Mohon tunggu...
Pakde Amin
Pakde Amin Mohon Tunggu... Penulis - Perjalanan Dalam Mencari Harmonisasi Kehidupan Diri

Belajar menikmati dan memaknai kehidupan melalui kata-kata

Selanjutnya

Tutup

Puisi Pilihan

Pelerai Kepedihan

21 Februari 2022   20:25 Diperbarui: 21 Februari 2022   21:24 130
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Puisi. Sumber ilustrasi: PEXELS/icon0.com

Pelerai Kepedihan

Tak mungkin hidup selalu dalam kesenangan
Tak mungkin hidup selalu dalam kepedihan
Kadang saat pedih diri baru ingat
Akan posisi diri yang hina

Dicaci dan dimaki hal yang biasa
Direndahkan bahkan diinjak-injak bagaikan kotoran
Tak pantas untuk berdampingan
Dengan manusia yang baru dalam jabatan

Jangan hilang harapan
Terdepak oleh sepakan mereka yang dulu sebagai teman
Jatuh diri tersungkur ke lembah putus asaan
Tawa sinis mereka selalu mengiringi derita

Jangan hilang harapan
Laksana diri hidup dalam penjara
Tak ada kebebasan untuk bersuara
Karena suara kita kalah dengan toa mereka

Jangan hilang harapan
Hidup sudah seperti penjara
Seperti hidup di ruangan yang kumuh dan pengap
Menunggu lara dan ajal menjemput diri kita

Jangan hilang harapan
Sang Raja masih berada di samping kita
Menunggu batas kesabaran diri manusia
Agar tak lelah dalam berusaha 

Ambil pedang "tebaslah" kepala
Karena itu adalah penjara yang sebenarnya
Terisi oleh rasa kepedihan dan ketakutan
Menjadikan diri hidup dalam lara dan nestapa

Kepedihan tak akan selamanya
Mungkin akan berubah menjadi renta
Karena sabar sudah menjadi jubah
Usaha sudah berubah menjadi nafas diri kita

Itu hanya sebatas ujian langkah hidup manusia
Menjadi kuat adalah harapan Sang Pencipta
Agar diri mampu mencari bekal
Menemui Sang Kekasih dengan ketangguhan

Kesadaran adalah obatnya
Kepedihan akan menjadi renta
Rapuh dan hancur karena kesabaran manusia
Terbangun dari pengetahuan dan keyakinan yang ada

Tak mungkin diri hidup ini selalu dalam nestapa
Karena kebahagiaan adalah pasangannya
Tinggal menunggu saat yang tepat
Ketika jiwa sudah siap menjadi rumahnya

Ibarat diri telah berpuasa
Tak pernah makan di siang hari yang panas
Tinggal menunggu saat azan maghrib tiba
Kebahagiaan pasti akan datang jua

Penderitaan hidup hanya sebatas itu saja
Renta dan mati oleh usia
Dan bersiaplah untuk menerima
Kebahagian yang tak terukur jumlahnya

Diam...diam adalah tugas kita
Karena peran Sang Kekasih pasti ada
Menjemput dan memberi hadiah pada kita
Karena kita pantas untuk menjadi kekasihNYA

Magelang, 21/2/2022

KAS

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun