Mohon tunggu...
Pakde Amin
Pakde Amin Mohon Tunggu... Penulis - Perjalanan Dalam Mencari Harmonisasi Kehidupan Diri

Belajar menikmati dan memaknai kehidupan melalui kata-kata

Selanjutnya

Tutup

Filsafat Pilihan

Humor Sufi: Mutiara Puasa (Bulanpun Luluh)

2 April 2023   23:55 Diperbarui: 3 April 2023   00:24 190
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Filsafat. Sumber ilustrasi: PEXELS/Wirestock

Pertama, Pengkondisian waktu.  Pemahaman tentang waktu adalah merupakan sebuah satu kesatuan rangkaian kehidupan diri sebagai makhluk dalam berproses dalam kondisi atau alam yang ada.  Hal ini berarti merupakan skala interval antara dua keadan atau kejadian dan bisa juga dikatakan sebagai kondisi lama berlangsungnya kejadian atau peristiwa yang dijalani diri manusia dalm kehidupan.

Dengan adanya pemahaman ini maka waktu pun merupakan ukuran dan sarana diri dalam menjalani kehidupan. Karena masa edar diri dibatasi oleh waktu tersebut dalam kehidupan. Maka diri diharapkan mampu memanfaatkan waktu yang ada dengan optimal agar tidak termasuk dalam kategori manusia yang rugi.  Diri yang tidak rugi adalah mereka yang mampu mengkondisikan waktu sebagai hitungan petunjuk kehidupan agar tidak terjebak dalam kondisi yang sama.

Terjebaknya diri dalam kondisi yang sama diakibatkan karena terlalu sibuk menjadikan bulan sebagai dasar dalam menghitung waktu.  Sehingga menjadikan diri cahaya bulan sebagai pembatas waktu untuk beraktivitas. Pembatasan ini diakibatkan kehidupan diri tergantung pada sinar yang ada akibat munculnya dua dimensi keadaan (terang dan gelap).

Demikian juga dalam hubungannya dengan berpuasa dimana dua dimensi ini juga menjadi ukuran aktivitas ibadah diri. Dan manakala ini terjadi dan menjadi pemahaman diri maka pasti orientasi diri hanya sekedar melaksanakan ibadah secara jasmaniah/fisik.  Maka keseimbangan yang terjadi juga merupakan keseimbangan fisik dalam hubungannya dengan asupan diri. 

Orientasi diri yang hanya berhubungan dengan fisik ini mengakibatkan keseimbangan kehidupan semakin jauh dari harapan yang dikehendaki NYA. Memang bahwa bulan puasa adalah bulan ibadah fisik akibat selama ini diri terjebak dalam realita kehidupan yang selalu memprioritas hal hal yang bersifat fisik dan diterima logika material.  Maka Sang Pencipta menyuruh diri manusia untuk beribadah puasa agar mengubah kehidupan yang berorientasi fisik menuju keseimbangan antara fisik dan non fisik dengan memperbanyak asupan ruhaninya.

Bulan puasa yang merupakan sebuah kesempatan dan peringatan yang diberikan oleh Sang Pencipta kepada diri untuk kembali kepada jalan menuju hakekat diri sebagai manusia sesungguhnya.  Memperbanyak asupan ruhani dan mengurangi asupan fisik adalah bentuk mudah untuk menemukan jalan tersebut.  Hal ini untuk mengubah bahwa hidup tidak dibatasi oleh kondisi waktu melainkan hidup adalah sebuah pelepasan kondisi pembatas diri untuk menuju diri yang tak terbatas.

Kedua, Pengkondisian lintas dimensi diri. Ketika waktu masih menjad sebuah pembatas kondisi maka tidak mungkin diri akan mencapai lintas dimensi.  Karena diri selalu terbatas pada pemahaman bahwa apa yang terlihat dan terpikir secar logika materi adalah hal yang harus dijalani. Hal ini mengakibatkan diri terlalu sibuk dalam kesibukan untuk mencari materi tersebut agar mampu mempertahankan kehidupan di dunia ini saja.

Padahal mungkin diri kita sadar bahwa hidup manusia tidak hanya di dunia ini saja melainkan bahwa kehidupan diri dimulai dari alam rahim sampai nanti diri pulang di rumah Sang Pencipta.  Kelahiran dan kematian hanyalah sebagai pintu bukan awal dan akhir dari sebuah kehidupan.  Sehingga hakekat diri adalah manusia yang hidup dalam lintas dimensi dengan berakhir sebagai sebuah kebahagiaan atau penderitaan.

Agar diri mampu mencapai lintas dimensi dengan sempurna maka diperlukan sebuah keseimbangan agar mampu meniti titian terakhir dalam perjalanan pulang menuju rumah Sang Pencipta. Puasa adalah bentuk pembelajaran diri agar mampu berpikir mengenai hakekat tentang asupan yang seharusnya menjadi bahan bakar kehidupan.  Mengurangi asupan materi atau jasadiyah dan memperbanyak asupan ruhani (non materi) adalah langkah awal agar diri mampu membangun rumah untuk jiwa yang selama ini tak terpikirkan.

Bulan puasa inilah sebetulnya waktu yang tepat untuk membangun rumah bagi jiwa seorang manusia sesungguhnya.  Karena dalam bulan puasa ini diri belajar mengurangi asupan-asupan yang selama ini mendominasi pembangunan diri manusia yang menjadan diri terlalu tambun fisiknya dan terlalu gelap hatinya akibat banyaknya kondisi yang dipikirkan.  Ketambunan fisik dan gelapnya hati dalam bangunan diri selama ini menjadikan jiwa tidak masuk dalam diri manusia.  

Bersambung...

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun