Mohon tunggu...
Pakde Amin
Pakde Amin Mohon Tunggu... Penulis - Perjalanan Dalam Mencari Harmonisasi Kehidupan Diri

Belajar menikmati dan memaknai kehidupan melalui kata-kata

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Humor Sufi: Mengenali Garis Kehidupan (Renungan Akhir Tahun 2021a)

27 Desember 2021   21:46 Diperbarui: 27 Desember 2021   21:48 412
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Ketika diri memiliki keyakinan yang baik dan percaya bahwa termasuk golongan yang baik maka akan muncul kesadaran untuk bangun dan membuka selimut yang selama ini menyelimuti serta sudah memberikan rasa kenyamanan dalam hidup.  Memang secara naluri makhluk hidup dalam kehidupan akan mencari "kenyamanan".

Namun rasa kenyamanan bukan sebuah pengorbanan tujuan kehidupan diri dengan mengorbankan prinsip hidup diri manusia.  Karena jika seperti ini maka hidup diri hanya seperti buih ombak yang pergerakannya sebatas mengikuti arus  ombak dilautan.  Tak pernah diri mampu mencapai tujuan karena selalu menjadi "orang pinggiran" dan menjadi obyek dari sebuah peristiwa.

Sebuah kerugian jika kehidupan diri hanya seperti buih ombak tersebut.  Diri sudah merasa kalah sebelum bertempur karena kondisi tertindas pun sudah merasa memiliki kenyamanan dan banyak teman yang mendampingi dalam kehidupan.

Apakah Sang Pencipta memang sudah bosan melihat diri kita?

Pertanyaan ini sebetulnya sebuah bentuk intropeksi diri karena mempertanyakan apakah hidup diri sudah tidak ada nilainya karena kelakuan kita selama ini.  Memang Sang Pencipta tidak butuh diri manusia namun bukan berarti tidak harus memiliki nilai.  Karena nilai inilah yang nantinya akan di pertanggungjawabkan di kehidupan yang akan datang.

Sebuah bentuk kehidupan yang mungkin dapat dikatakan diri adalah makhluk yang bertopeng karena tidak pernah mau menunjukkan wajah asli.   Karena hidup adalah hanya sekedar panggung sandiwara yang tidak butuh "bentuk asli" diri kita sesungguhnya.  Ketakutan diri untuk membuka topeng karena takut diri tidak "memakan roti" dalam panggung sandiwara kehidupan manusia ini.

Topeng kehidupan inilah yang menjadikan Sang Pencipta bosan melihat peran kita yang tidak sesuai dengan skenario asli kehidupan. sebagai manusia yang sempurna.  alasan inilah yang menjadikan diri  melakukan tiga hal yang membuat Sang Pencipta mengingatkan diri manusia.

Pertama: diri kita yang suka bermusuhan.  Hakekat semua manusia adalah sahabat dan saudara dalam melakukan perjalanan di kehidupan di dunia ini untuk menuju pulang ke rumah Sang Pencipta.  Ketika rasa persahabatan dan persaudaraan ini muncul maka akan menjadikan sebuah motivasi yang baik untuk mencari bekal yang akan dipersembahkan kepadaNYA.

Namun realita di dalam kehidupan tidak ada yang namanya teman ataupun saudara.  Terlebih dalam kondisi kehidupan yang keras sekarang ini yang sering disebut sebagai kehidupan dengan hukum rimba.  Kalaupun ada memang sudah kodrati dan seharusnya itu terjadi.  

Banyak antar saudara pun saling bermusuhan karena masalah sepele.  Belum lagi yang tidak ada hubungan pertalian darah maka antar diri kita dengan diri yang lain akan selalu bermusuhan (baca: Persahabatan).

Rasa permusuhan ini memang sebetulnya adalah muncul dari fitrah diri manusia yang memiliki sifat mementingkan diri sendiri  Karena tahu fitrah yang demikian maka para malaikatpun sudah mengatakan apakah manusia tidak akan selalu menumpahkan darah di muka bumi ini.  Namun Sang Pencipta lebih mengerti dibandingkan dengan makhluk lain.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun