Mohon tunggu...
Pakde Amin
Pakde Amin Mohon Tunggu... Penulis - Perjalanan Dalam Mencari Harmonisasi Kehidupan Diri

Belajar menikmati dan memaknai kehidupan melalui kata-kata

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Humor Sufi: Mengenali Garis Kehidupan (Renungan Akhir Tahun 2021a)

27 Desember 2021   21:46 Diperbarui: 27 Desember 2021   21:48 412
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Tahun baru sudah mulai di depan mata diri ini, namun diri belum merasa puas akan usaha yang sudah dilakukan selama tahun 2021.  Dan selama ini mungkin diri kita tak memiliki atau lalai tentang kesadaran pun bahwa umur semakin berkurang karena tahun 2022 sudah mulai terasa aromanya.

Aroma persiapan pesta pergantian tahun yang dirancang sedemikian agar tidak melanggar larangan pemerintah.  Strategi-strategi bisnis dikembangkan untuk meraih keuntungan di pergantian tahun karena momen yang ada hanya setahun sekali.  Kesibukan pikir dan di akhir tahun hanya sekedar untuk merayakan hal yang akan di jalani bukan digunakan untuk mengevaluasi diri setahun aktivitas hidup diri kita.  

Mungkin kondisi yang sekarang ini diri kita jalani merupakan sebuah garis hidup yang diberikan oleh Sang Pencipta kepada manusia.  Adanya larangan pesta awal tahun bukan merupakan sebuah kebetulan terjadi tetapi merupakan "suratan" agar diri manusia kembali untuk berpikir tidak hanya aktivitas untuk berpesta saja.

Pertanyaan Renungan Akhir Tahun

Timbul pertanyaan yang muncul ketika diri duduk dengan selimut kesepian ditengah malam jika dihubungkan dengan tahun baru.  Bukan masalah tentang kehidupan yang terjadi di siang hari yang mungkin menjadi beban untuk kehidupan di esok hari.  Namun sebuah pertanyaan yang menggugah diri untuk selalu berusaha menjadi diri manusia yang baik di tahun kehidupan yang baru.

Pertanyaan ini yang akan muncul ketika diri memikirkan fenomena yang terjadi akhir tahun 2021 ini.  Mengapa "pageblug" yang berupa virus 19 tak ujung selesai? malah muncul kembali varian baru yang mungkin akan menjadi gelombang ketiga.  Sebuah ketakutan yang dijadikan penjara kembali bagi kehidupan dan kebebasan manusia dalam berkehidupan di dunia ini.

Apakah Sang Pencipta memang sudah bosan melihat diri kita? Apakah ini ujung dari kehidupan diri kita semua? Apakah sudah memiliki kesiapan jika diri melihat jasad sudah terbujur kaku untuk menghadap Sang Pencipta?

Jika memang pertanyaan ini muncul dalam setiap diri manusia, mungkin akan menjadikan sebuah perubahan menuju New Normal dalam kehidupan.  Dan harusnya sebagai diri yang "waras" akan menemukan pertanyaan ini dalam keheningan ketika dalam sepi.  Namun kondisi sepi bagi diri mungkin sudah tidak akan ditemui karena banyak tugas dan beban yang harus dipikul dalam kehidupan sekarang ini.

Tetapi mungkin ini tidak semua tersadar dengan pertanyaan tersebut.  Karena ada atau tidak adanya pageblug banyak diri yang masih enjoy  karena tidak tersentuh dengan hal tersebut.  Malah mungkin adanya kondisi yang sekarang ini merupakan sebuah lahan untuk menimbun keuntungan demi mewujudkan hasrat dan ambisi yang ingin di capainya.

Maka dibutuhkan kebangkitan kesadaran diri yang selama ini sudah terlelap dari tidur yang panjang, ibarat diri sudah berselimut kain yang tebal ditengah cuaca yang dingin.  Kemalasan muncul karena tidak ingin bangun dari tempat tidur yang nyaman karena rasa kecenderungan sudah menguasai diri kita. (Baca: Teori Kecenderungan)

Memang tidak semua diri mampu lepas karena memang garis kehidupan sudah dipastikan ada yang mampu dan tidak.  Namun ini tidak berarti diri kita adalah termasuk yang tidak mampu.  Karena garis kehidupan adalah sesuatu yang merupakan sebuah kepastian namun bagi diri kita adalah sebuah rahasia yang harus dijalani.

Ketika diri memiliki keyakinan yang baik dan percaya bahwa termasuk golongan yang baik maka akan muncul kesadaran untuk bangun dan membuka selimut yang selama ini menyelimuti serta sudah memberikan rasa kenyamanan dalam hidup.  Memang secara naluri makhluk hidup dalam kehidupan akan mencari "kenyamanan".

Namun rasa kenyamanan bukan sebuah pengorbanan tujuan kehidupan diri dengan mengorbankan prinsip hidup diri manusia.  Karena jika seperti ini maka hidup diri hanya seperti buih ombak yang pergerakannya sebatas mengikuti arus  ombak dilautan.  Tak pernah diri mampu mencapai tujuan karena selalu menjadi "orang pinggiran" dan menjadi obyek dari sebuah peristiwa.

Sebuah kerugian jika kehidupan diri hanya seperti buih ombak tersebut.  Diri sudah merasa kalah sebelum bertempur karena kondisi tertindas pun sudah merasa memiliki kenyamanan dan banyak teman yang mendampingi dalam kehidupan.

Apakah Sang Pencipta memang sudah bosan melihat diri kita?

Pertanyaan ini sebetulnya sebuah bentuk intropeksi diri karena mempertanyakan apakah hidup diri sudah tidak ada nilainya karena kelakuan kita selama ini.  Memang Sang Pencipta tidak butuh diri manusia namun bukan berarti tidak harus memiliki nilai.  Karena nilai inilah yang nantinya akan di pertanggungjawabkan di kehidupan yang akan datang.

Sebuah bentuk kehidupan yang mungkin dapat dikatakan diri adalah makhluk yang bertopeng karena tidak pernah mau menunjukkan wajah asli.   Karena hidup adalah hanya sekedar panggung sandiwara yang tidak butuh "bentuk asli" diri kita sesungguhnya.  Ketakutan diri untuk membuka topeng karena takut diri tidak "memakan roti" dalam panggung sandiwara kehidupan manusia ini.

Topeng kehidupan inilah yang menjadikan Sang Pencipta bosan melihat peran kita yang tidak sesuai dengan skenario asli kehidupan. sebagai manusia yang sempurna.  alasan inilah yang menjadikan diri  melakukan tiga hal yang membuat Sang Pencipta mengingatkan diri manusia.

Pertama: diri kita yang suka bermusuhan.  Hakekat semua manusia adalah sahabat dan saudara dalam melakukan perjalanan di kehidupan di dunia ini untuk menuju pulang ke rumah Sang Pencipta.  Ketika rasa persahabatan dan persaudaraan ini muncul maka akan menjadikan sebuah motivasi yang baik untuk mencari bekal yang akan dipersembahkan kepadaNYA.

Namun realita di dalam kehidupan tidak ada yang namanya teman ataupun saudara.  Terlebih dalam kondisi kehidupan yang keras sekarang ini yang sering disebut sebagai kehidupan dengan hukum rimba.  Kalaupun ada memang sudah kodrati dan seharusnya itu terjadi.  

Banyak antar saudara pun saling bermusuhan karena masalah sepele.  Belum lagi yang tidak ada hubungan pertalian darah maka antar diri kita dengan diri yang lain akan selalu bermusuhan (baca: Persahabatan).

Rasa permusuhan ini memang sebetulnya adalah muncul dari fitrah diri manusia yang memiliki sifat mementingkan diri sendiri  Karena tahu fitrah yang demikian maka para malaikatpun sudah mengatakan apakah manusia tidak akan selalu menumpahkan darah di muka bumi ini.  Namun Sang Pencipta lebih mengerti dibandingkan dengan makhluk lain.

Karena itu manusia diminta untuk menemukan hakekat diri dengan menemukan keseimbangan dalam kehidupannya.  Dengan keseimbangan ini akan mampu mengelola self interestnya untuk menjalani kehidupan di dunia yang sementara.

Kedua: Diri manusia yang suka membuat kerusakan.  Seperti kita ketahui bahwa setiap diri manusia adalah pemimpin baik untuk dirinya sendiri-keluarga-alam semesta.  Dan setiap diri dalam menjalankan tugasnya disertai dengan bekal kehidupan yang cukup, dan bekal itu diperoleh dengan mencari di dunia ini.

Sebelum menjadi "pemimpin" untuk diri-keluarga-sesama maka langkah awal harus mencari bekal.  Namun realita yang dicari bukan bekal akan tetapi beban (baca: bekal dan beban kehidupan). Maka tidak heran diri akan selalu dibebani dengan beban dalam hidup sehari hari.

Ketika ini terjadi maka segala aktivitas pencarian akan mengalami overload yang menyebabkan ketidakseimbangan dan berdampak pada kerusakan alam semesta.  Ketidakseimbangan ini mengakibatkan diri hanya fokus pada bekal materi bukan bekal non materi.

Kerja diri yang membuat kerusakan memang sudah dipertanyakan oleh para malaikat sebelum diciptakan.  Dengan jawaban yang sama Sang Pencipta pun menjawab interuspsi dari para malaikat tersebut.  Jadi sifat merusak juga merupakan sifat bawaan yang dibawa oleh setiap diri manusia.

Tugas diri manusia hanya untuk mengelola bukan mematikan sifat merusak ini.  Kerja mengelola dapat dicapai jika diri mampu memiliki dan menemukan keseimbangan dalam kehidupan ini 

Ketika: Diri manusia yang suka khawatir.  Sifat khawatir merupakan penyakit yang ditanamkan dalam diri manusia. Sifat ini menjadi baik jika diri memiliki keyakinan dalam kehidupan dan sebaliknya akan menjadi buruk jika diri selalu terbelenggu oleh "lalai".

Memang sudah fitrah diri manusia memiliki sifat bawaan lalai.  Namun lalai disini adalah lalai dengan apa yang sudah menjadi garis kehidupan manusia.

Agar diri tidak lalai maka harus selalu baca dan belajar dengan baik dan benar.  Ketika banyak diri manusia yang pandai dan pintar sekarang ini namun yang dipelajari adalah pemahaman yang "keliru" karena tujuannya adalah untuk self interest maka dampaknya adalah bukan keseimbangan kehidupan tetapi adalah kerusakan kehidupan manusia di dunia ini.

Banyak fenomena yang kita temukan jika diri mau terbuka dan sadar serta tidak terpenjara oleh ego pemahaman yang dimiliki sekarang.  Temuan perbedaan pemahaman akan membuka cakrawala baru untuk kehidupan yang lebih baik.  Bukan menyalahkan pemahaman yang berbeda karena keyakinan akan pemahaman yang dimiliki sekarang ini.

Hidup adalah keberagaman.  Bukan hidup adalah sebuah kesamaan.  Yang sama adalah tujuan kehidupan, namun keberagaman adalah jalan untuk mencapai tujuan.  Maka inilah perbedaan garis kehidupan antar setiap diri manusia dengan manusia lain.

Untuk menjawab pertanyaan yang lain akan dilanjutkan dalam Humor sufi: Mengenal Garis kehidupan (Renungan akhir tahun 2021b)

Hanya sekedar humor tentang renungan akhir tahun 2021.  Jika salah dan berbeda pemahaman maka perlu di tertawakan.

Salam Hangat

Magelang, 27/12/2021

KAS

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun