhluk hidup.  Namun tanpa kepemilikan kesadaran yang penuh perpindahan dalam pemahaman akan menjadi sebuah ketakutan yang menjadi tembok penghalang dalam memahami rotasi sebagai perpindahan.  Dan hal ini banyak terjadi pada diri kita yang memiliki ketakutan untuk melakukan perpindahan dalam makna kemprohensip akibat terkotak oleh ketakutan dikatakan sebagai diri yang tidak umum.   

Rotasi sebagai perpindahan yang komprehensip ini menjadikan diri sebagai diri yang sudah siap untuk tumbuh menjadi pohon yang kuat dengan munculnya akar yang sudah berkembang sebagai pijakan atau pegangan.  Hal ini dikarenakan diri sudah memiliki identitas diri sebagai diri manusia yang sesungguhnya yang mampu menjalankan amanat dari Sang Pencipta karena kepemilikan pemahaman yang sesuai dengan ajaran yang diyakininya.  

Memang tidak setiap diri manusia mampu mencapai level ini akibat ketakutan yang dimiliki ataupun penjara rotasi yang ada disekitarnya.  Namun tugas diri melakukan perpindahan seharusnya dilewati oleh setiap insan manusia agar selamat dalam kehidupan di dunia ini.  Akan tetapi berdalih pada "ketidak umuman" akibat diri mencapai level rotasi sebagai sebuah perpindahan yang komprehensip maka banyak diri yang gagal mendapat identitas sebagai manusia yang sesungguhnya.  Hal ini pun sudah tersirat dalam Buku Panduan bahwa tidak semua diri manusia akan mampu mencapai level ini akan tetapi sesungguhnya setiap insan akan mampu melewatinya.

Keempat, Rotasi sebagai sebuah Pergerakan. Bergerak adalah ciri paling mudah dikatakan bahwa diri manusia adalah hidup.  Jika berpindah mungkin akibat diri hanya sekedar mengikuti arus  atau ikut-ikutan dalam kelompok yang sama.  Namun bergerak adalah hidupnya diri dalam kehidupan dalam rotasi kehidupan ini.

Dalam bergerak tidak hanya sekedar berpindah namun merupakan sebuah keberanian diri dalam menunjukkan eksistensi yang sejalan dengan tugas diri sebagai manusia.  Pergerakkan diri ini tidak sekedar pergerakan tanpa ritme ataupun ritme yang dihasilkan oleh persepsi diri manusia namun merupakan ritme pergerakkan yang digerakkan oleh Sang Tercinta.  Sudah tidak ada lagi tembok yang menghalangi dalam pergerakan baik yang diciptakan oleh manusia lain atau ketakutan yang ada dalam dirinya.

Rotasi sebagai sebuah pergerakan ini ibarat seperti diri mampu berhenti dari arus rotasi manusia lain akibat diri tegak lurus ataupun menemukan dan mempertahankan arus yang benar.  Ibarat pohon yang sudah mulai tumbuh secara sempurna maka arus airpun tak mampu menjatuhkan karena diri perpegang dan berserah diri kepada Sang Pencipta.  Diri dalam rotasi pergerakan ini bukan tidak memiliki kesadaran namun melampaui kesadaran umum yang dimiliki oleh manusia lain.

Posisi rotasi pergerakan ini ibarat diri memiliki tiket pas yang dapat digunakan untuk melakukan aktivitas apapun termasuk bertemu dan menumpahkan rasa rindu kepada Sang Tercinta.  Tahap keempat inilah sebetulnya diri menemukan hakekat diri sebagai manusia yang sempurna maka apapun yang dilakukan dalam kehidupan ini adalah kepanjangan tangan dan untuk mendapatkan ridla dari Sang Tercinta.

Penutup

Hanya sekedar humor sufi yang membahas tentang rotasi dunia yang selama ini hanya diartikan sebagai arus kehidupan yang layak dijalani oleh manusia.  Tidak ada yang lucu dan pantas ditertawakan dalam tulisan ini. Namun perbedaan pemahaman dalam menggali makna dari rotasi kehidupan diri dalam menjalani kehidupan di dunia inilah yang mungkin pantas untuk ditertawakan.

Hidup bagaikan gigi persneling kendaraan... Akan salah manakala diri tidak memahami cara dan pemakaiannya..  Hanya orang bodohlah yang nekat hidup tanpa memiliki pemahaman...  Dan pemahaman bukan dari nenek moyang dan tradisi yang sudah ada.
Hidup bukan sekedar mengikuti arus yang ada... Karena diri bukan kotoran manusia...  Yang dibuang karena pantas untuk dibuang... Dan diri yang tak berilmu sepantasnya disebutnya
Hidup diri adalah sebagai manusia... Yang diciptakan dengan kasih dan cintaNYA... Maka tak pantas dan salah jika diri tak pernah membaca... Buku pedoman kehidupan bagi umat yang ada.

Magelang, 26/8/2023

Salam, KAS

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun