Mohon tunggu...
Pakde Amin
Pakde Amin Mohon Tunggu... Penulis - Perjalanan Dalam Mencari Harmonisasi Kehidupan Diri

Belajar menikmati dan memaknai kehidupan melalui kata-kata

Selanjutnya

Tutup

Filsafat Pilihan

Humor Sufi: Sejenak Bersama Jiwa (3)

26 Juni 2023   07:00 Diperbarui: 26 Juni 2023   07:09 193
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Hidup sempurna dengan kepemilikan jiwa adalah harapan setiap insan karena menjadikan diri dalam posisi kesempurnaan dalam kehidupan sebagai manusia.  Bukan sebuah hal yang mustahil untuk di dapatkan namun bukan langkah mudah untuk mendapatkan dan dibutuhkan perjuangan berat agar dapat mencapai kondisi yang demikian.  Dan tidak semua manusia akan diberikan posisi kesempurnaan keseimbangan sebagai insan karena sudah digariskan dan hanya diri yang memiliki komitmen belajar dan mau berproses akan mampu mendapatkannya.

Mengapa tidak semua diri manusia mampu mencapainya?  Hal ini dikarenakan banyak diri yang sudah diawal kehidupan menolak dan menganggap bahwa kesempurnaan bukanlah tujuan untuk diraihnya.  Karena kesempurnaan dilalui dengan langkah yang berat dan perjuangan yang membutuhkan kesabaran.

Proses diri menemukan jiwa yang merupakan kerja internalitas dalam diri yang dirasa tidak dapat diukur secara fisik dengan ukuran manusia umum sehingga menjadikan hambatan utama.  Karena masyarakat umum selalu "meminta" output yang tampak (fisil atau material) atas pencapaian dari sebuah aktivitas yang dilakukan.  Maka banyak diri kita beranggapan bahwa aktivitas menemukan jiwa dirasa tidak dibutuhkan karena bisa dimanipulasi atau disamarkan dengan perbuatan baik yang dilakukan walaupun memiliki motif kurang benar.

Suatu misal sebagai sebuah perbandingan antara diri seseorang yang hidup dengan jiwanya adalah melakukan sebuah perbuatan yang sederhana memperjuangkan aktivitas profesinya namun didasarkan atas niat yang tulus untuk tujuan pengabdian profesi yang dimiliki.  

Diri mereka tidak memikirkan reward fisik yang diterimanya karena merasa reward adalah hal yang mengikuti selama melakukan aktivitas profesi. Karena aktivitasnya selalu didasarkan atas niat yang ikhlas karena tuntutan menjalankan profesi yang sesungguhnya dengan sebaik-baiknya.

Namun manakala diri dalam kehidupan tidak bersama jiwa (jiwa terselubung selimut) maka dalam menjalankan profesi orientasinya adalah reward fisik yang diharapkan.  Bukan atas dasar profesionalitas profesi namun didasarkan menggugurkan tugas agar mendapatkan penghargaan yang maksimal.  Hal ini akibatnya tidak ada niat ikhlas yang mengikuti namun akibat dari orientasi uang yang ingin dicapainya.

Perbedaan ini mengakibatkan output yang dihasilkan akan nampak berbeda disalah satu sisi akan menumbuhkan kebahagian dan kepuasaan sejati karena mampu menjalankan amanat profesi walaupun reward yang dihasilkan adalah sedikit atau mungkin tanpa memperoleh bayaran.  Dan sisi yang lain (tanpa jiwa) menumbuhkan kebahagian dan kepuasan materi karena mampu menyelesaikan pekerjaan karena orientasi "kejar tayang" selesai dijalaninya.  Melakukan dengan kualitas dan mengejar kuantitas adalah bahasa sederhana untuk membedakan kehidupan diri yang hidup dengan jiwa dan hidup tanpa jiwa.

Sebuah kerugian yang dijalani oleh diri yang selama ini hidup tanpa jiwa dalam segala aspek kehidupan.  Akibatnya diri hanya menerima beban hidup yang harus dipikul selama ini dalam perjalanan kehidupan di dunia.  Maka "hidup dalam kepayahan" adalah lebel yang diterima dan dilampaui dalam kehidupan ini.

Tahapan hidup bersama jiwa

Usaha diri agar mampu menemukan jiwa adalah merupakan kembalinya kepada kodrat diri menjadi manusia.  Memang tidak banyak literatur atau rujukan yang dibaca atau ditemui yang mengarah pada hidup kembali menemukan jiwa.  Maka tidak heran pemahaman tentang menemukan jiwa yang hilang sangat sulit untuk dilakukan dan menjadikan diri haus dengan hal-hal mistis agar mampu menguatkan fisik diri dalam menjalani kehidupan ini.

Dapat dikatakan sebuah kekeliruan jalan manakala diri mencari motivasi diri untuk menjalani ujian kehidupan di dunia ini dengan hal-hal tersebut.  Padahal motivasi diri sebetulnya adalah hal-hal yang muncul dari internal diri yang berasal dari jiwa manusia itu sendiri dan bukan dari eksternalitas diri.  Maka mencari pemahaman tentang menemukan jiwa diri yang hilang seharusnya diperjuangkan dengan cara belajar secara terus menerus atas Buku Panduan Hidup manusia dan melakukan perenungan atas hal-hal yang terjadi.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun