Mohon tunggu...
Pakde Amin
Pakde Amin Mohon Tunggu... Penulis - Perjalanan Dalam Mencari Harmonisasi Kehidupan Diri

Belajar menikmati dan memaknai kehidupan melalui kata-kata

Selanjutnya

Tutup

Filsafat

Humor Sufi: Mutiara Puasa (Jalan Menemui Sang Tercinta)

18 Maret 2023   05:00 Diperbarui: 18 Maret 2023   07:04 251
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Filsafat. Sumber ilustrasi: PEXELS/Wirestock

Berbicara tentang cinta yang merupakan gambaran tentang hasrat keindahan dan kepuasan diri untuk mendapatkan kehendak yang ingin diperolehnya. Cinta sebagai sebuah daya ledak diri dan biasanya membutakan indra yang dimiliki oleh setiap diri manusia.  Bahkan untuk meraihnya kadang dibutuhkan pengorbanan berupa harga diri agar yang tercinta dapat tunduk dengan jerat-jerat yang diberikannya.

Cinta yang seperti itu adalah merupakan gambaran umum pemahaman diri dalam berkehidupan di dunia ini.  Jelas hal ini menunjukkan dominasi pikir yang dimiliki terbelenggu oleh perasaan manusia dalam bekerja di kehidupan sehari-hari bukan logika akal yang seharusnya digunakan.  Sehingga seringkali diri dalam memperjuangkan cinta berperilaku seperti orang yang tak memiliki logika karena unsur jasad atau materi yang di prioritaskan agar terjamin keberlangsungan kehidupan diri di dunia ini.

Makna cinta yang hakiki sebetulnya merupakan bentuk keseimbangan antara raga dan jiwa yang dimiliki.  Tidak hanya terfokus pada perasaan melainkan sebagai upaya diri untuk menemukan jalan pulang agar diri mampu bertemu dengan Sang Tercinta.  Maka cinta adalah sebagai sebuah penyalaan (start) diri yang dimulai dari terpompanya darah yang menjalar ke seluruh urat nadi  dan menimbulkan semangat hidup yang benar dalam menjalani kehidupan di dunia ini.

Perjuangan untuk mendapatkan jawaban cinta dari Yang Tercinta dibutuhkan upaya yang sistematis dan cermat dengan menggali pemahaman tentang alur dan maknanya.  Karena perilaku diri yang demikian merupakan sebuah bentuk "kegilaan" tentang arah kehidupan dan kematian yang akan di tuju.  Menggali alur dan makna cinta dibutuhkan pelepasan (meng-off-kan) pemahaman yang sudah dimiliki serta melakukan perenungan kembali dengan berdasarkan pada pengetahuan yang tertulis pada Buku Panduan hidup manusia.

Alur Perjalanan Menuju Yang Tercinta  

Banyak orang dan pemahaman umum yang sekarang ada mengatakan bahwa bulan puasa adalah bagian dari tiket mudah untuk dapat menemui Sang Tercinta.  Saking mudahnya maka apapun ibadah diri yang dilakukan pada bulan tersebut dirasa sangat ringan dan mudah.  Sehingga mengakibatkan fokus umat dalam beribadah pun terasa seperti sebuah keramaian sebuah perayaan di bulan puasa tanpa meninggalkan kesakralannya.

Namun realita yang terjadi   banyak diri kita yang "merasa" berat melakukan ibadah di bulan puasa ini.  Ataupun jika diri melakukannya hanya sekedar budaya yang turun temurun atau dilakukan akibat dari munculnya rasa malu apabila diri tidak ikut sibuk dalam beribadah.  Sebuah kebodohan diri apabila selama ini diri mengisi bulan puasa dengan hal seperti itu.

Kehendak diri yang ingin melakukan ibadah dengan baikpun harus memiliki pemahaman akan ibadah-ibadah yang harus dilakukan dalam bulan puasa.  Untuk mendapatkan pemahaman yang baik maka diri perlu mengenal alur atau kejiwaan cinta terhadap bulan puasa ini. Karena sebagai sebuah alur atau tingkatan maka tingkat yang paling baik apabila diri mampu mencapai titik terakhir dari kejiwaan cinta kepada bulan puasa sebagai tiket mudah untuk menemui Sang Tercinta.

Tahapan kejiwaan merupakan unsur yang tak terlihat namun memiliki sebuah nilai yang melekat dan mempengaruhi perilaku diri dalam memaknai sebuah cinta itu sendiri.  Biasanya diri manusia umum mengatakan bahwa tahap kejiwaan ini merupakan motivasi diri dalam melakukan aktivitasnya.  Namun hakekat yang sesungguhnya pemahaman tahap kejiwaan ini akan memberikan sebuah bentuk kesadaran diri dalam beraktivitas.

Alur perjalanan yang membangun motivasi dalam sebuah kesadaran bertindak terdapat lima macam tahapan yang harus dijalani oleh setiap diri manusia.  Alur ini merupakan perjalanan batin (non fisik) diri yang berguna untuk membangun bangunan kesadaran diri   yang sempurna.  Tahapan yang dibangun melewati lima buah tingkatan yaitu :

Pertama, Kehendak (Iradah). Kehendak merupakan sebuah modal dasar yang dimiliki oleh setiap diri manusia akibat dari pelimpahan wewenang yang menjadi beban tugas hidup ini. Dua unsur yang ada dalam kehendak yang merupakan titik keseimbangan antara kekuasaan dan kesempurnaan wujud diri sebagai makhluk manusia.  

Kedua unsur tersebut yang bercampur akibat diri tak memiliki pemahaman yang benar biasanya tidak menjadikan hal yang bercahaya namun menjadi hal yang gelap. Dua unsur tersebut merupakan hal yang melekat dan menjadi kewajiban manusia agar menjadikan diri yang bercahaya.  Untuk menjadikan diri yang bersinar dan bercahaya maka dibutuhkan baca dan belajar pada pemahaman yang benar bukan berdasarkan pada "kata orang".

Puasa yang merupakan salah satu sarana kemudahan yang diberikan untuk menjadikan diri kita bercahaya dan terlepas dari unsur kegelapan.  Namun apabila diri tak memiliki pemahaman tentang puasa tersebut maka diri hanya mengandalkan unsur kekuasaan dalam menjalani ibadah yang ada.  Sebuah kerugian manakala diri beraktivitas pada bulan puasa jika dalam kondisi yang demikian.

Keringanan dalam beraktivitas vertikal yang terasa selama bulan puasa sebetulnya merupakan modal besar untuk membiasakan diri tidak fokus hanya pada aktivitas horisontal yang selama ini menjadi dominasi dalam kehidupan.  Pengurangan dan pelepasan dominasi aktivitas horizontal ini seharusnya tidak hanya terjadi pada bulan puasa namun dalam kehidupan sesungguhnya di bulan bulan lain.

Kehendak yang bersih akibat menyeimbangankan antara kekuasaan yang dimiliki untuk menuju sebuah kesempurnaan sebagai sebuah makhluk.  Dan kehendak merupakan pintu awal diri dan sebagai lapis pertama yang mempengaruhi motivasi diri dalam beraktivitas.  Positif atau negatif hasil dari sebuah aktivitas tergantung pada kehendak yang dimiliki oleh diri masing-masing. 

Kedua, Ketertarikan (Muhabbah).  Ketertarikan merupakan hal atau merupakan keadaan diri terhadap apa yang ada.  Ketertarikan bukan merupakan sekedar unsur fisik (jasadiyah) semata melainkan juga hal-hal yang bersifat non fisik (ruhuniah).  Hal ini dikarenakan diri juga memiliki unsur yang sama yaitu hal fisik dan non fisik.

Ketika sebuah ketertarikan hanya  di dominasi pada satu unsur maka diri tidak akan mungkin mencapai sebuah kesempurnaan sehingga menjadikan diri bercahaya.  Perlunya diri menyelaraskan dua unsur yang ada tersebut agar dapat menimbulkan sebuah kesadaran diri yang berkeinginan untuk melakukan aktivitas tertentu.  Karena ketertarikan merupakan alur kedua setelah diri mampu memahami masalah kehendak yang dimilikinya. 

Ketertarikan terhadap bulan puasa adalah merupakan kesadaran secara ruhaniah yang selama ini jarang di pikirkan dalam kehidupan diri.  Ketika kesadaran ini muncul maka ibarat sebuah perencanaan akan membangun sebuah bangunan tempat ruh manusia. Dan ibadah puasa adalah "me-nihil-kan" unsur fisik agar diri membangun dengan memperbanyak materi non fisik yang akan berdampak pada penambahan muatan unsur pada diri kita.

Dominasi ketertarikan non fisik inilah sebetulnya merupakan unsur utama yang harus di gunakan dalam beribadah bulan puasa.  Unsur fisik yang sekedar menahan lapar, haus dan hasrat seksualitas bukanlah prioritas utama dalam beribadah di bulan tersebut karena puasa bukan untuk menunjukkan eksistensi diri di depan manusia lain.  Dan unsur fisik itulah yang sebetulnya merupakan godaan diri manusia dalam melupakan kesadaran dalam aktivitas kehidupan yang sesungguhnya.

Ketiga, Kecenderungan (Hawa). Kecenderungan merupakan kualitas karakter diri yang biasanya meliputi pada kebiasaan, persiapan, keadaan persiapan untuk bertindak dengan cara tertentu.  Kecenderungan ini sangat dipengaruhi oleh pemahaman ilmu yang dimilikinya.  Dan ketika diri berilmu dengan benar sesuai dengan teori-teori yang benar bukan relevan maka akan menghasilkan tindakan yang baik dan benar.

Kecenderungan positif adalah sebuah hal yang diharapkan akibat dari diri memiliki kehendak dan ketertarikan akan sebuah obyek dan disertai dengan kepemilikan pemahaman yang benar.  Hasil dari kecenderungan positif akan berdampak untuk kebaikan seluruh alam semesta karena diri mampu memposisikan sebagai makhluk yang sempurna. Hal inilah sebetulnya alur ketiga yang dikehendaki dan seharusnya di miliki oleh diri dalam beraktivitas.  

Dan demikian juga sebaliknya manakala terjadi kecenderungan negatif maka bukan manfaat yang baik dan benar yang dihasilkan melainkan sebuah kerusakan dan ketidakseimbangan kehidupan.  Sebuah kerugian manakan diri dalam kondisi seperti ini.

Puasa yang seharusnya memiliki dampak positif untuk diri (khususnya) yaitu agar mampu menyeimbangkan atau menekan kecenderungan negatif.  Karena kebanyakan kecenderungan negatif akibat dari asupan materi fisik berlebihan yang di gunakan untuk membangun diri manusia. Puasa biasa nya selalu dihubungkan dengan pencegahan nafsu diri (kecenderungan negatif) agar diri mampu memberikan asupan non fisik agar hidup dalam dominasi kecenderungan positif.

Sebuah keutamaan bulan puasa jika hal ini benar terjadi manakala kehidupan manusia di dominasi oleh kecenderungan positif.  Maka tidak heran banyaknya aktivitas diri yang berdampak dalam kedamaian bukan pada aktivitas diri manusia yang selalu hidup untuk memenuhi hasrat dan kuasanya.  Jika setiap bulan diri memperlakukan sama dengan bulan puasa maka dunia akan selalu dalam kesejukan dan kebahagiaan manusia.

"Berlanjut pada bagian kedua yang akan membahas alur keempat (Hasrat ('Isyq)), kelima, (Kedekatan (Ulfa)) dan keenam,(Keterbelengguan (Tatayyum)).

Penutup

Hanya sekedar humor sufi yang membahas tentang mutiara puasa 1.  Tidak ada yang pantas untuk ditertawakan dalam tulisan ini namun perbedaan pemahaman lah yang merupakan bahan untuk ditertawakan.

Akan datang dan datanglah.... , Bunga mawar yang bermekaran di taman yang indah, karena utusan dari Sang Tercinta telah tiba, menjumpai dan menunjukkan jalan pintas menuju kapadaNYA.
Basuhlah diri dan bawalah bekal yang sepantasnya, Bawalah jiwa dan segalanya untuk kesana, Karena matahari telah memancarkan sinarnya,  Membakar nafsu dan amarah agar diri menjadi bercahaya..

Magelang, 17/3/2023

Salam 

KAS

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun