Ketika dikatakan sebagai bentuk panjang tangan dari Sang Pencipta adalah sebuah tugas yang mulai karena dirinya melakukan "kerja" karena membantu orang lain yang "sedang dalam kesulitan" karena sesuatu hal. Â Kerja yang dilakukan adalah dihubungkan dengan membantu kesembuhan orang yang baru sakit. Â Maka menjadikan orang lain lebih baik dari ketika dirinya sakit adalah sebuah perbuatan yang baik.
Dan dikatakan sebagai bentuk pengingkaran jika diri adalah dimulai dengan keinginan untuk bisa menjadikan orang lebih kelihatan menarik dibandikang dengan kondisi sebelumnya (yang dalam kondisi sehat). Â Karena pengetahuan yang dimiliki adalah seharusnya bertujuan untuk menjadikan orang yang sakit/lemah menjadi sehat/kuat dalam menjalani kehidupan. Dan Pengetahuan bukan untuk menjadikan orang melampaui batas yang sudah diberikan.
Pengingkaran ini adalah sebagai bentuk arogansi diri yang muncul dalam diri manusia.  Ketidakterimaan diri dengan kondisi yang diterima diri atau orang lain akan  memberikan motivasi untuk menembus batas diri dengan melupakan pengetahuan yang benar agar diri mampu memenuhi hasrat dan ambisinya.
Arogansi diri inilah yang menjadi Batas (penjara) pikir diri manusia serta mampu menguasai pikiran dan tindakan untuk mewujudkan keinginan hasrat dan ambisi yang diangankan. Â Apapun akan dilakukan agar diri mampu memenuhi hasrat dan ambisinya.
Ketika ini terjadi maka diri sudah menjadi "buta dan tuli" karena masuk dalam penjara tersebut. Â Bagaikan ruangan yang kedap suara dan terhalang dengan dinding yang menjadikan tak mampu ditembus oleh nasehat dan pemahaman yang lain.
Arogansi Membuat Buta dan Tuli Jiwa Manusia
Arogansi yang diri kita miliki selama ini ternyata memang sudah banyak digambarkan dalam cerita-cerita yang ada. Â Bahkan tidak jarang arogansi inilah yang membuat diri menjadi buta serta menjadikan diri terjerembak dalam kondisi yang hina. Â
Sejatinya diri manusia diciptakan adalah kondisi yang suci/baik. Â Namun adanya dua oposisi yang selalu membisiki dalam kehidupan sehari-hari dimana satu oposisi mengajak ke hal yang baik dan satu oposisi selalu lihai dalam strategi dalam mengajak ke hal yang tidak baik.
Kemenangan antara dua oposisi dalam mengajak diri untuk berbuat adalah tergantung pada diri kita sendiri.  Dan diri manusia sudah diberikan  bekal agar dapat dimanfaatkan yaitu "Indra dan rumah diri".  Oposisi mana yang menang adalah tergantung pada hal tersebut.
Seperti banyak jejak jejak cerita yang kita pahami bahwa perang yang terbesar dalam kehidupan manusia adalah "perang dalam diri" manusia itu sendiri. Â Semakin diri jauh dari "pemahaman" yang benar maka oposisi yang mengajak ke hal yang tidak baik akan selalu berjaya. Â Sehingga diri menjadi orang yang lepas dari jalan kebeneran.
Lepasnya diri jalan kebenaran karena diri merasa mampu mewujudkan hasrat dan ambisi. Â Padahal diri kita dalam kondisi seperti ini adalah hidup dalam jiwa yang buta dan hidup dalam penjara impian fantasi diri. Â Hal ini berdampak kehidupan diri kita adalah hidup yang penuh kesombongan dan semu.