Mohon tunggu...
Pakde Amin
Pakde Amin Mohon Tunggu... Penulis - Perjalanan Dalam Mencari Harmonisasi Kehidupan Diri

Belajar menikmati dan memaknai kehidupan melalui kata-kata

Selanjutnya

Tutup

Filsafat Pilihan

Humor Sufi: Kesempurnaan Cinta (Who am I ?)

22 Juli 2023   06:00 Diperbarui: 22 Juli 2023   06:21 224
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Filsafat. Sumber ilustrasi: PEXELS/Wirestock

Fenomena umum yang diri miliki tentang arti sebuah kesadaran adalah  sebagai kemampuan diri dalam berpikir-bertindak-beraktivitas dalam kehidupan sehari-hari yang sesuai dengan norma sosial yang berlaku.  Sehingga orientasi dari kesadaran adalah sebagai sebuah standarisasi nilai diri di mata manusia yang lain.  Dan ketika diri dikatakan tidak sadar maka dianggap sebagai sebuah nilai negatif yang menjadikan diri terbuang di masyarakat dan mungkin dianggap awal proses menuju kematian dalam kehidupan.

Ketika diri hanya memiliki bekal pemahaman kesadaran hanya berhubungan dengan nilai diri  secara sosial maka pada hakekatnya adalah sebuah ketidaktahuan diri akan jalan hidup yang seharusnya ditempuh di dunia ini.  Bukan sebuah kesalahan akibat dari ketidaktahuan hakekat dari kesadaran, namun jika ini dibiarkan akan menjadikan aktivitas diri  berbuat kerusakan dan pertumpahan darah yang bisa terjadi terhadap sesama manusia lain.  Jika ini terus dipertahankan maka kesalahan akan terjadi manakala "kesadaran" dalam beraktivitas yang dimiliki bukan untuk kedamaian dan ketentraman  dalam kehidupan di dunia ini.

Maka tugas diri seharusnya berusaha untuk selalu membangun  kesadaran dalam mengarungi perjalanan kehidupan di dunia ini.  Karena kesadaran adalah bagaikan  "mata" untuk melihat dan "telinga" untuk mengenali arah perjalanan kehidupan di dunia ini.  Dan ketika dua hal tersebut tidak dimiliki maka diri beraktivitas seperti diri manusia yang tak memiliki mata dan telinga yang mengakibat hidup berjalan kesana kemari bahkan sampai menerjang aturan dan pedoman perjalanan kehidupan manusia di dunia ini.

Namun tugas membangun sebuah kepemilikan kesadaran bukanlah hal yang mudah dan bahkan mungkin dianggap sebagai barang langka yang sulit dijumpai pada diri kita sekarang ini.  Hal ini dikarenakan diri dalam kehidupan  terjebak pada kondisi hidup yang dijalani sehingga mengakibatkan  sering lalai atau terlena akibat himpitan kebutuhan.  Orientasi yang demikian akibat dari diri tidak mengenal pada hakekat pemahaman yang membahas pada kesadaran diri sebagai manusia.

Who I am?

Who I am? adalah  sebuah gambaran kehidupan diri yang hidup tanpa memiiki kesadaran.  Namun hakekatnya dalam diri selalu mencari "something" yang mungkin dirasakan ada sesuatu yang bertentangan manakala melakukan sebuah aktivitas. Kesadaran yang terbenam dalam kubangan diri yang terdalam selalu menyeruak manakala diri dibentukarkan dengan hal yang tidak sejalan dan alami.

Benturan yang sering diri rasakan adalah sesuatu yang sebetulnya sebuah alarm diri atas tindak tanduk diri dalam kehidupan.  Kematian hati atau terpenjaranya hati dari dominasi indra (pikir-rasa-keinginan) ternyata masih "terjaga dan murni" dan masih memberontak manakala diri berbuat kekeliruan.  Namun apalah artinya pemberontakan manakala hati masih terpenjara dengan dominasi indra tersebut dan menjadikan kekeliruan tetaplah menjadi pilihan aktivitas diri.

Ibarat sebuah terpedaya  pada kondisi mengakibatkan manipulasi perilaku untuk mencari nilai diri dilakukan dengan tidak semestinya.  Sehingga aktivitas yang dilakukan adalah sebuah kekeliruan dan mengakibatkan kerugian bagi diri yang lain. Mungkin hal ini sering terjadi bahkan aktivitas harian pun di dominasi dengan hal-hal seperti ini.  

Kesadaran akan hakekat diri yang sebenarnya tergadaikan oleh sesuatu yang tidak semestinya.  Sudah hilangnya kesadaran diri dengan matinya hati menjadi diri seperti hidup dalam kebingungan. Bahkan kebingungan ini sering dimanfaatkan oleh diri manusia lain tanpa diri menyadari dan digunakan untuk mengorbankan orang yang lain juga.

Who I am? Sebuah pencarian identitas diri tergadaikan akibat dari ketidakpahaman dengan hakekat diri yang sesungguhnya.  Langkah diri dalam mencari hakekat diri akan menemui banyak hambatan baik dari eksternal yang ingin kepentingan nya tidak gagal dan internal yang berupa dominasai pikir-perasaan-keinginan diri. Faktor internal dan eksternal ini terjadi akibat darii kepemilikan pemahaman yang mungkin keliru akibat dari ketidaktahuan atau kemalasan diri dalam belajar.

Belajar adalah tugas utama diri untuk menjawab "who am I ?". Namun belajar bukanlah sekedar untuk mendapatkan ilmu, akan tetapi untuk menemukan jati diri yang sesungguhnya sebagai manusia yang diciptakan dengan kesempurnaan cinta Sang Pencipta.  Karena pemahaman ini akan menuju pada jalur kesadaran yang seharusnya dilewati dalam perjalanan diri dalam kehidupan di dunia ini.

Membangun Kesadaran

Hidup seharusnya dijalani dengan kesadaran dalam setiap aktivitas kehidupan ini.  Menumbuhkan kesadaran bukanlah sebuah peristiwa instan yang dapat ditemukan dengan tiba-tiba.  Namun merupakan sebuah proses yang membutuhkan waktu yang panjang dengan perjuangan yang mungkin dikatakan sebagai "keanehan".

Dikatakan sebagai hal yang aneh dikarenakan pembangunan hakekat kesadaran diri melalui proses yang tidak biasa bahkan mungkin dianggap sebagai perilaku yang tidak umum.  Karena proses pembangunan ini membutuhkan diri "off/melepaskan" (bukan meninggalkan) pemahaman yang selama ini  telah membangun logika persepsi pikir diri manusia.  Sadar atau tidak mungkin logika pikir yang selama ini menjadi acuan dalam beraktivitas selalu ditentang oleh suara dalam diri yang mengakibatkan keraguan atau kekhawatiran selalu menjadi teman dalam kehidupan sehari hari.

Realita pemahaman yang diri miliki sekarang ini masih berorientasi pada hal yang berifat alam (materialitas).  Padahal selama alam masih dalam dada diri kita maka perasaanlah yang akan mendominasi diri dalam setiap aktivitas kehidupan ini.  Maka tidak salah manakala banyak filosof mengatakan ketika dada manusia dikuasasi oleh alam maka akan menjadikan diri semakin jauh dari Sang Pencipta.

Memang butuh perenungan yang mendalam untuk memahami makna dari apa yang diucapkan oleh filosof tersebut.  Karena alam adalah mewakili fisik atau jasad yang nampak oleh panca indra manusia sehingga mengakibatkan dominasi fisik mengalahkan non fisik (ruhani/ghaib).  Padahal unsur diri seharusnya adalah keseimbangan antara fisik dan non fisik.  Dan ketika dada/sudur dikuasai oleh fisik maka  otomatis orientasi diri tidak lah sempurna dan mengakibatkan hilangnya keseimbangan diri untuk membangun hakekat kesadaran.

Percaya pada non fisik hanyalah sebatas pada pernyataan dan mungkin disempitkan pada hal-hal yang berhubungan dengan penampakan.  Sebuah kekeliruan manakala diri memiliki pemahaman seperti itu akibat perilaku diri yang terpenjara oleh pemahaman pengetahuan yang berkembang sekarang ini.  Maka dekonstruksi pemahaman atas kepemilikan pengetahuan perlu dilakukan dengan mencari sumber rujukan yang benar dan cara yang berbeda untuk menggantikan ilmu yang selama ini selalu membuat diri terpenjara dalam rasa.

Pemahaman tentang hal-hal yang non fisik termasuk bagian dari fase membangun kesadaran diri.  Pembangunan kesadaran diri melalui tiga tahapan yang harus dijalani yaitu fase pertama adalah pemahaman tentang keterikatan dengan alam, fase kedua adalah terbebas dari alam dan fase ketiga adalah kebebasan yang terstruktur.

Fase pertama adalah keterikatan dengan alam menunjukkan bagaimana diri disibukkan dengan hal-hal yang fisik atau materialitas yang menjadi orientasi diri dalam kehidupan ini. Dalam fase ini menunjukkan pemahaman diri dengan hal-hal yang berhubungan dengan bagaimana diri dapat bertahan hidup.  Maka ilmu yang di dapat adalah segala hal yang nampak dan mencakup segala aspek yang berkenaan dengan mengenal dan memanfaatkan alam semesta sebagai dasar diri dalam beribadah.

Kepemilikan pemahaman yang berhubungan dengan materialitas bukan untuk tujuan memakmurkan mencari nilai untuk dirinya sendiri.  Karena banyak diri kita yang belajar dengan hal-hal yang bersifat materialitas terjebak dalam fase ini akibat merasa cukup dan puas dengan pencapaiannya.  Padahal hakekatnya fase ini adalah untuk mengenal dan sebagai pijakan untuk mencapai fase kedua. 

Tergodanya diri dalam kepemilikan fase ini menjadikan diri penguasa atau pemimpin yang salah tugas dan mengakibatkan diri hidup sekedar memuaskan keinginan dan rasa yang dimiliki.  Sifat rakus dan selalu ingin lebih adalah ciri dari diri yang terjebak dalam fase ini.  Maka hidupnya hanya terobsesi pada kesadaran yang terbatas yaitu hidup adalah sekedar kehidupan di dunia ini.

Fase kedua adalah terbebas dari alam.  Dalam fase ini diri melewati fase pertama karena terbangun dari ketidaksadaran yang menjadi jawaban atas segala problema yang dihadapi.  Tumpukan masalah yang tidak menenangkan dada dan memenuhi kepala serta menjadikan diri seorang pesakitan mungkin sebagai pintu untuk memasukinya.  Namun tidak semua diri sadar dengan kondisi yang sedang dihadapinya.

Kesadaran untuk menyelesaikan dan mengembalikan masalah kepada pembuat skenario kehidupan adalah ciri dalam fase ini.  Melalui proses belajar dan merenung dengan melakukan pengungkapan masalah adalah sarana untuk membersihkan dada diri manusia.  Proses inilah sering disebut dengan diri yang bangun tidur dan membuka selimut untuk mengenali haketkat diri yang sesungguhnya.

Proses dalam fase kedua ini diri akan diperlihatkan segala hal-hal yang bersifat non materialitas yang seharusnya menjadi pemahaman dalam kehidupan ini.  Ibarat diri melihat sebuah benda ketika dalam fase pertama hanya melihat dalam satu aspek saja maka dalam fase kedua diri sudah memiliki aspek-aspek lain untuk menerangkan hakekat benda yang dilihatnya.  Maka fase kedua ini diri akan memiliki pemahaman yang lebih sehingga diri dikatakan sebagai diri yang berilmu.

Kelebihan yang dimiliki diri yang  menjalani fase kedua ini bukanlah akhir dari proses pembelajaran yang dilakukan.  Karena kelebihan ini akan memudahkan diri untuk mendapatkan materi dan menguasai alam atau diri manusia lain.  Jika diri berhenti dalam belajar setelah mencapai fase kedua ini maka termasuk golongan yang merugi karena akan kembali pada fase yang pertama.

Fase ketiga adalah kebebasan yang terstruktur.  Dalam fase ini diri yang sudah diangkat dari fase satu dan dua sehingga mampu menguasai alam karena posisi diri diangkat dan dimuliakan.  Aktivitas diri yang selalu baca dan belajar mengakibatkan memperoleh kesempurnaan sebagai hakekat manusia.  Pengetahuan dan pemahaman tentang hidup di dunia adalah sebagai sarana untuk selalu melakukan tugas agar diri selalu menjadi kekasihnya.

Dikatakan sebagai kesadaran yang di dasarkan atas kebebasan terstruktur karena diri sudah tidak terikat dengan aturan-aturan yang dibuat oleh manusia.  Karena aktivitas kehidupan diri di dasarkan atas pemahaman yang di dasarkan atas ilmu yang tertulis dalam kitab yang besar yang seharusnya menjadi pedoman umat manusia.  Ketika diri sudah mampu menangkap makna yang terdalam dari buku yang besar itu maka diri adalah termasuk manusia pencari cinta. 

Kesempurnaan cinta adalah orieantasi dalam hidup yang dijalaninya.  Maka tidak heran manakala diri mencapai titik ini dipandang sebagai magnet kehidupan bagi alam semesta.   Kerendahan hati dan kesederhanaan dalam berpikir dan hidup adalah ciri dari diri yang mencapai level ini.

Namun butuh mental dan tubuh yang kuat untuk mencapai level ini karena tiupan angin semakin keras menggoncangnya.  Manakala diri tidak kuat maka diri akan terpental dan jatuh menjadikan terhempas pada serendah-rendahnya level dari makhluk yang hidup di alam semesta ini.

Penutup

Sekedar humor sufi tentang kesempurnaan cinta yang membahas tentang "who am I?".  Tiga fase yang harus dilalui agar diri mampu menjawab pertanyaan tersebut sehingga mampu menemukan kesadaran.  Tidak ada yang lucu dan pantas ditertawakan kecuali perbedaan pemahaman tentang jawaban membangun kesadaran bagi diri kita.

Bacalah.... Bacalah.... Bacalah
Karena diri akan menemukan....  Sebuah pemahaman tentang hakekat diri yang sesungguhnya... Bukan diciptakan untuk menjadi hina... Namun diri memang dari hina untuk dijadikan sang mulia
Bacalah.... Bacalah... Bacalah
Bacalah dengan mulai dari petunjukNYA.... Karena diri akan menemukan gambarannya... Tentang aktivitas yang seharusnya dilakukaknya.... Agar diri tidak tersesat dan hilang kesadarannya
Bacalah.... Bacalah... Bacalah

Salam, 

Magelang, 21/7/2023

KAS

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun