Hidup sempurna dengan kepemilikan jiwa adalah harapan setiap insan karena menjadikan diri dalam posisi kesempurnaan dalam kehidupan sebagai manusia. Â Bukan sebuah hal yang mustahil untuk di dapatkan namun bukan langkah mudah untuk mendapatkan dan dibutuhkan perjuangan berat agar dapat mencapai kondisi yang demikian. Â Dan tidak semua manusia akan diberikan posisi kesempurnaan keseimbangan sebagai insan karena sudah digariskan dan hanya diri yang memiliki komitmen belajar dan mau berproses akan mampu mendapatkannya.
Mengapa tidak semua diri manusia mampu mencapainya? Â Hal ini dikarenakan banyak diri yang sudah diawal kehidupan menolak dan menganggap bahwa kesempurnaan bukanlah tujuan untuk diraihnya. Â Karena kesempurnaan dilalui dengan langkah yang berat dan perjuangan yang membutuhkan kesabaran.
Proses diri menemukan jiwa yang merupakan kerja internalitas dalam diri yang dirasa tidak dapat diukur secara fisik dengan ukuran manusia umum sehingga menjadikan hambatan utama. Â Karena masyarakat umum selalu "meminta" output yang tampak (fisil atau material) atas pencapaian dari sebuah aktivitas yang dilakukan. Â Maka banyak diri kita beranggapan bahwa aktivitas menemukan jiwa dirasa tidak dibutuhkan karena bisa dimanipulasi atau disamarkan dengan perbuatan baik yang dilakukan walaupun memiliki motif kurang benar.
Suatu misal sebagai sebuah perbandingan antara diri seseorang yang hidup dengan jiwanya adalah melakukan sebuah perbuatan yang sederhana memperjuangkan aktivitas profesinya namun didasarkan atas niat yang tulus untuk tujuan pengabdian profesi yang dimiliki. Â
Diri mereka tidak memikirkan reward fisik yang diterimanya karena merasa reward adalah hal yang mengikuti selama melakukan aktivitas profesi. Karena aktivitasnya selalu didasarkan atas niat yang ikhlas karena tuntutan menjalankan profesi yang sesungguhnya dengan sebaik-baiknya.
Namun manakala diri dalam kehidupan tidak bersama jiwa (jiwa terselubung selimut) maka dalam menjalankan profesi orientasinya adalah reward fisik yang diharapkan. Â Bukan atas dasar profesionalitas profesi namun didasarkan menggugurkan tugas agar mendapatkan penghargaan yang maksimal. Â Hal ini akibatnya tidak ada niat ikhlas yang mengikuti namun akibat dari orientasi uang yang ingin dicapainya.
Perbedaan ini mengakibatkan output yang dihasilkan akan nampak berbeda disalah satu sisi akan menumbuhkan kebahagian dan kepuasaan sejati karena mampu menjalankan amanat profesi walaupun reward yang dihasilkan adalah sedikit atau mungkin tanpa memperoleh bayaran. Â Dan sisi yang lain (tanpa jiwa) menumbuhkan kebahagian dan kepuasan materi karena mampu menyelesaikan pekerjaan karena orientasi "kejar tayang" selesai dijalaninya. Â Melakukan dengan kualitas dan mengejar kuantitas adalah bahasa sederhana untuk membedakan kehidupan diri yang hidup dengan jiwa dan hidup tanpa jiwa.
Sebuah kerugian yang dijalani oleh diri yang selama ini hidup tanpa jiwa dalam segala aspek kehidupan. Â Akibatnya diri hanya menerima beban hidup yang harus dipikul selama ini dalam perjalanan kehidupan di dunia. Â Maka "hidup dalam kepayahan" adalah lebel yang diterima dan dilampaui dalam kehidupan ini.
Tahapan hidup bersama jiwa
Usaha diri agar mampu menemukan jiwa adalah merupakan kembalinya kepada kodrat diri menjadi manusia. Â Memang tidak banyak literatur atau rujukan yang dibaca atau ditemui yang mengarah pada hidup kembali menemukan jiwa. Â Maka tidak heran pemahaman tentang menemukan jiwa yang hilang sangat sulit untuk dilakukan dan menjadikan diri haus dengan hal-hal mistis agar mampu menguatkan fisik diri dalam menjalani kehidupan ini.
Dapat dikatakan sebuah kekeliruan jalan manakala diri mencari motivasi diri untuk menjalani ujian kehidupan di dunia ini dengan hal-hal tersebut. Â Padahal motivasi diri sebetulnya adalah hal-hal yang muncul dari internal diri yang berasal dari jiwa manusia itu sendiri dan bukan dari eksternalitas diri. Â Maka mencari pemahaman tentang menemukan jiwa diri yang hilang seharusnya diperjuangkan dengan cara belajar secara terus menerus atas Buku Panduan Hidup manusia dan melakukan perenungan atas hal-hal yang terjadi.
Pemahaman yang ada menyebutkan ada empat langkah diri agar mampu menemukan jiwa manusia yang selama ini hilang dalam kehidupan. Â Keempat langkah atau tahapan ini harus dilalui agar diri menjadi insan yang berkesimbangan seperti kehendak Sang Pencipta. Â Keempat langkah tersebut adalah 1) Melepaskan Penyiksa Jiwa; 2) Melakukan Penyaksian Jiwa; 3) Menemukan Jiwa Yang hakiki; dan 4) Bersama jiwa untuk menjalani dan menemukan Sang Tercinta.Â
Pertama Melepaskan penyiksa jiwa. Â Melepaskan penyiksa jiwa ini adalah sebuah istilah yang menyederhanakan gambaran tentang perjalanan kehidupan diri kita. Â Karena setiap langkah dalam perjalanan hidup diri selalu di dasarkan atas kepemilikan pengetahuan yang menjadi pegangan dalam kehidupan ini. Â
Sadar atau tidak bahwa sebetulnya orientasi semua pemahaman yang diri miliki sekarang ini hampir semuanya berorientasi pada kehidupan dunia dan diukur dengan ukuran fisik (materi). Â Jika hal demikian terjadi maka dapat dikatakan bahwa asupan yang diterima oleh diri kita adalah asupan materi untuk kepentingan fisik dan mempertahankan kehidupan nyawa manusia. Â Maka tidak heran diri selalu hidup seperti "seorang pemabuk" yang tidak pernah memikirkan keseimbangan kehidupan dan selalu merasa "payah" dalam menjalani perjalanan ini.
Ternyata hidup diri sekarang ini  seperti disiksa akibat dari sebuah dis-orientasi (yang kurang benar) akibat kepemilikan pengetahuan yang dimiliki.  Terlalu fokus pada asupan material dan melupakan asupan immaterial yang sebetulnya merupakan penguatan diri dalam kehidupan di dunia ini.  Padahal seharusnya diri  selalu berusaha untuk menyeimbangkan asupan (material dan immaterial) agar jiwa yang merupakan bagian dari ruh yang diberikan oleh Sang Pencipta juga bertumbuh dan sejalan dengan pertumbuhan fisik manusia.
Pelepasan ini bukan berarti melupakan seluruh ilmu yang sudah dimiliki namun sekedara meng"off"kan ilmu yang ada dengan mencari sisi immaterial dari pengetahuan yang dimiliki. Â Cara yang dilakukan adalah dengan mengembalikan ilmu yang dimiliki kepada hakekat ilmu yang sesungguhnya dengan mencari akar dari ilmu tersebut untuk menguatkan kepemilikan pengetahuan yang ada. Â Kesadaran diri yang terbangun akan memberikan pengaruh yang kuat dan mengakui bahwa kepemilikan pemahaman yang sekarang ini ternyata menjadi penjara orientasi dan menjauhkan hakekat diri untuk menjadi manusia yang bebas.
Kedua Melakukan penyaksian jiwa. Penyaksian jiwa adalah langkah selanjutnya manakala diri sudah memiliki kebebasan dari penjara yang menyiksa jiwa  dan memiliki  kesadaran baru untuk membangun bangunan diri menjadi makhluk yang sempurna.  Karena jiwa adalah "tulang kehidupan" manusia agar mampu menjalani perjalanan diri di kehidupan di dunia ini.
Jiwa sebagai tulang kehidupan ini akan ditemui manakala diri memiliki pemahaman yang benar yang mungkin sangat berbeda dengan pengertian yang selama ini dimilkinya.  Karena dengan kepemilikan tulang ini maka diri akan menjadi insan yang kuat dan tidak rapuh dengan setiap badai yang menerjangnya.  Maka tidak heran diri akan manusia yang memiliki prinsip yang kuat menjadi pegangan hidup  dan menjadi pribadi yang siap mengarungi bahtera kehidupan ini.
Penyaksian jiwa merupakan bentuk pengakuan diri menjadi pribadi yang terbangun menjadi makhluk sempurna karena terbangun dari dua dimensi yaitu materi dan immaterial. Â Dan diri akan dikatakan "hidup yang sesungguhnya" dan selalu menjadi diri yang beruntung dalam akan mampu menjalankan misi yang diemban dalam kehidupan ini.Â
Ketiga Menemukan jiwa hakiki. Â Jiwa yang hakiki adalah tidak terlepas dari kodrat diri diciptakan menjadi manusia yang sempurna. Â Dan jiwa hakiki menunjukan sebuah keseimbangan kehidupan yang seimbang dalam diri manusia yang selalu bertumbuh. Â Karena jiwa hakiki akan ditemukan manakala diri sudah tumbuh menjadi "dewasa/baligh" dalam ukuran yang sesungguhnya.
Menemukan jiwa yang hakiki ibarat diri memiliki kebebasan yang penuh untuk menentukan jalan hidup  di kehidupan di dunia ini.  Kebebasan ini bukan berarti merupakan hal yang mutlak dan "semau gue" karena diri manusia masih memiliki koridor batasan yang berupa ajaran.  Namun kebebasan ini sebuah keterlepasan dari beban kehidupan yang dijalani di dunia akibat dari kepemilikan jiwa yang membangun keyakinan diri bahwa hidup itu sudah ada skenarionya dan diri tinggal menjalani dengan bahagia.
Karena diri adalah diciptakan dengan strata yang tinggi sebagai pemimpin di dunia ini.  Maka akan salah manakala diri tidak pernah menemui kebahagiaan atau "enjoy" dalam kehidupan ini karena diri adalah selalu dicukupinya.  Kesadaran lah yang akan menjadikan diri menjadi manusia yang tidak pernah berkeluh kesah  bahkan dalam kehidupan akan selalu menjadi pribadi yang bersyukur.
Bertemunya diri dengan jiwa hakiki bukan melepaskan diri dari tanggung jawab yang ada melainkan merubah beban tanggung jawab kepentingan dunia menjadi sebuah sarana ("akting kehidupan") yang sudah diatur oleh sang sutradara. Â Maka tugas baca "skenario kehidupan" selalu dilakukan agar diri tidak salah dalam perannya di dalam perjalanannya.Â
Keempat Bersama jiwa untuk menjalani dan menemukan Sang Tercinta. Menjalani dan menemui Sang Tercinta biasanya dijalani oleh pribadi yang sudah melewati masa dewasa.  Karena yang pantas dicintai dan mencintai adalah mereka yang memiliki umur dewasa.
Sebuah pernyataan yang sederhana dan masuk akal bahwa ketika diri sudah melewati tiga tahap tersebut maka diri pantas untuk mendapatkan cinta dari Sang Pecinta. Â Sebuah kenikmatan tersendiri manakala diri mengalami hal ini karena hidup akan selalu berbunga dalam perjalanan menjadi musafir di kehidupan di dunia ini. Â Maka tugas diri untuk sejenak bersama jiwa akan terganti menjadi mencari jiwa hakiki agar selalu hidup dalam cinta Sang Tercinta.
Rasa rindu untuk bertemu dengannya dan menyiapkan bekal yang banyak adalah langkah yang seharusnya dijalani oleh diri yang menemukan jiwa hakiki. Â Dan semoga diri termasuk dalam golongan ini dan bukan masuk ke dalam golongan yang menemui Sang Tercinta dengan membawa beban kehidupan.
Penutup
Hanya sekedar humor sufi yang mungkin menunjukkan perbedaan pemahaman yang ada. Â Sejenak bersama jiwa adalah sebuah sentilan diri untuk selalu berusaha menjadi manusia yang sesungguhnya dan mampu mengemban atau menjalankan tugas yang diberikan oleh Sang Pencipta.
Jalan cinta akan memperlihatkan kemabukkan dan penghinaan... Karena diri seperti terbang dan melayang... Tak pernah menyentuh jalan biasa seperti kebanyakan... Â Karena penjara pemahaman pengetahuan yang membedakan.
Jalan cinta hanya bisa terlihat oleh diri yang berjiwa... Â Karena cinta bukan hal yang tabu untuk diri yang sudah dewasa... Dewasa akibat asupan ilmu dari Sang Pencipta... Agar diri selalu menjadi sang pencari cinta.
(KAS, Pencari Cinta, 25/6/2023)
Magelang. 25/6/2023
Salam
KAS
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI