Mohon tunggu...
Pakde Amin
Pakde Amin Mohon Tunggu... Penulis - Perjalanan Dalam Mencari Harmonisasi Kehidupan Diri

Belajar menikmati dan memaknai kehidupan melalui kata-kata

Selanjutnya

Tutup

Filsafat Pilihan

Humor Sufi: Aib dan Benih Kehidupan

1 Desember 2022   07:00 Diperbarui: 1 Desember 2022   06:58 300
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Tanpa disadari mungkin diri kita tak terasa selalu masuk dalam ruangan diskusi yang membicarakan aib seseorang.  Bahkan mungkin dalam keseharian diri kita lebih di dominasi dengan hal seperti ini.  Hal ini bisa terjadi akibat adanya globalisasi informasi yang tanpa batas dan menjadikan informasi dapat tersaji dengan cepat.  Sebuah kerugian jika ini terus terjadi dan diri tak mencoba untuk sadar atas penjara dari kondisi yang demikian.

Informasi yang mengungkap aib seseorang dapat di peroleh dari gadget yang selalu menyertai keseharian dan mungkin juga dari tatap muka dengan para sahabat atau mungkin dari media lain.  Memang enak dan seru ketika diri kita membicarakan aib orang lain mulai dari mencerca, menghina, menyalahkan dan mencela perbuatan orang lain dengan bumbu-bumbu penyedap yang menjadikan diri terlena dengan waktu yang terbuang dalam sebuah kerugian. 

Atau mungkin aib seseorang merupakan sebuah batu pijakan diri kita agar mampu menaikkan jenjang popularitas dan hasrat lain yang ingin dicapai.  Maka salah satu jalan untuk mewujudkan hal tersebut adalah dengan mengumbar aib orang lain dan menutupi aib diri kita sendiri.  Karena tidak mungkin membicarakan aib kita akan mampu menaikkan popularitas diri. 

Mengapa membicarakan aib orang lain terasa menyenangkan bahkan mungkin membahagiakan bagi diri kita yang tak suka dengan orang tersebut?  Sebuah pertanyaan yang seharusnya menjadi sebuah perenungan diri agar diri tak terbawa arus yang membuat diri terlena dengan kesibukan ini.  

Perenungan adalah bentuk pembelajaran yang merupakan pupuk untuk menyirami benih kehidupan yang ada dalam diri kita.  Ketika diri membicarakan aib orang lain seperti memberikan kesempatan munculnya benih "nilai" tidak suka pada pribadi orang tersebut dan juga memiliki imbas pada munculnya penyakit dalam hati diri kita.  Semakin banyak kita terbiasa dengan membicarakan aib orang akan semakin banyak noda hitam yang muncul dan menutupi kebersihan hati.

Padahal untuk menjadi manusia yang baik syarat utama diri kita adalah memiliki hati yang bersih.  Ketika hati kotor maka tidak mungkin diri akan mampu menjadikannya sebagai motor untuk menggerakkan indra (pikir/perasaan/keinginan) yang dimiliki oleh setiap diri manusia.  Hal ini berakibat pada kerja diri dalam melakukan aktivitas dalam kehidupan akan menjadi tidak sempurna karena dominasi indra yang kuat yang memutuskan dan menggerakkan langkah dalam kehidupan.  Dampaknya adalah diri terpenjara dalam ego yang menjadi tujuan dalam aktivitas kehidupan.

Aib Sebagai Bibit Kehidupan

Sebuah kerugian jika kondisi seperti ini terjadi manakala diri tak menyadari bahwa dampak dari bersinggungan dengan pembicaraan masalah aib walaupun hanya sekedar mendengar atau membacanya.  Kondisi seperti ini dapat dikatakan sebuah fenomena yang sekarang menjadi booming dan "laris manis" dalam kehidupan bahkan diri dapat dikatakan tidak update informasi jika tak dapat berbicara atau berkomentar tentang aib seseorang.  Seperti sebuah kekalahan perang yang menjadikan diri semakin jauh untuk menemukan potensi diri akibat perilaku yang tidak kita sadari karena hidup dengan menikmati kekeliruan yang terjadi.

Kekeliruan yang tak disadari ini karena diri bertindak aktif atau pasif dalam membicarakan orang lain merupakan pembunuhan potensi diri.  Orientasi internal yang merupakan awal dari diri untuk mengenal potensi yang dimiliki tidak pernah terwujud karena upaya untuk selalu membersihkan hati tak sejalan dengan perilaku dalam keseharian. Akibatnya seperti membersihkan namun diri lain diri sibuk juga dengan selalu mengotorinya.

Aib yang ada dalam diri orang lain seharusnya menjadi bahan bacaan atas kehidupan yang sekarang dijalani.  Namun manakala aib itu sebagai bahan pembicaraan atau bacaan menjadikan sebuah informasi yang menutup pintu kebaikan dalam diri kita.  Dan mungkin menjadi bibit kehidupan baru yang menggantikan bibit yang baik yang ada dalam diri kita.  

Kondisi ini bisa terjadi karena informasi merupakan input dan tersimpan dalam memori atau hati diri kita.  Maka manakala diri memiliki kesempatan dan dalam posisi yang sama akan mencoba untuk melakukan hal sama seperti informasi aib orang lain yang diterima.  Hal ini bisa terjadi karena filter atau penyeimbang untuk mengelola informasi tidak bekerja karena hati diri tertutup dan tidak pernah bersih.

Bibit kehidupan baru ini muncul dari akumulasi informasi perilaku keliru orang lain yang setiap hari menjadi makanan atau pupuk yang mungkin tidak disadari hidup dan tumbuh berkembang dengan subur dalam diri  kita. Ibaratnya bibit liar ini mengalahkan bibit kebaikan yang seharusnya tertanam dalam hati diri kita namun karena kalah dan tidak terawat menjadikan mati potensi kebaikan yang seharusnya dimiliki.   Maka tidak mungkin diri akan menjadi individu yang diharapkan jika kondisi ini masih terjadi dalam kehidupan kita.

Mengelola Aib untuk Menemukan Potensi diri

Mengelola aib adalah tugas setiap diri manusia.  Aib sebetulnya bukan hanya ada pada orang lain melainkan juga ada pada diri kita. Akan tetapi seperti sebuah pepatah mengatakan "gajah didepan mata tidak tampak, kuman diseberang lautan nampak" merupakan hal yang terbiasa terjadi pada diri kita. 

Hakekatnya aib orang lain adalah bacaan dan bahan pembelajaran diri yang digunakan sebagai pembanding atas perilaku yang keliru dari orang lain dengan pemahaman yang diterima dari ajaran yang ada.  Perilaku menyimpang orang lain yang dikatakan aib adalah merupakan sebuah aktivitas yang mungkin dilakukan dengan sengaja ataupun tidak sengaja karena kondisi yang dimiliki orang lain. Maka tugas diri adalah mencari bahan bacaan atas aktivitas yang keliru tersebut sebagai pemahaman dari hikmah atas kondisi setiap diri manusia.  Dan atas aib orang lain tersebut tugas diri bukan disampaikan kepada orang yang lain melainkan meredam (jika bisa) atas aib tersebut.

Sedangkan aib diri kita adalah merupakan aktivitas yang sengaja atau tidak sengaja dilakukan namun keliru akibat dari kurangnya pemahaman yang dimiliki.  Pemahaman yang tidak kuat menjadikan diri tidak mampu menghadapi atas kondisi yang ada.  Sehingga akibatnya aib itu muncul karena jalan pintas atas permasalahan yang menjadi beban dalam perjalanan kehidupan.

Tindakan yang keliru diri kita inilah yang sebetulnya merupakan ciri dari diri kita yang belum memaksimalkan potensi yang ada.  Kurangnya pemahaman ataupun bacaan akibat diri malas dalam belajar ataupun rajin belajar namun dengan alur pemahaman yang keliru.  Sebuah kerugian jika kondisi seperti ini tetap diluar jangkauan pemikiran dan kesadaran diri kita dalam kehidupan ini.

Bukan hal yang sulit dan juga bukan hal yang mudah untuk mampu mengelola aib menjadi sumber bacaan.  Namun sejatinya setiap diri manusia diberi kemampuan untuk itu karena masing-masing diberi potensi diri untuk menjadi insan atau individu manusia yang baik.  Namun karena sifat diri yang selalu bersinggungan dengan rasa khawatir dan was-was menjadikan diri sibuk untuk menghilangkan perasaan itu sehingga mengakibatkan tugas pokok untuk mencari potensi diri terlupakan.

Diri kita akan mampu dikatakan mengelola aib jika memiliki hati yang bersih.  Karena hati yang bersih adalah syarat utama untuk menemukan potensi diri.  Hal ini dikarenakan dengan hati yang bersih diri akan mampu memaksimalkan indra yang dimiliki sehingga diri hidup tidak dalam kekangan dominasi salah satu indra yang terkuat dan mengakibatkan diri hanya terkondisikan oleh logika berpikir/prasangka/pemenuhan hasrat keinginan.

Hati yang bersih merupakan strategi awal yang memunculkan motivasi untuk hidup yang benar dan menjauhkan diri dari alur pikir dari yang keliru. Karena alur pikir ini akan menjadikan diri selalu berupaya untuk memuaskan ego diri dan menjadikannya diri sebagai tuhan dalam aktivitas yang dilakukan.   Sebuah jalan yang keliru jika ini benar terjadi karena salah dalam tindakan awal dalam setiap aktivitas yang dijalani.

Kerja dari hati yang bersih akan mampu memutar indra (pikir/perasaan/keinginan) sesuai dengan fungsinya akibat dari ketiganya berinteraksi.  Sehingga dalam aktivitas yang dijalani karena kesadaran diri sebagai manusia yang mampu memaksimalkan potensi diri dan mampu mengalahkan ego diri walaupun kegiatannya adalah sama.  Potensi diri inilah merupakan tujuan dasar diri agar diri ringan dalam menjalani kehidupan di dunia ini.  Dengan potensi yang dimiliki oleh setiap manusia maka akan dilanjutkan perjalanan diri untuk memiliki pembeda dengan makhluk lain sebagai individu yang sempurna dan pantas untuk mengemban amanat dari Sang Pencipta.

Penutup

Hanya sekedar humor sufi tidak ada yang lucu dan pantas ditertawakan dalam tulisan ini.  Namun yang pantas ditertawakan adalah kemungkinan adanya perbedaan pemahaman yang terjadi dengan diri para pembaca.

Magelang, 30/11/2022

Salam

KAS

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun