Tak terasa sudah ditengah perjalanan dalam menjalani ibadah puasa ditengah hangatnya kondisi disekitar kehidupan kita, dimulai dengan sandiwara minyak goreng - permainan agresif para pemain BBM - ditambah dengan geliatnya para mahasiswa yang sepertinya menyuarakan "nada nada" politik. Â
Sepertinya fenomena tersebut tidak sejalan dengan sejuknya bulan puasa yang seharusnya ke tenangan dan kedamaian terjadi agar diri umat dapat khusyuk dalam beribadah.
Skenario sandiwara yang dibuat oleh para manusia tersebut menjadi sebuah pertanyaan yang menghampiri diri ditengah kebutuhan kondisi yang tenang agar mampu "merenung" dan "menghayati" perjalanan vertikal di bulan puasa ini. Â
Bukan tak acuh dengan kondisi yang ada dan menghimpit kebutuhan hidup, namun skenario ibarat melempar batu ditengah arus sungai yang tenang sehingga tetap mengganggu konsentrasi diri untuk bersikap.
 Sebuah nasehat para orang tua yang sering kita dengar ternyata kembali mengusik hati ini akibat fenomena-fenomena tersebut agar diri selalu mampu melihat tingkah laku diri (motivasi hidup) dan bukannya menyalahkan orang lain dengan kondisi yang sekarang ini terjadi. Â
Namun nasehat itu tertutup dengan pepatah "kuman diseberang lautan nampak dan gajah di pelupuk mata tak kelihatan). Sebuah disoriented diri yang terlalu eksternal oriented yang selalu menyalahkan orang lain dibandingkan dengan mengakui kekurangan pada diri sendiri.
"Civis pacem Parabelum" yang memberikan gambaran kasar bahwa jika ingin perdamaian maka bersiaplah untuk berperang. Â Nasehat ini memang terlihat frontal jika diri "lugu (sederhana)" mengartikan. Â Berperang adalah muara dari keinginan untuk mendapatkan perdamaian. Â Tapi apakah memang benar seperti ini makna yang tersirat dari kata-kata tersebut atau memang ada yang lebih jika diri mampu merenung lebih mendalam terlebih kejadian ini terjadi pada bulan Puasa.
Kewaspadaan atas kondisi yang ada haruslah menimbulkan sebuah percikan semangat  atau motivasi diri (baca: Motivasi hidup manusia) pada saat momentum yang tepat untuk selalu lurus dalam perjalanan kehidupan di dunia ini.Â
Karena dibutuhkan kesadaran agar diri tidak menjadi manusia yang selalu dalam kondisi rugi. Â Kerugian bukanlah diukur dari materi yang diperjuangkan namun dari nilai lain atau bekal yang dibawa untuk menghadap kepada Sang Pencipta.
Bukanlah civis pacem parabelum sama halnya dengan Jihad bi nafs.  Hal ini dikarenakan makna dari jihad binafs adalah dibutuhkan peperangan yang besar yaitu perang dalam diri agar diri mampu mengalahkan nilai-nilai negatif yang selama ini membelenggu kehidupan manusia. Â
Memahami Visi Hidup Manusia